Share

Bab 2

Author: Reren Andespa
last update Last Updated: 2024-06-27 19:14:23

"Apa yang terjadi denganmu, Azizah? " 

Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Azizah bergegas menyeka air matanya, memaksakan bibirnya untuk tetap tersenyum dan menyapa teman dekatnya dengan lembut. 

"Sri, kamu kok bangun? " suara Azizah bergetar hebat, namun ia mencoba untuk tetap kuat, menyembunyikan semua rasa sakit yang menusuk hatinya dari teman terbaiknya itu. 

Sri menarik napas dalam-dalam, lalu bangkit dan duduk di sisi Azizah, " Aku mendengar semuanya, Azizah. Aku terbangun sejak tadi dan mendengarmu yang terus saja menangis."

"Bukankah kita sudah menjadi teman baik? Lalu, kenapa kamu sembunyikan kesedihanmu ini pada temanmu ini? " tanya Sri dengan suara pelan, agar tidak membangunkan rekannya yang lain. 

Azizah menggeleng, " Kamu salah dengar, aku baik-baik saja, Sri. Aku ...  aku hanya merindukan putriku. Pasti saat ini dia udah bisa jalan, pasti dia udah bisa makan sendiri. " Bibirnya bergetar dan air matanya pun kembali mengalir. 

"Aku sangat merindukan Nayla, aku merindukannya," ujar Azizah, kembali ia menangis terisak sambil memeluk lututnya. 

Sri menghela napas berat, ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan teman dekatnya itu. Terlebih sudah enam bulan, suami Azizah tidak pernah datang membawa Nayla yang dulu sering datang ke rutan menemui Azizah. 

"Katakan padaku, apa yang sudah suamimu lakukan? Kenapa kamu mengatainya pria yang jahat? Jika kamu menganggap aku ini teman dekatmu, kamu bisa berbagi sedikit saja kesedihan yang kamu rasakan padaku. Selama ini aku sudah berbagi semua kisahku padamu, Azizah. Sekarang, bagi sedikit saja kisahmu padaku, " pinta Sri, matanya berkaca-kaca. 

"Sri, suamiku ... suamiku ... " suara Azizah terputus-putus, tak kuasa rasanya ia melanjutkan ucapan yang seolah akan menusuk hatinya lebih dalam. 

"Ya, ada apa dengan suamimu? "

"Mas Heru, tadi siang. Mbak Dina datang, dia memberitahukan padaku jika Mas Heru. Mas Heru ... " diiringi dengan lelehan air mata yang mengalir semakin deras membasahi pipinya, Azizah pun menceritakan semuanya pada teman dekatnya itu. 

"Mas Heru menikah lagi, Sri. Dia menikah di saat aku masih berada di dalam penjara, dia tega mengkhianatiku! Padahal aku di dalam penjara ini demi melindungi dia, demi melindungi dia! "

Sri menatap Azizah dengan mata yang membulat, " Apa maksudmu, Azizah? "

Ya, selama ini Azizah tidak pernah menceritakan kalau ia berada di dalam penjara demi melindungi suaminya. Semua rekan-rekannya hanya tahu ia dipenjara karena kasus penipuan, dan selama ini Azizah juga selalu menceritakan hal baik tentang suaminya. 

Semua itu ia lakukan hanya demi menjaga aib dari pria yang begitu ia cintai. Tak pernah sedikitpun ia menceritakan keburukan dari suaminya itu. 

"Sebenarnya aku bukanlah wanita yang suka mengumbar aib orang lain, apalagi ini aib suamiku sendiri, " ucap Azizah di sela isak tangisnya. 

"Aku sama sekali gak bersalah, dan aku sama sekali gak melakukan penipuan yang dituduhkan padaku."

"Jika kamu gak ngelakuin penipuan, kenapa kamu bisa berada di dalam sini, Azizah? Kenapa? " tanya Sri dengan tatapan heran. 

Azizah menarik napas dalam-dalam, ia mengedar pandangan ke sekitar. 

"Kamu tenang saja, Azizah. Mereka semua tidak akan bangun jika kita berbicara pelan, " ucap Sri. Ia lalu menunjuk ke jeruji besi, mengajak Azizah untuk mengobrol di sana

Azizah mengangguk, mereka berdua melangkah dengan hati-hati di sela teman-teman mereka yang tengah tertidur pulas. Lalu  keduanya duduk dibalik jeruji. 

