TEMPE GORENG DI MEJA MEWAH MENANTU (Fobia Miskin)

TEMPE GORENG DI MEJA MEWAH MENANTU (Fobia Miskin)

Oleh:  Olin huy  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
3 Peringkat
63Bab
4.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

"Lima belas ribu, Mas? Yang benar saja. Besok kamu tahu kan, kalau ibuku mau datang?" Kedua alis Aira naik ke atas dengan mata melebar.  "Kenapa? Apa ada yang salah? Terus ... kalau orang tuamu datang, kita mau menyambut seperti ratu, menyediakan ikan, daging, udang, cumi, begitu? Kita hidup harus hemat. Nggak peduli siapa yang datang. Bukankah orang kampung juga menyambut tamu dengan hidangan seadanya?"

Lihat lebih banyak
TEMPE GORENG DI MEJA MEWAH MENANTU (Fobia Miskin) Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Najma Syarafana
baru pertama baca novel, udah ketemu sama cerita ini. suka banget
2024-03-17 22:05:24
0
user avatar
Olin huy
Bener, Kak. Jadi gemes ma laki seperti ini
2023-02-12 20:29:05
0
user avatar
Inka Dwi Cendani
ceritanya bagus seperti kisah nyata pada ibu rumah tangga banyak sekali suaminya yang seperti ini
2023-01-26 00:09:38
0
63 Bab
Bab: 1
Besok mertuaku akan datang dari kampung. Ini sangat meresahkan. Jangan sampai dia menginap. Karena, kalau sampai itu terjadi, pengeluaranku bisa membengkak."Ini uang belanja untuk besok pagi.""Lima belas ribu, Mas? Yang benar saja. Besok kamu tahu kan, kalau ibuku mau datang?" Kedua alis Aira naik ke atas dengan mata melebar. "Kenapa? Apa ada yang salah? Terus ... kalau orang tuamu datang, kita mau menyambut seperti ratu, menyediakan ikan, daging, udang, cumi, begitu? Kita hidup harus hemat. Nggak peduli siapa yang datang. Bukankah orang kampung juga menyambut tamu dengan hidangan seadanya?"Mimik wajah Aira langsung berubah ketika aku menyinggung tempat kelahirannya."Kalau begitu belanja sendiri saja, Mas! Zaman sekarang uang lima belas ribu dapat apa? Kamu adalah pengusaha, bos besar. Tapi, untuk urusan perut perhitungannya melebihi pekerja serabutan." Aira masuk ke kamar dan membanting pintu.Dia pikir cari uang itu mudah?! Biarpun usahaku sedang maju, tetap saja hidup tidak bo
Baca selengkapnya
Bab: 2
Usai dipanasi, Aira membawa opor itu ke meja. Tampilannya semakin nikmat ketika ditempatkan pada mangkok kaca bening."Ayo, kalian makan!" Ibu mertua menatapku dan beralih pada istriku.Baru saja tangan mau mendekati opor, Aira berkata, "Mas Kevin tidak suka ayam, Bu. Dia alergi daging. Makanya setiap hari makan tempe."Ck. Tega sekali Aira berkata seperti itu. Demi harga diri tanganku mundur dan mengambil tempe yang kubeli sendiri. Pada akhirnya aku juga yang menghabiskan.Mulutku terus mengunyah lauk berbentuk pipih itu. Sementara mataku fokus menatap istri dan mertuaku. Aku mengambil ponsel di saku celana. Kukirimkan pesan pada kontak Aira, "Sayang, kulihat ayamnya ada lima potong. Jangan lupa sisain buatku, ya!" Aira menyipitkan mata dan melirikku setelah dia membuka pesan yang kukirim. Entah kenapa tatapannya yang dulu meneduhkan berubah seperti macan perempuan yang siap menerkam mangsa."Kalau suamimu setiap hari makan tempe, kamu juga ikut makan tempe, Ra?" tanya Ibu mertua s
Baca selengkapnya
BAB: 3
POV MERTUAAku heran, padahal menantuku adalah orang kaya. Rumahnya besar dan luas. Bahkan meja makan ini juga terlihat mewah. Dirancang dengan finishing glossy, permukaan meja menampilkan lis hitam membingkai bagian kaca tempered. Bagian kaki terlihat mulus menopang dengan kokoh, sedangkan ukurannya tetap space-saving dan bisa menampung sekitar 4-6 orang. Tapi yang tersedia di depan mata hanya kangkung dan tempe goreng. Sangat tidak selaras dengan kenyataan yang ada.Sebenarnya aku juga tidak mempermasalahkan menu tersebut. Tapi, sejak aku masuk ke rumah ini memang terasa ada banyak hal yang putriku sembunyikan.Tidak ada pembantu, kulkas kosong, AC mati. Semua itu tidak umum terjadi di kalangan pengusaha seperti Kevin.Hari ini aku sengaja menginap agar tahu apa yang sebenarnya terjadi pada rumah tangga anakku. Memang orang tua tidak berhak ikut campur dengan masalah rumah tangga anak. Tapi kurasa semua ini tidak benar. Kalaupun mau berhemat, tentu tak separah ini.Setahuku omset me
