Birawa yang kaget begitu lolos dari serangan angin deras segera melompat berdiri, dia melihat tak jauh darinya berdiri seorang memakai topeng berwarna hitam yang tadi menyerangnya.
"Siapa kamu?, kenapa menyerangku?" tanya Birawa bingung.
"Kau tak usah banyak tanya sebab, hari ini kamu layak mampus di sini!" bentak suara orang itu mengagetkan Birawa.
Dia melihat di depannya orang yang menggunakan topeng hitam itu menyerangnya dengan menggunakan tongkat bambu. Serangan yang di lakukan penyerang sangat cepat sehingga membuat Birawa kelabakan meladeninya.
Setelah meladeni serangan sebanyak dua puluh jurus Birawa mengernyitkan keningnya sebab dia merasa kalau penyerang sepertinya tidak berniat membunuhnya.
"Mungkinkah ini Kakek Tapak Malaikat?" gumam Birawa yang menjadi bengong.
Bukkk.... Bukkk....
"Aaaaaa...."
Aksi bengong Birawa berapa saat membuat badannya menjadi makanan tongkat penyerang sehingga tubuhnya menggelundung membentur bebatuan yang ada di sana. Birawa berusaha bangkit dengan cara menekan rasa sakit yang muncul ditubuhnya.
"Apakah hanya segitu kesaktian yang kamu miliki untuk menghadapi dunia yang tak karuan sekarang ini?" Orang yang menyerangnya bertanya dengan suara mengejek.
"Siapa kamu?" tanya Birawa bingung.
Dengan enteng orang yang menyerangnya membuka topeng yang membungkus kepalanya, begitu topeng terbuka sejenak Birawa menjadi bengong.
"kakek...." teriaknya dengan nyaring sebab orang yang ada di depannya tidak lain merupakan Kakek Tapak Malaikat.
"Birawa, dengan kesaktian yang kamu miliki saat ini kamu tidak akan mampu bertahan lama di luar sana, apalagi sampai bermimpi untuk merebut Kerajaan kembali, sekarang berdirilah aku akan menempa dirimu menjadi pendekar tiada tanding!" Kakek Tapak Malaikat berkata dengan sorot mata tajam.
"Baik kek," jawab Birawa patuh tanpa sedikitpun dia mengeluarkan kata bantahan.
Birawa di bawah bimbingan Tapak Malaikat terus saja berlatih menempa diri siang dan malam. Birawa hanya berhenti berlatih saat istirahat sebentar dan ketika mengisi perutnya selebihnya waktu terus Birawa gunakan untuk berlatih.
Berkat tekadnya yang kuat hanya dalam waktu dua belas bulan menempa diri sudah membuat Birawa menjadi pribadi yang berbeda dari sebelumnya.
Suatu malam saat Birawa sedang asik latihan dia dipanggil oleh Kakek Tapak Malaikat untuk menghadapnya, dengan takzim Birawa bersimpuh di hadapan tokoh sakti mandera guna itu.
"Pangeran Birawa, sudah dua belas bulan kamu berlatih di sini ditambah satu bulan semadi, sekarang kamu sudah menjadi pribadi yang berbeda, di luar sana hanya ada beberapa tokoh yang bisa menandingi kamu sekarang itupun semuanya sudah menarik diri dari dunia persilatan, besok pagi kamu keluarlah dari jurang ini, kamu temui Ayah kamu bersama keluarga yang lain, mereka sekarang sembunyi di tempat rahasia yang bernama Kertajaya, kasihan selama ini keluargamu terus memikirkan kamu, ingat satu hal kamu sekarang merupakan buronan dari raja yang sekarang, jadi ketika keluar dari sini kamu jangan menunjukkan jati diri kamu, selain itu jika tidak terlalu di perlukan kamu harus menahan diri supaya tidak menggunakan kesaktian terlebih jurus Tapak Malaikat yang sudah kamu kuasai, tapi sebelum kamu pergi, malam ini kamu harus berendam di dalam Telogo Jiwo untuk menyempurnakan kekuatan yang kamu miliki." Kakek Tapak Malaikat berkata panjang lebar.
