Masih di dalam ruangan kantor. Daniel menatap Sasha, mempelajari ekspresi wajah Sasha yang berubah. Lalu ia memeluk Sasha dari belakang. "Sha, aku tau kamu kurang nyaman dengan Gianna, tapi untuk saat ini, we need her so bad! Do it for LPC, do it for me, please?" tukas Daniel di telinga Sasha, sangat dekat sampai Sasha bisa mencium aroma aftershave milik Daniel. "Well, i have no choice then," sahut Sasha lalu memegang tangan Daniel dan mengusapnya pelan. "Gosh, you turn me on everytime Sha," Daniel mencium leher Sasha, membuat hasrat Sasha mulai tergelitik. Dengan satu gerakan cepat Daniel memutar tubuh Sasha menghadapnya, lalu menyentuh bibir Sasha pelan dan menciumnya dengan lembut. Sasha balas mencium Daniel, tangannya mulai menjelajah pinggang Daniel, mereka mulai sama-sama tak dapat menahan hasrat satu sama lain, namun tiba-tiba. "Whoa Whoa!!! Apakah aku masuk ke ruangan yang salah?!" Gianna berdiri di sana dengan senyum menyebalkan yang membuat Sasha langsung menjauh dari
"Babe, get some rest, kepala kamu pusing kan?" tukas Daniel, tangannya sedang sibuk mencuci ayam di sink cuci piring. Sasha bangkit dari duduknya, berdiri memeluk Daniel dari belakang. "Aku udah enakan kok, aku bantuin masak boleh?" Daniel menoleh mencium kening Sasha, setelah selesai mencuci ayam dan mencuci tangannya, Daniel berbalik badan. "Sha," Daniel memeluk Sasha sambil menciumi rambut Sasha. "Move in with me! Penthouse ini terlalu besar untuk aku sendiri," tukas Daniel, suaranya terdengar sungguh-sungguh. Sasha terdiam, apakah tidak terlalu cepat untuk mereka tinggal bersama? Mereka baru saja benar-benar memutuskan untuk menjalin hubungan kurang dari dua minggu yang lalu. Tapi Sasha sudah sangat nyaman dengan Daniel, ia seperti selalu merasa terlindungi. "Are you sure about this?" tanya Sasha, ia melepaskan pelukan Daniel dan menatap mata Daniel dalam. Daniel memegang kedua tangan Sasha,"I've never been this sure!" suara Daniel terdengar sangat meyakinkan. Membuat Sas
Daniel mengemudi kencang, matanya fokus ke depan, ia sama sekali tak berkata apa-apa. Begitu juga Sasha, yang memilih diam dan berpaling melihat ke jendela mobil. Dalam hati Sasha menggerutu, mereka baru saja menjalin hubungan selama kurang dari dua minggu dan sudah ribut seperti ini. Bagaimana bisa ia mengharapkan hubungan yang langgeng dengan Daniel. Gianna Gianna Gianna! Rasanya Sasha ingin menjambak wanita itu, apa hak dia memperlakukan Sasha seperti itu. Dan mengapa pula Daniel harus membela Gianna! Jangan-jangan ini bukan sekedar tentang LPC, tapi tentang Daniel yang mungkin juga tidak bisa kehilangan Gianna, seperti Sasha tidak ingin kehilangan Raga. Mungkinkah memang seperti itu? Sasha terus berpikir dan berdebat dengan dirinya sendiri, sebentar ia menyalahkan dirinya sendiri namun segera berbalik menyalahkan Daniel. Begitu terus sampai akhirnya ia tertidur kelelahan di tengah kemacetan Jakarta. "I know it's not easy for us Sha, tapi perasaan aku ke kamu itu nyata, rasany
Daniel menunggu Sasha membuka mulutnya, namun Sasha masih terdiam sambil menatap Daniel, seolah sedang menimbang-nimbang. "Why?" tanya Daniel setengah kecewa karena Sasha tidak terlalu terlihat excited. Sasha menghela nafas,"Pernikahan gak semudah itu Dan, apa gak terlalu cepat buat kita melangkah sejauh itu," tukas Sasha hati-hati. Daniel menyandarkan tubuhnya ke dipan,"Why should we wait kalau kita sudah yakin satu sama lain?" sahut Daniel. "Marriage is not only about us, ini melibatkan keluarga kita juga, especially my family, I can't just leave them like that," ujar Sasha pelan. Daniel menatap Sasha penuh tanda tanya, "leave them? What do you mean? Kita hanya akan menikah Sha bukan pergi kamana-mana, we are not going to leave your family," tukas Daniel meyakinkan Sasha. Sasha memegang tangan Daniel, "Take it slow please, step by step. I just, I'm not ready for the marriage thing," pikiran Sasha terbang berputar mengingat Jasmine dan Katia yang masih harus ia besarkan. Haru
