"Mas, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu mendorongku?!" teriak Aira. Bahkan aku tidak sadar jika telah mendorong tubuh kecil itu.Tanganku tiba-tiba saja merasa jijik ketika melihat foto tanpa busana di layar ponsel dengan wajah istriku."Diam kamu! Aku baru tahu kalau kamu tak lebih dari wanita murahan.""Tutup mulutmu, Mas! Atas dasar apa kamu menuduhku seperti itu, hah? Apa Mas lupa siapa yang mengambil kesucianku? Apa Mas lupa siapa yang merobek selaput daraku?" Aira bangun dari ranjang, manatapku cukup intens. Lalu melayangkan tangannya dan mendarat di pipiku. Perih sekali. "Bagaimana rasanya, Mas? Apa matamu sudah terbuka?""Apa maksdumu? Lihat ini!" Kuarahkan layar ponselku padanya."Lihat baik-baik foto itu. Apa Mas tidak dapat membedakan bentuk tubuhku dengan foto tersebut?"Apa iya? Aku pun memperhatikan lagi foto yang dikirim orang tak dikenal itu.."Kebangetan kalau nggak tahu tubuh istrinya," umpatnya. Mata Aira merah."Sebentar. Tapi ini wajahmu kan? Kamu nggak bisa men
"Dapat dari mana baju seperti itu?" Aku menyipitkan mata memindai setiap lekuk tubuh istriku yang semakin terlihat sexi.Aira berjalan berlenggok dan duduk di pangkuanku."Mau tahu baju ini dari mana? Aku beli dari uang hasil menipu orang, Mas!""Hah, yang benar saja.""Iya, menipu suami ketika dia sakit perut.""Apa?!" Aku mendorong tubuh Aira sampai dia terjatuh, "sudah kuduga. Kalau dokter itu nggak meyakinkan. Masak cuma periksa perut habis enam juta. Padahal kalau beli di apotek paling berapa."Aira tertawa sembari megusap-usap panggulnya. Belum apa-apa sudah ada tragedi."Salah sendiri pelit. Uang suami juga uang istri, Mas. Kalau diambil sama yang kuasa baru tahu rasa.""Iya, Maaf! Aku kan cuma antisipasi. Barang kali kamu matre dan berniat menguasai hartaku, lalu meninggalkanku disaat aku lagi sayang-sayangnya."Hari ini menjadi hari yang penuh drama. Meski ada sedikit adegan fisik yang seharusnya tidak terjadi. Tapi semua berakhir dengan indah. Terkadang untuk menyelesailan ma
"Cepat, Mas!" Mata Aira membelalak. Antara kasihan pada Mbak Ummi dan ragu membiarkan istriku menghadapi Selena."Iya, iya. Kenapa musti pingsan to, Mbak? Kalau ramping seperti Aira nggak masalah. Kuperkirakan beratmu mencapai 1kwintal ini, Mbak!" Aku bermonolog sendiri. Malas meletakkan kepala Mbak Ummi di pangkuanku, aku pun cuma menyangga kepalanya dengan tangan bertumpu sofa."Biasanya pintuku memang tak pernah kukunci kecuali jika rumah ini kosong. Tapi, baru kali ada tamu yang tanpa salam langsung nyelonong ke dalam. MUKA TEMBOK!""Ahw!"Aku terkesiap ketika Selena menjerit dan memegangi pipinya."Mbak Ummi, bangun, Mbak! Ada perang badar di rumahku!" Ketepuk-tepuk pipi Mbak Ummi. Tapi dia juga tak sadarkan diri. Aku pun mencari jurus darurat. Yaitu aroma ketiakku yang tajam.Mbak Ummi pun sedikit menggeliat dan perlahan membuka mata. "Ya Allah, ada ada oppa!" Mbak Ummi terkejut dan pingsan lagi. Astaghfirullah, Mbak Ummi. Melihat orang ganteng saja pingsan. Apa lagi melihat h
"Sayang, kamu jangan kejam-kejam sama orang! Kasihan Selena sudah kamu hajar sampai babak belur.""Nggak harus kamu juga kan yang harus mengantarnya pulang, Mas? Aku akan memanggilkan taxi online. Tunggu saja. Sekalian diintrogasi lagi. Barang kali kalau kamu sayang-sayang, dia mau ngaku."Aku menghela napas. Tak habis pikir dengan tingkah istriku yang keras kepala ini. Dia mengajak Mbak Ummi ke belakang. Mungkin dia juga butuh asupan setelah melampiaskan kekesalannya.Tiba-tiba Selena menangis. Tangannya menyentuh tanganku dengan lembut. Tapi sayang, aku tak lagi merasakan kenyamanan seperti dulu."Vin, sampai sekarang aku masih setia menunggumu. Bahkan aku menolak dijodohkan oleh orang tuaku. Kupikir kamu akan memperjuangkan hubungan kita yang sudah dua tahun terjalin. Ternyata kamu justru menikah lebih dulu. Bahkan kamu tak mengundangku. Aku benar-benar kecewa. Selama ini aku bersandiwara joinan bisnis denganmu agar kita bisa selalu dekat dan kamu kembali padaku. Nyatanya, kamu jus