"Baik kek, aku akan melaksanakannya," jawab Birawa dengan patuh kepada tokoh sakti yang sudah menjadi gurunya itu.
"Perlu kamu ingat ketika kamu di luar selain membantu Ayahmu merebut kembali kerajaan, aku akan memberikan satu tugas khusus buat kamu, namun sekarang juga kamu harus mulai berendam di Telogo Jiwo, supaya kekuatan Malaikat yang kamu kuasai lebih sempurna lagi." Tapak Malaikat berkata kepada Birawa.
"Baik kek," jawab Birawa dengan patuh.
Tanpa menunda Birawa segera menuju ke dalam ruangan goa yang paling dalam untuk berendam di dalam telaga yang dimaksud. Telaga tersebut merupakan sebuah kolam air berwarna merah darah yang selalu mendidih, dan mengeluarkan asap juga berwarna merah.
Ketika Birawa berdiri di pinggir telaga itu serta merta hidungnya langsung menciup bau menyengat yang menyesakkan napasnya. Tanpa ragu dia melepas pakaiannya dan langsung menceburkan diri kedalam kolam berwarna merah darah tersebut.
********
Ketika sinar mentari kelihatan menembus sela-sela goa, Birawa keluar dari Telogo Jiwo, Birawa yang baru keluar dari dalam telaga merasakan gerakannya sangat ringan seperti kapas.
Selain itu Birawa merasakan setiap gerak badannya berisi tenaga yang sangat dahsyat. Dengan cepat Birawa langsung menuju tempat Kakek Tapak Malaikat berada.
Birawa melihat tokoh sakti yang menjadi gurunya itu berdiri di mulut goa menghadap matahari yang baru terbit dan berwarna kekuningan di langit.
"Kamu sudah selesai berendam di Telogo Jiwo?" tanya Tapak Malaikat berkata tanpa menoleh.
"Iya kek, aku sudah berendam di Telogo Jiwo," jawab Birawan sambil menunduk takzim.
"Sekarang kamu ganti pakaian kamu dan temui aku di tempat biasa!" perintah Kakek Tapak Malaikat kepada Birawa.
Kakek Tapak Malaikat menatap Birawa yang duduk bersimpuh di hadapannya dengan sorot mata tajam, sementara Birawa hanya menunduk saja melihat kakek itu menatapnya demikian.
"Birawa, sekarang kamu akan meninggalkan goa ini, namun sebelum kamu meninggalkan tempat ini ada beberapa hal yang perlu aku sampaikan kepadamu." Kakek Tapak Malaikat kepada Birawa.
"Iya kek," jawab Birawa dengan khidmat.
"Setelah keluar dari sini kamu tanggalkan semua yang kamu punya selama ini termasuk rahasiakan status Pangeran yang kamu punya, mulai sekarang kamu memakai nama Tapak Malaikat," jelas si kakek kepada Birawa.
"Tapi kek, bukankah itu nama kakek?" tanya Birawa bingung.
Melihat Birawa bingung si kakek tersenyum, matanya menerawang jauh sebelum dia berkata lagi.
"Tapak Malaikat bukan merupakan namaku, namaku yang sebenarnya Amoksa Saloka, gelar itu aku peroleh dari guruku yang sebelumnya dipakai oleh dia, sekarang kamu yang harus memakai gelar itu dalam membasmi kejahatan," jawab Kakek Tapak Malaikat yang asli bernama Amoksa Saloka.
"Namun kek, apakah aku pantas menerima gelar yang besar itu, dan apa arti dari gelar itu kek?" tanya Birawa lagi yang tak dapat menyembunyikan perasaan heran bercampur bingung.