Baca selengkapnya
BAB: 4
Hari ini istriku telah sukses memerasku. Mana mungkin periksa perut habis enam juta. Lagi pula dia dapat dokter dari mana sih?Nggak meyakinkan.Tapi memang perutku sudah agak baikan setelah minum ob@t yang diberikan istriku. Sayangnya dia tidak memperlihatkan kemasan ob@t tersebut. Entah ia simpan di mana. Dia datang ke kamar cuma membawa gelas panjang serta tiga jenis ob@t berbentuk tablet dan kaplet yang tak kutahu merk-nya."Ini obat apa? Kamu nggak merac*niku kan?" tanyaku sebelum menelan.Aira mengulas senyum dan berkata, "Kalau mau merac*n aku nggak akan memanggilkan dokter. Cukup sian!d@."Tenggorokanku seketika susah menelan ludah. Benar juga."Lagian itu dokter prakteknya di mana sih? Mahal banget. Apa tidak ada dokter yang lebih murah?""Kamu ya, Mas! Masalah kesehatan saja masih perhitungan. Mas tahu sendiri kan kalau sehat itu mahal. Makanya, selagi sehat jangan terlalu memikirkan kantong. Pikir juga isi perut. Setelah sakit baru deh. Kelabakan. Enak kan kalau sakit nggak
Baca selengkapnya
BAB: 5
"Maaf, Pak Kevin! Orderan yang dipesan tidak dapat dibatalkan. Terima kasih!""Heh, tunggu!"Aira ...! Kepalaku rasanya mau pecah. Apakah ini yang dinamakan ujian dalam rumah tangga?Menit kemudian ketika mau mandi bel pintu berbunyi. "Siapa sih, pagi-pagi ganggu saja!" gerutuku.Dari kamar aku ke depan. "Paket, Pak. Totalnya enam ratus ribu!" Pria itu menenteng bungkusan berwarna hitam. Jam segini sudah mengganggu."Paket apa? Aku nggak pernah pesen-pesen begituan! Bawa pulang sana!""Ini adalah baju pesanan Bu Aira. Begini, Pak! Di olshop kami selalu ada perjanjian. Barang yang sudah dipesan dan diantar ke rumah tidak dapat dikembalikan lagi. Aku sudah capek-capek ke sini lho, Pak?""Aku nggak ada anggaran uang untuk barang yang nggak penting seperti itu! Kalau memang itu pesanan Aira, suruh dia yang bayar."Kurir berseragam biru elektrik itu menatapku secara intens. Dia memindai penampilanku dari ujung kaki sampai ke ujung rambut. "Orang kaya kok perhitungan.""Eh, kamu bilang apa
Baca selengkapnya
BAB 6
Aira berjalan menuju nakas. Kemudian mengambil buku dan pulpen. Lalu duduk di ranjang memunggungiku. Entah apa yang dia tulis.Menit kemudian ...Glotak.Buku ia lempar ke punggungku. "Baca!"Aku menoleh. Memegang buku kecil itu. Lalu berkata, "Maksudmu apa melempar-lempar punggunggu dengan buku seperti ini? Apa nggak bisa menyerahkan dengan pelan?" Aira mematung dalam posisi yang sama. Sumpah, aku mati gaya dalam memahami sikapnya. Buat yang masih jomlo, mendingan kalau memutuskan menikah jangan melihat wajahnya yang cantik saja. Tapi cari tahu dulu sifat-sifat buruknya. Karena mengenali pasangan dalam waktu singkat itu sulit."Baca saja, Mas! Tidak buta huruf kan?" Ih. Tanganku memuk*l tanpa menyentuh badannya. Lalu kembali duduk dalam posisi nyaman. Rentetan tulisan tangan berjejer sampai bawah. Gaji rata-rata koki, gaji rata-rata cleaning servis ... seratus ribu/jam? "Apa maksudmu menulis gaji provesi orang? Lagi pula mana ada gaji OG/OB sebanyak itu? Ngarang. Kalau memang ad
Baca selengkapnya
BAB 7