13"1kg satu minggu, Vin? Ya Allah Ya Rabbi. Itu sih takaran makan kucing anakku. Kerja sebulan bisa langsung tinggal tulang aku, Vin. Pantas saja semakin kaya. Makannya sama kucing banyakan kucing," umpat Mbak Ummi.Aira tertawa. "Mas, kita sekarang ber-3. Bukan ber-2 lagi. Jangan pelit-pelit napa? Satu hari setengah kilogram cukup kok.""Terserah deh. Dari pada aku kena pasal dan kehilangan mata."Mbak Ummi pun mengambil beras 0,5 kg untuk sekali masak sesuai arahan istriku. Kali ini aku tidak bisa terlalu banyak protes masalah dapur. Setelah Mbak Ummi mencuci beras dan memasukkan ke dalam race cooker, dia kembali dan membuka kulkas."Masya Allah ...! Aku mimpi atau tidak, Ra? Kulkas kok kosong pelompong nggak ada sayuran," oceh Mbak Ummi. Kemudian membuka pintu freezer. Dia kembali berkata, "Ini juga. Freezer kok nggak ada ikan atau ayam. Aku jadi ragu kalau Kevin orang kaya. Mungkin kamu dikibuli, Ra! Terus apa gunanya dinyalakan coba. Heran. Apa orang-orang kaya memang seperti i
Menit kemudian Mbak Ummi datang menenteng kerupuk."Lho, mana telurnya, Mbak?" tanyaku penasaran."Ini ada di dalam plastik."Mbak Ummi meletakkan plastik di meja tamu. Karena aku dan Aira sedang bersantai di situ."Lho, kok cuma empat butir? Aku kan memberi uang untuk 1kg telur."Mbak Ummi mengulas senyum. "Maaf, Vin! Tadi di jalan Mbak melihat es warna-warni ada bulat-bulat seperti cendol dawet. Mana tenggorokan kering. Jadi, Mbak mampir dan beli dulu. Terus, sisa uangnya baru buat beli. Maaf, Vin. Anggap saja itu sedekah buat Mbak."Gigiku gemeretak. "Sayang, kamu lihat dia ...! Sepertinya aku sudah nggak kuat untuk mempekerjakan Mbak Ummi. Ini baru sehari lho. Tapi kamu lihat kelakuannya?"Aira mengedikkan bahu. "Kurasa sikap Mbak Ummi masih wajar.""Ya sudah, aku ke belakang dan masak dulu." Mbak Ummi meninggalkan kami. Mbak Ummi ke belakang. Perlahan aroma harum menguar dari dapur. Sepertinya wanita itu memang pandai memasak. Bisa dilihat dari bentuk tubuhnya. Pasti apa saja mas
Kalau aku mengundurkan diri, itu namanya mempermalukan diri. Sedangkan aku dan Aira di awal sudah setuju. Seperti pada pembahasan, kami akan membawa pasangan masing-masing. Kami akan berangkat menggunakan mobil pribadi. Tapi aku memilih nebeng pada mobil Angga. Setidaknya dia tidak cerewet seperti Zaki. Biar lebih irit tak keluar bensin."Ayo siap-siap, Sayang!" Aira hanya berdiam diri ketika aku sibuk memasukkan baju ke dalam koper, "katanya mau bulan madu!""Kalau ada Selena namanya bukan bulan madu, Mas! Tapi bulan merah.""Terus bagaimana?""Aku mau di depan Selena kamu bersikap menjadi laki-laki paling romantis sedunia dan aku menjadi wanita paling beruntung sedunia, supaya Selena kepanasan," ujar istriku."Berat.""Kok berat?"Ah, nggak. Maksudnya barang bawaan kita cukup berat."***"Mbak Ummi jaga rumah, ya!. Kunci semua pintu. Jangan sampai ada maling masuk. Tapi di sini aman kok. Di pintu gerbang masuk komplek dijaga ketat."Kalian mau kemana?" Mbak Ummi yang saat ini sudah
"Awas ya, Mas! Jika sampai kamu ketahuan selingkuh dengan Selena dan dia terbukti kamu hamili, sesuai surat perjanjian yang sudah kita sepakati, semua asetmu akan menjadi milikku," ucap Aira lantang di dalam kamar hotel.Acara di tepi pantai belum selesai, tapi karena suatu hal jadi bubar. Aira pun ngambek nggak mau bicara selama di dalam kamar. Kalau tahu akan jadi seperti ini, lebih baik aku tidak ikut. Percuma bayar mahal-mahal kalau akhirnya seperti ini.Kami tidur saling memunggungi. Aira kusentuh pun menjauh. Malam yang seharusnya romantis dan menjadi malam terindah bulan madu kami terasa memilukan. "Hallo, Brow! Bagaimana tidur kalian? Nyenyak kan?" sapa Zaki di tepi kolam renang sekitar hotel."Memuaskan!" sahutku. Meski sebenarnya malamku terasa garing. Tapi, karena yang bertanya laki-laki penggoda istriku, terpaksa aku berbohong.Dari sudut mata kulihat Zaki tertawa. Kuyakin dia mentertawakanku. "Selena beneran hamil nggak sih?" tanyaku penasaran."Nggak tahu. Aku nggak p