"Babe, did you see my phone?" tanya Daniel saat Sasha terbangun. Jam digital menunjukkan pukul 7.00 pagi. Sasha mengernyit silau karena Daniel sudah membuka tirai lebar-lebar. "No, where did you put it?" sahut Sasha parau, ia mengikat rambutnya lalu beranjak menuju kamar mandi. Daniel menggumam tidak jelas. Sampai Sasha selesai mandi Daniel masih mencari-cari ponselnya, "Gak ketemu?" tanya Sasha sambil ikut mencari. Daniel menerawang, mengingat-ingat dimana ia terakhir meletakkan ponselnya. Lalu ia menepuk dahinya, "Astaga! I think I left it in the car!" tukas Daniel tiba-tiba. Sasha hanya menarik nafas, tak habis pikir. "Babe, can you call Gianna, maybe she kept my phone," Daniel menghampiri Sasha yang sedang mengeringkan rambut. "How can I? I don't even have her number," sahut Sasha singkat. Daniel mengernyitkan dahi, "You guys are office mate, kamu harusnya punya nomor dia Sha, just for office matter you know," tukas Daniel datar, tak bermaksud menyinggung Sasha. Sasha me
Sasha : Babe, I'm sorry, I left the office earlier, I need to see Raga, he got an accident. Daniel : Oh God, is he okay? Sasha : I haven't see him yet, I hope he is.Daniel : Should I come? Sasha : Nope, I'm fine. I'll just take taxi to get home. Will text you the update, Love you. Daniel : Okay, take care please. Don't worry Babe, Raga will be alright. Love you more! Sasha memasukan lagi ponselnya ke dalam tas lalu setengah berlari menyusuri lorong rumah sakit menuju ruang rawat inap tempat Raga di rawat. Wajahnya benar-benar pucat, ia sangat takut jika harus kehilangan Raga. "Tante!" pekik Sasha memanggil Ibu Raga yang baru saja keluar dari ruang rawat inap. Ibu Raga menoleh, lalu tersenyum menyambut Sasha. "Tante, gimana keadaan Raga tan? Maaf aku baru sempat kesini," tukas Sasha pelan, belum apa-apa ia sudah ingin menangis. Ibu Raga memeluk Sasha hangat, "Gak pa pa Sha, masuk aja, mumpung Raga belum minum obat. Nanti kalau udah minum obat dia bakal tidur terus," Ibu Raga m
Dua minggu kemudian, seluruh departemen di Luke & Park Communications disibukkan dengan rencana launching produk keuangan baru untuk klien mereka, HBI. Tim Sasha dari Media Department dan Tim Arayi Hilman dari Creative Department sudah berjam-jam berdiskusi di ruang meeting sampai lupa jika jam makan siang sudah berlalu dua jam sebelumnya. Semenantara Daniel dan Tim Gianna sedang sibuk dengan akuisisi klien selanjutnya dari SIB yang merupakan Bank yang berasal dari Singapura. Dua minggu juga sudah berlalu sejak terakhir kali Sasha mengetahui jika Raga mengalami kecelakaan, sejak saat itu sampai detik ini setiap pulang kerja Sasha selalu menyempatkan waktu untuk mengunjungi Raga yang sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Sasha selalu berusaha menghibur Raga karena Raga mungkin akan mengalami tekanan pasca kecelakaan yang menyebabkan kakinya patah sehingga harus menunggu selama delapan bulan hingga satu tahun sebelum ia bisa kembali normal seperti biasanya. Daniel seperti kebanyakan
Hari ini hari Sabtu. Sasha membuka matanya dan tak mendapati Daniel di sisinya. Dengan malas ia berjalan ke kamar mandi, menyikat gigi dan mencuci wajahnya, lalu beranjak menuju dapur dimana aroma omelet tercium dengan nikmat. Di dapur, Daniel terlihat sedang memasak omelet dan nasi goreng untuk sarapan mereka. "Good morning Babe," tukas Daniel saat Sasha memeluknya dari belakang. "Smell delicious!" ujar Sasha sambil melongok nasi goreng kacang polong yang masih belum selesai dimasak. "Of course it is!" sahut Daniel bangga, yang langsung dihadiahi kecupan di pipinya oleh Sasha. Setelah itu mereka menikmati sarapan sambil mengobrol ringan mengenai beberapa hal yang terjadi, sampai akhirnya Daniel mulai menanyakan lagi apakah Sasha bisa ikut datang ke acara reuni Columbia University alumni atau tidak. Sasha menyeruput kopinya pelan, berpikir. Apakah sebaiknya ia mengesampingkan rasa mindernya dan tetap menemani Daniel, atau ia tidak usah ikut saja. Ditambah nanti di sana akan