"Birawa, kamu lebih dari pantas menerima gelar itu, adapun arti gelar itu Malaikat merupakan makhluk agung yang sangat patuh pada pencipta, sementara tapak merupakan perwakilan dari perbuatan dan tapak tanganlah yang di pakai untuk menghukum kejahatan di dunia ini jadi Tapak Malaikat merupakan Penghukuman Makhluk Agung Atas Kehahatan, kamu harus ingat selama kamu menyandang gelar itu jangan sekali-kali kamu mengotorinya dengan perbuatan yang salah, dan jika nanti kamu mempunyai murid gelar itu harus kamu turunkan pada muridmu, apakah kamu paham?" tanya Si Kakek kepada Birawa.
"Iya kek aku paham," jawab Birawa.
"Satu hal lagi setelah keluar dari sini aku tidak melarang kamu untuk melakukan apapun namun apapun yang kamu lakukan harus selalu di jalan yang benar, dan aku tidak melarang kamu untuk membantu Ayahmu merebut tahta asal semuanya kamu lakukan dengan cara yang benar dan rasa keadilan," jelas Si Kakek lagi.
"Baik Kek,aku akan ingat apa yang Kakek katakan, bukankah Kakek kemarin pernah bilang kalau ada tugas yang harus aku lakukan?" tanya Birawa kepada Si Kakek.
"Benar sekali, sebenarnya tugas ini sudah aku lakukan seumur hidupku namun sampai aku menyendiri di sini aku belum mampu menyelesaikan tugas ini aku harap kamu yang akan bisa menyelesaikannya," jelas Si Kakek kepada Birawa.
"Tugas apa kek?" tanya Birawa dengan penasaran yang sangat besar.
######
Birawa berlari kecil memasuki sebuah hutan yang terkenal angker yang bernama Hutan AdriKetika memasuki hutan ini dia sudah merasakan ada beberapa pasang mata yang mengikutinya.Berapa kali dia mencari orang yang mengintainya, tapi dia tidak dapat mengetahui keberadaan orang yang mengintainya.Kalau tadi Birawa berlari kecil, sekarang dia berjalan santai dengan sengaja untuk memancing orang yang mengintainya itu keluar."Berhenti!" bentakan menggelegar memenuhi Hutan Adri mengagetkan Birawa.Setelah mengatasi kekagetannya Birawa menatap ke depan yang mana terdapat bukit kecil di sana.Di hadapannya berdiri berkacak pinggang seorang lelaki tinggi besar dengan tangan dan leher di penuhi dengan akar bahar sebagai hiasan.Birawa menatap tajam orang di hadapannya, belum sempat dia memberikan pertanyaan sebut suitan keras keluar dari mulut orang itu.
Krakkk!ByurrrTerdengar bagian tubuh lawan patah ketika tendangan kaki Birawa mengenai bagian selangkangan leleki itu, suara tulang patah itu juga di ikuti dengan jatuhnya tubuh ke dalam laut.Tubuh lawan yang hilang keseimbangan begitu terkena tendangan keras dari Birawa langsung terbanting dan melayang ke arah laut, tubuh itu kemudian tenggelang di dalam air laut dan hilang begitu saja.Beberapa anak buah bajak laut yang tersisa ketika melihat pimpinan mereka dikalahkan dengan cepat membuang senjatanya masing-masing sebelum kemudian mereka berdua berlutut tanda menyerah.Birawa melihat apa yang dilakukan oleh sisa bajak laut itu dengan langkah tenang mendatangi mereka, sewaktu birawa mendatangi mereka, muka para bajak laut menjadi pucat."Tuan, ampuni nyawa kami, kami menyerah," ucap salah satu ornag dari mereka dengan suara memelas."Kali ini aku mengampuni kalian semua, sekarang juga kalian angkat kaki dari sini. Namun ingat sete