"Sekarang kamu bisa cerita semuanya padaku, Azizah. Aku janji, aku gak akan cerita ke siapa-siapa, " ucap Sri. 

Azizah mengangguk, ia genggam tangan Sri dengan erat. " Aku percaya padamu, Sri. Kamu teman terbaikku."

Sri terdiam, tangannya terkepal kuat, hatinya seperti teriris saat Azizah menceritakan semua yang menimpa dirinya selama ini. Semuanya Azizah ceritakan, tanpa ada yang ia tutupi lagi. 

"Kejam! Suamimu benar-benar pria yang kejam, " ucap Sri dengan mata yang berkaca-kaca. 

"Kamu sudah berkorban sejauh ini, kamu sudah berkorban sebesar ini hanya demi dia. Tapi semua itu tidak ada artinya di mata suamimu itu, " lanjut Sri. Air matanya pun terjatuh, ia tatap Azizah dengan lekat. 

Tangan Sri menggenggam tangan Azizah lebih erat, seolah ingin memberikan kekuatan tersendiri pada Azizah. 

"Kenapa, Azizah? Kenapa kamu berkorban sebesar ini hanya untuk pria yang bahkan tidak pantas kamu sebut sebagai seorang suami. Pria itu pantasnya kamu sebut sebagai seorang penjahat! " ucap Sri, menahan rasa sesak yang memenuhi rongga dadanya. 

"Aku terpaksa, Sri. Aku melakukan semua ini, aku menggantikan dia, hanya demi putriku, Nayla. Mas Heru berjanji padaku, kalau dia akan merawat putri kami, dia akan membesarkan Nayla dengan baik. Tapi sudah enam bulan ini, Mas Heru dan putriku gak pernah datang ke sini. Ternyata ini alasannya, " ucap Azizah yang kembali menangis terisak. 

Sri menggigit bibirnya, ia saja bisa merasa sesakit ini setelah mendengar cerita dari Azizah. Lalu bagaimana dengan perasaan Azizah? Azizah pasti lebih sakit dari apa yang Sri rasakan. 

Sri mengusap punggung Azizah dengan lembut, " Kamu yang sabar, Azizah. Hukumanmu hanya tinggal beberapa bulan lagi, kamu akan segera bertemu dengan putrimu."

Azizah mengangguk, " Ya. Aku sangat merindukan putriku, aku merindukan Nayla."

***

Siang ini, setelah makan siang dan beristirahat sejenak. Azizah, Sri dan beberapa tahanan yang tidak mendapatkan kunjungan dari keluarga terlihat sibuk merajut. 

Sebuah kegiatan keterampilan yang mereka ikuti selama berada di dalam rutan, mereka juga sudah menghasilkan tas dan dompet hasil rajutan tangan mereka. 

Sri, berkali-kali menatap Azizah yang tampak lesu, tidak seperti biasanya. Terlebih wajah Azizah tampak pucat, apalagi saat makan siang Azizah makan sedikit. 

"Apa kamu baik-baik saja, Azizah? " tanya Sri. 

Azizah mengangguk, ia pun tersenyum tipis dan berkata dengan lembut. " Aku baik, jangan cemaskan aku, " katanya. 

Sri terus saja menatap Azizah, wajah Azizah pun terlihat semakin pucat. Hingga pada malam hari, Sri dan rekan-rekannya panik karena Azizah yang terus saja muntah dan keluar masuk toilet. 

"Apa yang kamu rasakan, Azizah? " tanya Sri, sambil memandang wajah Azizah yang pucat pasi. 

"Kepalaku sakit sekali, perutku juga sakit dan aku mual, " kata Azizah yang kembali berlari menuju toilet. 

Sri pun menunggu Azizah di depan pintu toilet, ia bisa mendengar suara Azizah yang terus saja muntah. 

"Azizah, apa kamu baik-baik saja? "

"Sepertinya, asam lambungku naik, " sahut Azizah dari dalam sana. 

Kepalanya berdenyut hebat, keringat dingin mengalir deras dari wajahnya yang semakin pucat pasi. Dengan langkah gontai, Azizah membuka pintu toilet. 