Aku berlari ke luar rumah. Baru sampai di daun pintu sudah terdengar suara cangkulan. Aku menuju sumber suara, dan benar, Aira dan ibu sedang menggali tanah. Aku menatap mereka dari kejauhan dan kuteriaki, "Kalau mau mencangkul di sawah sana!" Aku pun mentertawakan kegiatan istri yang menurutku tak bermanfaat. Mungkin dia mau menanam bunga. Ah, dasar wanita. Sukanya mengerjakan sesuatu yang tak berguna.Aira menoleh padaku. Masih dengan tatapan sini. Bibirnya yang berwarna pink itu tak mengembang sedikit pun. Kalau hubunganku dengan istri seperti ini terus, kapan akan punya keturunan.Aku berjalan cepat mendekati istri dan ibu mertuaku. Wanita paruh baya itu menatapku sembari mengulas senyum. Berbeda sekali dengan putrinya. Akhir-akhir ini sering sekali melipat wajah dan bibirnya."Sudah bangun, Vin? Kalau bisa, bangun tidur sebelum subuh supaya bisa salat subuh," ujar Ibu. Dia memang sering menasehatiku dengan kata-kata yang sama. Andai dia tahu kalau aku bangun kesiangan juga kare
Baca selengkapnya
BAB 8
"Aku tidak percaya lagi padamu. Kamu cuma mementingkan uangmu itu. Tak pernah peduli dengan perasaanku. Aku mau pulang saja."Aku tak bisa hidup tanpamu Aira ...! Entah bagaimana caranya agar aku bisa meyakinkan wanita yang mampu mengambil hatiku.Tak mudah bagiku jatuh cinta pada lawan jenis. Hidupku terlalu monoton. Cuma kerja, kerja, dan kerja tanpa memikirkan apa itu cinta. Tapi ketika mengenal Aira, hidupku terasa lebih berwarna. Kudekap tubuh kecil di hadapanku dan menguncinya dengan kedua tangan. Tak akan kubiarkan istriku pergi begitu saja dari hidupku."Dengarkan aku, aku akan menuruti keinginanmu untuk mencari ART. Tapi beri aku waktu. Karena mencari ART juga harus selekif."Tubuh yang sejak tadi tak bisa diam, meronta, menggeliat seperti ular, dan berusaha lepas dari genggamanku mulai tenang."Aku nggak percaya sebelum ada hitam di atas putih," ujarnya lirih. Aku menghela bafas perlahan, lalu mengeluarkannya. Perempuan sangat ribet. Terpaksa aku mengiyakan dari pada membia
Baca selengkapnya
BAB 9
Mam-pus. Gara-gara berdebat dengan Aira, aku sampai lupa kalau teman-temanku akan datang ke rumah. Aku belum menyediakan jamuan apa-apa."O-oke, Brow!""Jangan lupa teh merahnya. Biar lebih asyik ngobrolnya. Selena juga ikut lho.""Apa?!" Aku menutup mulut karena nada terlalu keras. Aira yang dari tadi cuek langsung menoleh dengan tatapan tajam. Aku pun memunggunginya, tapi tetap bisa kilihat dari sudut mata kalau Aira penasaran. "Kenapa Selena harus ikut? Aku dan istriku sedang tak baik-baik saja. Kamu malah mengajak dia. Kamu mau rumah tanggaku berakhir sekarang juga?" lirih suaraku. Kupastikan Aira tak bisa mendengar."Maaf, Brow. Dia memaksa. Aku bisa apa?"Aku meremas rambutku yang semakin terasa panas."Sebentar lagi kita sampai," seru Zaki.Panggilan diakhiri.Aku membalik badan. Aira berdiri tegap di belakangku dengan tangan dilipat sejajar dada."Sayang, tolong bantu aku kali ini saja. Temanku mau ke rumah." Aku menangkupkan kedua tangan sejajar dada dengan tangan memelas. B
Baca selengkapnya
Bab 10
POV MERTUAMeski cuma sebentar, aku merasa senang karena bisa bertemu dengan putri semata wayangku. Aku bisa melepas kerinduan padanya. Tapi, ada sedikit keganjalan dalam hati ketika mengingat Aira sempat mengeluh ingin pisah dari suaminya.Mudah-mudahan apa yang dikeluhkan oleh putriku bisa segera menemui titik terang. Jangan sampai ikatan pernikahan yang mereka jalankan kandas begitu saja. Setiap pernikahan memiliki ujian sendiri-sendiri. Bisa dari pasangan, orang tua, atau saudara. Dan putriku saat ini diuji dengan pasangannya.Mobil sudah memasuki aspal yang sudah cukup rusak, berlubang sana-sini. Ini artinya sebentar lagi akan masuk ke perkampunganku. Kulihat kanan-kiri jalan hanya ada pohon jati dan ilalang. Berbeda jauh keadaannya dari kota yang baru saja kuinjak. "Wah, Bu Aminah sudah pulang!"Tetangga menyapaku ketika mobil bak melintas di depan rumah pemilik warung.Aku hanya mengulas senyum pada wanita-wanita seumuranku itu. Mereka memang tidak ada kerjaan lain selain me
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status