Sepertinya istriku ingin mengajakku hidup susah. Masak cuma membeli makanan habis lebih dari satu juta. Jumlah segitu bisa dipakai makan sebulan.Sembari menunggu orderan datang, kami pun membahas kerjaan. Aira masih duduk di sampingku sembari main ponsel. Aku tidak bisa menyuruhnya pergi. Karena dia pasti ngambek dan memberi celah Zaki untuk menghiburnya.Menit kemudian orderan datang. Rata-rata makanan dalam porsi besar. Seperti seefood yang dalam porsi berisi kepiting, udang, cumi, dan berbagai jenis kerang. Dia enak, aku rugi banyak.Aira pun membawa makanan itu ke meja makan dan memindahkannya ke berbagai mangkok dan piring."Makanan sudah siap ...!" serunya istriku. Zaki begitu antusias. Dia langsung berdiri dan menuju meja makan paling awal."Wah, mantab, Brow!"Semua temanku sangat menikmati hidangan. Mereka makan dengan lahap. "Vin, kok nggak makan? Puasa?" tanya Angga.Bagaimana aku bisa makan? Kalau otakku terus terbayang harga makanan yang selangit ini. Lama-lama saldoku
Pasca acara selesai. Meja makan seperti kapal pecah. Piring kotor dengan berbagai sisa-sisa tulang, cangkang, berserakan. Bahkan bekas kuah yang menempel di meja sudah seperti lukisan abstrak.Kuperhatikan Aira sedang video call dengan seseorang di dekat daun jendela. Terlihat serius sekali."Teleponan sama siapa?" tanyaku ketika dia berjalan ke arahku."Ibu.""Ada apa lagi? Ibu kesasar atau kecelakaan?""Kamu ya, Mas! Kalau ngomong nggak dipikir dulu. Kamu mendoakan ibuku kecelakaan?""Aku cuma bertanya. Ini siapa yang mau membersihkan?""Ini acara siapa?" Aira bertanya balik. Lalu berjalan menjauhiku."Kamu mau kemana?""Mencari hidayah!" sahutnya tanpa menoleh.Aku bisa saja membentak atau menyuruh Aira membereskan semua ini. Tapi, aku terlanjur menandatangi surat perjanjian itu.Aku mencoba menghubungi ibu mertua. Siapa tahu di kampung halamannya ada yang membutuhkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga. "Hallo, Kevin. Ini Bu Tuti. Masih ingat kan, emak gemoy yang mengambilkanm
"Bagaimana rasanya punya suami yang pelit? Menderita sekali kan? Sudah kubilang, mundur saja. Kevin menikahimu karena kamu gadis kampung yang mudah dikibuli. Hatinya cuma milikku," ujar Selena--mantan kekasihku. Selena memang pernah bicara padaku kalau dia masih mencintaiku. Tapi, aku juga sudah menegaskan kalau aku sudah beristri dan perasaanku padanya saat ini tak lebih hanya sebagai teman. Tapi, aku tak menyangka kalau dia sudah sejauh ini mencampuri rumah tanggaku."Aku menikah dengan Mas Kevin bukan karena hartanya. Kalau demi harta, aku sekarang tidak duduk di sini, Mbak. Pasti sudah pisah dan balik kampung. Mbak perlu tahu satu hal. Bahkan aku sudah minta Mas Kevin untuk melepasku. Tapi dia tak mau melakukan itu. Mbak Selena tahu itu artinya apa? Kita sudah jodoh. Kami menikah karena Allah dan menjalani rumah tangga dalam lindungannya.""Aira ... Aira. Kamu terlalu sombong. Lihat saja, dia akan meninggalkanmu tanpa memberikan sedikitpun harta gono-gini. Karena yang akan mengua
"Mas, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu mendorongku?!" teriak Aira. Bahkan aku tidak sadar jika telah mendorong tubuh kecil itu.Tanganku tiba-tiba saja merasa jijik ketika melihat foto tanpa busana di layar ponsel dengan wajah istriku."Diam kamu! Aku baru tahu kalau kamu tak lebih dari wanita murahan.""Tutup mulutmu, Mas! Atas dasar apa kamu menuduhku seperti itu, hah? Apa Mas lupa siapa yang mengambil kesucianku? Apa Mas lupa siapa yang merobek selaput daraku?" Aira bangun dari ranjang, manatapku cukup intens. Lalu melayangkan tangannya dan mendarat di pipiku. Perih sekali. "Bagaimana rasanya, Mas? Apa matamu sudah terbuka?""Apa maksdumu? Lihat ini!" Kuarahkan layar ponselku padanya."Lihat baik-baik foto itu. Apa Mas tidak dapat membedakan bentuk tubuhku dengan foto tersebut?"Apa iya? Aku pun memperhatikan lagi foto yang dikirim orang tak dikenal itu.."Kebangetan kalau nggak tahu tubuh istrinya," umpatnya. Mata Aira merah."Sebentar. Tapi ini wajahmu kan? Kamu nggak bisa men