Semua orang yang ada di atas kapal berseru ngeri mendengar suara leguhan seperti itu, hampir semua orang menyangka kalau Birawa sudah terkapar di geladak kapal dengan nyawa yang minggat dari badannya.Namun perkiraan semua orang menjadi kecele, karena Birawa walau termundur berapa langkah nampaknya tidak mengalami luka sama sekali.Sebalik Suryo Menggolo juga termudur berapa langkah, kening lelaki itu nampak mengernyit menahan ngilu pada tangannya.Pada saat serangan dahsyat dilayangkan oleh Suryo Menggolo, Birawa yang menyadari kalau serangan lelaki itu tak main-main dengan cepat langsung memainkan Jurus Langkah Malaikat.Dengan mengandalkan kecepatan jurus itu, Birawa memitingkan badannya sedikit kesamping, tangannya dengan cepat menyusup untuk memukul sambungan siku lawan.Benturan dua kekuatan membuat keduanya sama-sama termundur ke belakang sejauh dua tindak."Haram Jadah!" umpat Suro Menggolo sambil menggerakkan tangannya yang te
Birawa yang merasa tidak punya pilihan lain, selain membantu mempertahankan kapal yang dia tumpangi.Dengan gerakan ringan segera melesatkan badannya, untuk menyongsong anak buah dari bajak laut.Sekali melompat Birawa melewati berapa orang anak buah Juragan Jatmika, pedang di tangannya benar-benar menjadi pedang maut.Kemana pedang dia ayunkan selalu memakan tumbal dari bajak laut, melihat Birawa sudah lebih dahulu mengamuk, hal ini menambah semangat dari anak buah Juragan Jatmika."Serang...!" teriak menggelegar dari orang yang tadi memberikan pedang pada Birawa, mengobarkan semangat anak buahnya.Orang itu tiada henti berdecak kagum pada Birawa, walaupun awalnya semangatnya sempat kendor. Namun melihat apa yang Birawa tunjukkan membuatnya menjadi punya harapan lagi.Bukan tanpa alasan anak buah Juragan Jatmika turun semangatnya melihat Bajak Laut Suryo Menggolo, karena reputasi para bajak laut itu tidak diragukan, sudah banyak selama ini
Matahari baru saja menampakkan sinarnya dari peraduan, di tengah cahaya mentari pagi itu terlihat satu sosok berlari cepat menuju ke tempat kapal-kapal yang biasa berlabuh di Selat Sunda.Sosok itu tak lain merupakan Birawa, setelah berpamitan dengan Ayahnya dan rakyat kerajaan, dengan cepat Birawa langsung melanjutkan perjalananya menuju Selat Sunda, untuk mencari tumpangan penyebrangan menuju Jawadwipa."Paman, apakah ada kapal yang bisa di tumpangi untuk menyeberang?" tanya Birawa kepada seorang di sampingnya, ketika dia sedang duduk disalah satu warung makan, menunggu kapal yang akan menyeberang."Ada Kisanak, tapi mungkin agak siang, hari ini biasanya Juragan Jatmika akan membawa barang dagangannya ke negeri seberang," jawab lelaki pemilik warung yang berumur sekitar empat puluh tahun itu dengan ramah."Apakah Paman, bisa mencarikanku tumpangan?" tanya Birawa sambil meletakkan berapa keping koin di hadapan lelaki itu."Sepertinya kamu bukan be
agi hati ketika matahari menyinari mayapada rakyat berbondong-bondong mendatangi istanah, mereka bergerombol menyambut kedatangan Raja Ambimayu yang merupakan raja yang mereka cintai namun harus menyingkir karena penghianatan Arya.Rakyat bersorak-sorai menyambut raja yang sudah hampir sepuh tersebut bersama keluarganya yang setelag sekian lama meninggalkan istanah akhirnya kembali.Matahari baru telah terbit di atas Istanah Kerajaan Bandar Agung, harapan rakyat terpancar melalui sinarnya yang terang."Selamat datang kembali di istanah, Yang Mulia." Suprana bersama Jayanegara menunduk takzim menunggu Raja Abimanyu di tangga istanah."Terima kasih, kita tidak bisa terlalu lama berdiam diri sebab rakyat di luar menunggu dengan harapan besar pada kita, kita harus mulai melakukan pembenahan," jawab Raja Abimanyi kepada dua orang abdi setianya.Mereka mengikuti langkah Eaja Abimanyu memasuki istanah yang selama ini telah dia tinggalkan.Sementara