"Sri aku ... " ucapan Azizah terputus bersamaan dengan tubuhnya yang ambruk, tak sadarkan diri. 

Beruntung Sri dengan sigap menopang tubuhnya, ia berteriak meminta bantuan rekannya yang segera datang dan membantunya memapah tubuh Azizah. 

"Cepat panggil petugas! " perintah Sri, lalu kembali menatap Azizah dengan tatapan iba. 

"Azizah, kamu harus kuat. Kamu harus kuat, " ucap Sri, dengan suara bergetar. 

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TANGISAN DIBALIK JERUJI BESI   Bab 21

    Azizah menatap Rendra dengan lekat, setelah mendapatkan anggukan kepala dari pria itu, Azizah pun dengan ragu menjabat tangan Kevin. "Silahkan duduk," ujar Kevin dengan ramah. Rendra dan Azizah duduk bersebelahan, tak ingin membuang waktu lebih lama. Rendra mengarahkan pandangannya pada Azizah, "Ceritakan semuanya pada Kevin," ujarnya lembut. Azizah menarik napas dalam-dalam, mengatur detak jantung yang berdebar, kemudian dengan suara bergetar mulai menceritakan kisah pilu yang menimpanya selama ini pada Kevin. Air matanya jatuh, membasahi pipinya saat ia mengatakan, "Aku tidak menyalahkan takdir yang membuat aku harus dipenjara karena kesalahan yang tidak aku lakukan. Namun, yang tak sanggup ku lalui adalah dipisahkan dari putriku. Aku merindukannya, tolong pertemukan aku dengannya." Azizah melipat kedua tangannya memelas, menatap dalam-dalam ke mata Kevin. Kevin mengangguk-anggukkan kepalanya perlahan, tatapan mata pengacara muda itu tak lepas dari wajah Azizah. Hal tersebut m

  • TANGISAN DIBALIK JERUJI BESI   Bab 20

    Heru terdiam sejenak, menatap ke luar jendela dengan mata nanar, mencoba meresapi perkataan Ratna, istrinya. "Apa kamu yakin, Rat? Aku bisa menang?" tanyanya ragu, seraya menggaruk kepalanya. "Aku kan gak punya pengalaman di dunia politik." Namun, Ratna menatap Heru tajam dan menganggukkan kepala dengan yakin. "Haduh, Mas. Jangan terlalu mikirin hal-hal seperti itu. Yang penting, kamu sekarang maju jadi calon anggota dewan. Kan lumayan gajinya jauh lebih besar daripada gaji guru," katanya sambil mengepalkan tangan, menunjukkan semangatnya. " Tenang aja, nanti ada tim sukses yang bakal bantu kamu menang. Sekarang kamu setuju dulu, terus nanti kamu urus pengunduran diri dari pekerjaan sekarang," lanjut Ratna sembari mengangkat jempolnya, memberi semangat pada Heru. "Tapi–" Heru sempat hendak berkata, namun Ratna segera menyela, "Udah deh, Mas. Gak usah banyak mikir. Ini kan kesempatan yang baik, masa kamu mau sia-siain gitu?" Heru masih mengerutkan kening sejenak, mencoba menimba

  • TANGISAN DIBALIK JERUJI BESI   Bab 19

    Bu Hana berdiri, menggigit bibirnya, lalu dengan suara gemetar ia memanggil, "Kemarilah, Azizah."Azizah melepaskan diri dari pelukan Indri, kemudian berdiri dengan linangan air mata. Tangisnya pun pecah saat Bu Hana menarik dirinya dan memeluknya erat."Allah mengujimu, karena Allah tau kamu wanita yang kuat. Kamu wanita terpilih, Nak. Kamu gak boleh nyerah, kamu masih muda, dan perjalanan kamu masih panjang. Jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidupmu lagi," ucap Bu Hana, sambil mengusap punggung Azizah dengan lembut."Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya," tambahnya."Aku sudah gak punya siapa-siapa lagi, Bu. Bahkan satu-satunya keluarga yang aku miliki juga tidak mempercayaiku," ucap Azizah dengan suara parau.Bu Hana mengusap punggung Azizah dengan lembut, lirih berkata, "Percayalah Azizah, kamu manusia terpilih untuk melewati semua ujian berat ini. Ibu yakin kamu bisa melewati semuanya."Air mata Indri jatuh membasahi pipinya, ia menatap Rendra dengan mata berkaca-kaca.