"Dapat dari mana baju seperti itu?" Aku menyipitkan mata memindai setiap lekuk tubuh istriku yang semakin terlihat sexi.Aira berjalan berlenggok dan duduk di pangkuanku."Mau tahu baju ini dari mana? Aku beli dari uang hasil menipu orang, Mas!""Hah, yang benar saja.""Iya, menipu suami ketika dia sakit perut.""Apa?!" Aku mendorong tubuh Aira sampai dia terjatuh, "sudah kuduga. Kalau dokter itu nggak meyakinkan. Masak cuma periksa perut habis enam juta. Padahal kalau beli di apotek paling berapa."Aira tertawa sembari megusap-usap panggulnya. Belum apa-apa sudah ada tragedi."Salah sendiri pelit. Uang suami juga uang istri, Mas. Kalau diambil sama yang kuasa baru tahu rasa.""Iya, Maaf! Aku kan cuma antisipasi. Barang kali kamu matre dan berniat menguasai hartaku, lalu meninggalkanku disaat aku lagi sayang-sayangnya."Hari ini menjadi hari yang penuh drama. Meski ada sedikit adegan fisik yang seharusnya tidak terjadi. Tapi semua berakhir dengan indah. Terkadang untuk menyelesailan ma
"Cepat, Mas!" Mata Aira membelalak. Antara kasihan pada Mbak Ummi dan ragu membiarkan istriku menghadapi Selena."Iya, iya. Kenapa musti pingsan to, Mbak? Kalau ramping seperti Aira nggak masalah. Kuperkirakan beratmu mencapai 1kwintal ini, Mbak!" Aku bermonolog sendiri. Malas meletakkan kepala Mbak Ummi di pangkuanku, aku pun cuma menyangga kepalanya dengan tangan bertumpu sofa."Biasanya pintuku memang tak pernah kukunci kecuali jika rumah ini kosong. Tapi, baru kali ada tamu yang tanpa salam langsung nyelonong ke dalam. MUKA TEMBOK!""Ahw!"Aku terkesiap ketika Selena menjerit dan memegangi pipinya."Mbak Ummi, bangun, Mbak! Ada perang badar di rumahku!" Ketepuk-tepuk pipi Mbak Ummi. Tapi dia juga tak sadarkan diri. Aku pun mencari jurus darurat. Yaitu aroma ketiakku yang tajam.Mbak Ummi pun sedikit menggeliat dan perlahan membuka mata. "Ya Allah, ada ada oppa!" Mbak Ummi terkejut dan pingsan lagi. Astaghfirullah, Mbak Ummi. Melihat orang ganteng saja pingsan. Apa lagi melihat h
"Sayang, kamu jangan kejam-kejam sama orang! Kasihan Selena sudah kamu hajar sampai babak belur.""Nggak harus kamu juga kan yang harus mengantarnya pulang, Mas? Aku akan memanggilkan taxi online. Tunggu saja. Sekalian diintrogasi lagi. Barang kali kalau kamu sayang-sayang, dia mau ngaku."Aku menghela napas. Tak habis pikir dengan tingkah istriku yang keras kepala ini. Dia mengajak Mbak Ummi ke belakang. Mungkin dia juga butuh asupan setelah melampiaskan kekesalannya.Tiba-tiba Selena menangis. Tangannya menyentuh tanganku dengan lembut. Tapi sayang, aku tak lagi merasakan kenyamanan seperti dulu."Vin, sampai sekarang aku masih setia menunggumu. Bahkan aku menolak dijodohkan oleh orang tuaku. Kupikir kamu akan memperjuangkan hubungan kita yang sudah dua tahun terjalin. Ternyata kamu justru menikah lebih dulu. Bahkan kamu tak mengundangku. Aku benar-benar kecewa. Selama ini aku bersandiwara joinan bisnis denganmu agar kita bisa selalu dekat dan kamu kembali padaku. Nyatanya, kamu jus
13"1kg satu minggu, Vin? Ya Allah Ya Rabbi. Itu sih takaran makan kucing anakku. Kerja sebulan bisa langsung tinggal tulang aku, Vin. Pantas saja semakin kaya. Makannya sama kucing banyakan kucing," umpat Mbak Ummi.Aira tertawa. "Mas, kita sekarang ber-3. Bukan ber-2 lagi. Jangan pelit-pelit napa? Satu hari setengah kilogram cukup kok.""Terserah deh. Dari pada aku kena pasal dan kehilangan mata."Mbak Ummi pun mengambil beras 0,5 kg untuk sekali masak sesuai arahan istriku. Kali ini aku tidak bisa terlalu banyak protes masalah dapur. Setelah Mbak Ummi mencuci beras dan memasukkan ke dalam race cooker, dia kembali dan membuka kulkas."Masya Allah ...! Aku mimpi atau tidak, Ra? Kulkas kok kosong pelompong nggak ada sayuran," oceh Mbak Ummi. Kemudian membuka pintu freezer. Dia kembali berkata, "Ini juga. Freezer kok nggak ada ikan atau ayam. Aku jadi ragu kalau Kevin orang kaya. Mungkin kamu dikibuli, Ra! Terus apa gunanya dinyalakan coba. Heran. Apa orang-orang kaya memang seperti i