Arya meloncat mundur sejauh dua tindak, dia tidak menyangka sama sekali ketika menjatuhkan dirinya ke tanah tangan Birawa yang sudah di lumuri ajian Tapak Malaikat langsung memukul pedangnya membuat pedang Arya patah di tiga bagian. Tak hanya itu kalau tadi Arya tidak segera meloncat mundur bukan hanya pedangnya yang patah namun dadanya juga akan menjadi makanan tangan Birawa. Tubuh Arya tersandar di kandang kuda dengan muka pucat, sementara Birawa setelah memukul patah pedang di tangan lawan langsung meloncat bangkit. Birawa menatap tajam kearah Arya dengan mulut menyeringai senyuman mengejek, langsung mengangkat tangan menunjuk tepat ke arah hidung Arya. "Hari ini aku akan pastikan nyawa busuk di tubuhmu akan minggat!" hardik Birawa dengan galak. "Jangan bermimpi kau bisa membunuhku Birawa, tadi hanya kebetulan saja, kau tidak akan mampu membunuhku," dengus Arya dengan sombong sambil berusaha bangkit. Begitu bangkit dengan cepat Arya
Beberapa pasukan penjaga Kerajaan Bandar Agung yang tidak menyangka akan mendapat penyergapan menjadi kalang kabut, suasana istana yang longkar dari penjagaan membuat pasukan yang di pimpin oleh Birawa bersama Jayanegara dan Suprana dalam waktu cepat dapat menguasai istana. "Paman Jayanegara dan Suprana, sebaiknya kita berpencar karena Raja Arya belum dapat kita temukan, tapi aku yakin dia belum pergi jauh dari istana!" Birawa berkata setengah berteriak kepada Jayanegara dan Suprana. "Baik Raden!" teriak Jayanegara dan Suprana berbarengan sembari meloncat dari sana. Setelah perginya Jayanegara dan Suprana dengan cepat Birawa berlari kebelakang istana, di pojokan belakang ke arah istal kuda Birawa melihat Arya berusaha meloloskan salah satu kuda di dalam kandangnya. "Arya, sekarang kamu lebih baik menyerah biar aku bisa membunuhmu tanpa rasa sakit!" bentak Birawa kepada Arya dengan suara menggelegar. Raja Arya yang panik dan kaget merasa tidak
Mendengar suara di luar bangunan itu dengan cepat dan lincah Suprana bersama Jayanegara segera melesat keluar menuju sumber suara. Ketika masuk ke dalam mereka mengapit satu orang yang tadi menginjak ranting yang mereka dengar. "Siapa dia Paman?" tanya Birawa melihat orang yang baru datang. "Dia mata-mata kita yang datang melaporkan apa yang dia lihat," jawab Jayanegara dengan cepat. "Baiklah apa yang kamu lihat daei tugasmu prajurit?" tanya Raja Abimayu mendahului. "Raja Arya melepas banyak mata-mata menuju pelosik negeri, bersama dengan beberapa prajurit juga disebar untuk berjaga-jaga," lapor orang itu dengan khidmat. "Baiklah, sekarang kamu istirahan karena tubuhmu pasti lelah setelah melakukan perjalanan, besok kamu bergabung dengan salah satu kelompok kita mengingat kamu pasti menguasai medan yang akan di hadapi," jawab Birawa sambil tersenyum ke arah Prajurit itu. "Terimakasih Pangeran, satu hal lagi setiap prajurit yang