  • TANGISAN DIBALIK JERUJI BESI   Bab 18

    "Astagfirullah," desah seorang pria, wajahnya nampak pucat, ketakutan.Matanya membelalak seiring dengan kakinya yang menekan rem kuat-kuat. Ia menghela napas lega saat mobilnya berhenti hanya sejengkal dari Azizah yang terdiam dengan mata terpejam di tengah jalan."Apa yang sedang dilakukan wanita ini?" gumamnya heran, menatap Azizah dengan alis berkerut.Pria itu mengintip lebih dekat, matanya terbelalak saat menyadari sosok yang hampir saja ia tabrak adalah Azizah."Azizah?" lirihnya terkejut. Dengan cepat, ia turun dari mobil sambil membawa payung, dan segera memayungi tubuh Azizah."Apa yang sedang kamu lakukan di tengah jalan seperti ini, Azizah?" teriaknya, tak mampu menutupi kekhawatirannya, karena hujan masih turun dengan deras.Azizah membuka matanya perlahan, tatapannya beralih dari payung di atasnya ke wajah pria yang mengenakan seragam dokter."Anda?" tanyanya lembut."Aku dokter Rendra, aku yang merawatmu selama kau berada di rumah sakit. Ayo cepat masuk ke mobil," ujar

  • TANGISAN DIBALIK JERUJI BESI   Bab 17

    Azizah mengepalkan tangannya ketat, matanya memerah akibat air mata yang tak bisa dibendung lagi."Semua yang Mas Rudi katakan itu fitnah, Mbak," ujarnya dengan suara serak. "Aku sama sekali gak ngerayu dia, dia sendiri yang tiba-tiba saja datang dan masuk ke dalam kamarku."Azizah menarik napas sejenak, menahan rasa terluka. "Dia ingin menodaiku, Mbak. Aku berteriak memanggilmu ...""Bohong!" pekik Rudi sambil mengacungkan jari telunjuknya pada wajah Azizah. "Kamu jangan memfitnahku seperti ini, Azizah.""Kamu sendiri yang datang menemuiku, karena kamu kesepian. Kamu memintaku untuk menemanimu, kamu memintaku untuk tidur denganmu, Azizah!" teriak Rudi dengan penuh emosi.Azizah melangkah mendekati Mbak Dina, kakak sepupunya itu, dan meraih tangannya dengan lembut."Demi Allah, Mbak. Aku mengatakan yang sebenarnya. Mas Rudi ingin melecehkan aku, Mbak. Mas Rudi ingin menodai aku!" teriaknya, mencoba mengungkapkan kebenaran. "Mbak harus percaya padaku, aku gak akan pernah ngekhianatin M

  • TANGISAN DIBALIK JERUJI BESI   Bab 16

    Azizah terlihat menemani Nando bermain di ruang tengah, sebelum akhirnya Mbak Dina datang dan meminta tolong padanya untuk membelikan penyedap."Bawa payung Azizah, sepertinya mau hujan, " ucap Mbak Dina, melihat langit di luar sudah gelap. Azizah mengangguk, meraih payung dan segera melangkahkan kakinya menuju sebuah warung. "Yah tutup, " gumam Azizah, mendapati warung yang tidak terlalu jauh dari rumah kakak sepupunya itu tutup. Menarik napas dalam-dalam, Azizah lalu menatap ke ujung jalan. Mau tidak mau, ia harus berbelanja di warung Sekar, warung terbesar yang ada di kampungnya itu. Di tengah perjalanan, mata Azizah terpaku pada seorang gadis kecil yang tengah bermain dengan dua temannya di halaman rumah. Gadis itu mengenakan gaun cantik yang mengingatkannya pada gaun milik Nayla. Perasaan gusar dan kebingungan menerpa Azizah, membuat langkahnya menghampiri gadis kecil tersebut. "Apa ini gaun milik Nayla?" desis Azizah penuh emosi, menahan gadis kecil itu dengan pegangan ku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status