Marco memilih mengajak Mayang untuk mencari sarapan hari ini, setelah mengetahui bahwa Mayang belum makan dan berniat ingin kembali ke Tulungagung tempatnya bekerja. Dan sarapan nasi pecel lodeh adalah perpaduan yang komplit menurut kebanyakan orang seperti Marco dan Mayang saat ini.
“Kamu kuliyah di mana?” tanya Mayang.
“Surabaya, aku masih tiga hari di Malang dan sangat beruntung karena bisa bertemu denganmu.” Marco berbicara sambil menikmati sepiring nasi komplit dengan lodeh gori dan balado telur.
“Iya, ini memang udah direncanain mau temu kangen sama ibu. Oiya, makasih ya, ATM sama tempat buat ibu jualan, masih aku gunain sampe sekarang.”
“Gak usah dipikirin, yang penting berguna. Kamu juga dateng di acara semalem?”
“Ada acara apa, kok aku harus dateng?
Mayang sedikit menggigil. Tidur dengan posisi duduk di atas toilet dan tidak memakai apa pun selain celana dalam tipis yang sudah tidak nyaman dikenakan itu. Dia pun juga tidak berani keluar dari tempat persembunyiannya, dia takut kalau Eric akan melakukan seperti semalam lagi.Tok. Tok. Tok.“May, aku membawakan makanan untukmu, aku akan menaruhnya di depan pintu dan akan keluar setelah ini, cepatlah keluar, aku janji akan segera mengantarmu ke Tulungagung.” Eric sangat khawatir karena tidak mendengar apa pun dari dalam sana. Segera meletakkan nampan berisi sepiring nasi dan lauk yang Eric yakin Mayang akan suka, dan juga segelas teh hangat, ke lantai di depan pintu toilet itu dan keluar dari kamar itu lagi setelahnya.Mayang tetap bergeming di tempatnya. Setelah cukup lama dan tidak mendengar suara apa pun di balik pintu itu, Mayang membuka pintu toilet perlahan dan
Setelah menenangkan debaran jantungnya dan beberapa kali menghirup udara segar melalui hidung dan mengeluarkannya melalui mulut, Mayang berdiri dan memantapkan langkahnya untuk menyusul Banyu ke kamarnya. Dia tidak ingin lari jika memang Banyu sudah mengetahuinya.Suara gemercik terdengar dari balik pintu kamar mandi. Mayang yakin Banyu masih belum menyelesaikan kegiatannya. Setelah menunggu selama beberapa menit, tidak terdengar lagi suara air yang mengalir melalui kran dan Banyu keluar dari kamar mandi itu dengan tubuh basah dan handuk yang melingkar di pinggangnya.Mayang menundukkan pandangannya. Entah, terasa ada yang berdesir di dalam sana melihat Banyu yang seperti ini.Banyu melirik dari ekor matanya, membiarkan saja Mayang yang menunduk dan lebih mementingkan ganti bajunya sekarang. Tak lupa Banyu bersisir dan memberi gel pada rambut basahnya dan menyemprotkan parf
Banyu mengikuti permainan Mayang. Dengan tangan yang masih setia mengelus punggung telanjang itu, percayalah yang di bawah sana sudah menegang sekarang.Mayang melepas pagutannya, meraih ujung kaos yang dikenakan Banyu dan melepaskannya dari tubuh seksi Banyu, dia rindu menyentuh kulit telanjang itu.“Aku kunci dulu pintunya, besok pagi kalau mama tiba-tiba masuk ke kamarku bagaimana?” Banyu memperingatkan Mayang dan menumpu tubuhnya dengan kedua telapak tangannya yang diletakkan di samping agak belakang tubuhnya.“Gendong ... nanti aku yang ngunci.” rengek Mayang manja, sungguh merdu terdengar di telinga Banyu.Banyu terkekeh, bersiap mengangkat bokong Mayang lagi dan menggendongnya. Berjalan perlahan ke pintu kamar dan sedikit menunduk agar Mayang bisa menjangkau dan memutar kunci yang tergantung rapi di lubang ku
Ibu Mayang merasakan atmosfer di sekitarnya semakin menipis sekarang. Seseorang yang sangat dihindarinya telah duduk dengan santai di kursi pelanggan, dengan tatapan yang mengintimidasi, siap menerkam ibu Mayang.“Aku ingin berbicara denganmu.” suara tegas yang membuat semua orang akan takut jika mendengar bentakannya, dan itu sudah berlaku untuk ibu Mayang sekarang.Tanpa menunggu aba-aba ke dua, ibu Mayang segera mendekat dan duduk di seberang kursi dan berhadapan dengan orang tersebut, “Ada apa, Pak?”“Aku sudah pernah memperingatkanmu dan juga putrimu yang keras kepala itu, aku sebenarnya tidak terlalu suka kekerasan, tapi jika itu terpaksa dilakukan, kenapa tidak?”“Maaf, Pak. Saya sudah menolak nak Eric semalam tapi jika---““Tapi jika dia membawaku atau bundanya, kamu akan menerimanya, itu maksudmu?” ayah Er
Mayang menatap pantulan wajahnya di dalam cermin. Entah sejak kapan wajahnya memucat seperti sekarang ini. Nafsu makan yang biasa besar, sirna begitu saja.Banyu mengecup puncak kepala Mayang. Diusapnya pundak rapuh itu dengan sayang, “Ada sesuatu yang membuat senyummu hilang?”Bukannya menjawab, tapi air mata sialan itu malah dengan lancangnya keluar dari pelupuk mata Mayang. Mayang tidak tahu, apakah berbagi dengan Banyu adalah sesuatu yang benar sekarang.“Hey ... .” dipeluknya tubuh Mayang, Banyu tidak tahan jika harus melihat gadis manisnya bersedih.“Aku lelah Mas, aku pengen berhenti.” Mayang meraung dalam pelukan Banyu.“Apa di SPBU semelelahkan ini?” Banyu tidak ingin berpikir yang lain sekarang.Mayang menggeleng. Sungguh dia tidak tega jika harus menceritakan semuanya ke Banyu sekarang.&
Setelah mengisi perut mereka, Siska mengajak Mayang berbelanja ke salah satu Mall yang besar dan berada di tengah kota Kuala Lumpur. Tapi karena keasyikan Siska yang terlalu berlebih membuat Mayang lelah dan berhenti mengikutinya, Mayang lebih memilih duduk di deretan penjual makanan ringan dan membeli es coklat segar untuk membasahi tenggorokannya.“May? Aku senang bisa bertemu denganmu di sini? Apa aku bisa menemanimu? Kau terlihat duduk sendirian.”Mayang bergeming, dia tidak menyangka akan bertemu dengan Eric di tempat seperti ini, bahkan dia sudah sangat jauh dari tempat kelahirannya yang selalu membuatnya tidak bisa lepas dari sosok Eric, “Aku bersama dengan temanku, dia sedang berbelanja sekarang.”“Aku besok akan terbang lagi ke Indonesia, kita bisa mengobrol beberapa saat.” Eric tidak ingin menyiakan waktunya lagi, sungguh dia pun masih mencintai Mayangnya.
Mayang menggeliat dan merasakan badannya remuk semua pagi ini. Panggilan alam yang memaksanya untuk bangun dan segera menuntaskannya, membuatnya berdesis karena merasakan perih dan aneh di bagian intinya. Perlahan dia bangun dari tidurnya namun hanya bisa berdiri di tempat berpijaknya, berdesis, dan menekan bawah perutnya.Banyu yang mendengar desisan Mayang yang cukup kuat, membuatnya bangun dan duduk untuk melihat ada apa dengan gadis manisnya itu, “Kau mau ke mana?”“Aku mau ke kamar mandi, Mas. Tapi ... .” jawab Mayang ragu.Banyu terkekeh, beranjak dari ranjang nyamannya, mendekati Mayang, dan membopongnya ke kamar mandi.Mayang mengalungkan kedua tangannya ke leher Banyu dan menyelusupkan wajahnya.“Kenapa?” tanya Banyu karena merasa Mayang sedang bersembunyi.“Aku malu, Mas.”&l
Mayang mengelus dada telanjang Banyu. Basah berkeringat, sama dengan tubuhnya. Setelah pertempuran hebat yang baru saja mereka selesaikan, Mayang tetap meminta Banyu agar tetap mesra meski telah menyelesaikan keintiman mereka. Berbicara banyak hal sampai salah satu di antaranya tertidur lebih dulu, “Apa aku boleh bertanya sesuatu, Lupus-ku.”“Apa Luphie Sayang?” panggilan itu menjadi sangat merdu didengar sekarang.“Tapi Mas harus janji, mau menjawabnya sejujur mungkin.”Banyu mengangguk, tanda setuju.“Siapa perempuan yang menyuapi papa tadi, Mas?”“Istrinya yang sekarang.” jawab Banyu santai.“Tapi tadi manggil Mas ‘den Banyu’?”“Dia dulu pekerja di rumah Tulungagung.”“Maafkan aku Mas.” Mayang menyesal sudah