Share

Bayang Duka

Aku terdiam,pandanganku lurus kedepan.

Memandang senja yang tampak indah terbingkai dari balik jendela kamar.

Kamar gelap penuh kesunyian kontras dengan indahnya pemandangan yang dilukiskan alam.

Senja

        Olehku yang berduka

Hai senja

Warnamu indah

Oren kemerahan

Memberi semangat juga kehangatan

Cahayamu memberi ketenangan

Untuk hatiku

Yang mengharu biru

Hai senja

Kau mengantarkan cahaya kehidupan

Mengawali kegelapan malam

Mengantar makhluk

Ke peristirahatan

Hai senja

Lihatlah

Aku terdiam

Memandangmu

Dengan luka

Senyumku hilang

Melayang

Terbawa kegelapan

Terbang bersama kebahagiaan

Melayang

Tinggi ke awan

Hai senja

Teruslah bersinar

Hingga peraduan

Dan aku kembali bahagia

“Hai sayaaaaaang”sapa suara familiar jauh dari balik jendela melambai-lambai penuh kebahagiaan.Wajahnya berseri,ketika mendapati aku menoleh melihat kearahnya tersenyum dan melambai.

“Sudah pukul 5 sore”pikirku tersenyum sinis sendiri.

Ternyata waktu begitu cepat berlalu ketika kita sibuk dan hanya peduli sama rasa yang kita rasakan.Hari ini aku tak bermanfaat,waktu ku habis hanya untuk melamun dan  memandang alam.Luka dihati membuatku  enggan bergerak sekedar keluar kamar,makan atau menjalani rutinitas seperti biasa.

“Assalammualaikum..”ucapnya memberi salam.Wajahnya cerah meski baru kembali dari rutinitas bekerja seharian.Ia tampak bahagia berbanding terbalik dengan keadaanku yang dirundung duka.

“Waalaikumsalam..”jawabku tersenyum berusaha menjalankan peranku sebagai istri dengan baik meski dalam kungkungan kesedihan luka dan kegamangan hati.Kuraih tangannya kucium penuh bakti.

“Ya tuhan tunjukanlah jalan terbaik atas masalahku”doaku dalam hati.

“Masih sedih ya?”Tanyanya ketika kami saling berpandangan.

Aku kembali terdiam tak berniat menjawab,kembali memandang lurus kedepan.Saat itu lah ku dengar ia menghela nafas menahan kekesalan.

“Gimana kabar bunda hari ini?sudah minum obat?”tanyanya lagi tak ku hiraukan.

“Sudah minum obat belum?”tanyanya sekali lagi mendekatkan tubuhnya lalu  memeluk  erat dari belakang.

Aku dapat merasakan hembusan nafas dan wangi tubuhnya.Sebenarnya aku rindu padanya,rindu kasih sayangnya,tapi luka ini membuatku enggan melakukan apa-apa.

Aku hanya ingin diam berpikir dan merenungkan segala kemungkinan yang harus ku hadapi.

Kami terdiam bersama dalam pikiran masing-masing,ia masih asik memeluk sambil menciumi pucuk kepala dari belakang.Kami bersama memandang keindahan senja dikejauhan.

“Keluar yuuk!”ajaknya memecah kesunyian.

“Ayah pengen makan bakso deh,yuuk!”ajaknya lagi,dibalikkan tubuhku menghadapnya,wajahnya mendekat mengadu kening hingga hidung kami saling bersentuhan.Ia menunjukan tulus kasih sayangnya.

“Keluar yuuk!”ajaknya sekali lagi ku balas dengan senyuman.

“Bunda mau makan apa??”tanyanya seraya mencium lembut kedua tanganku penuh sayang.

Hatiku bergetar ingin kembali menangis aku bahagia tapi aku takut menghadapi kenyataan yang ada.

“Tuhan bisakah aku bahagia..??”tanyaku dalam hati.

“Sementara duri tajam telah menunggu sepanjang perjalanan rumahtangga yang baru ku bangun,pondasi ku belum juga terbangun tapi badai sudah menerjang dan menghancurkan disainnya"

“Yuuuk..!”ajaknya merangkul tubuhku jalan beriringan menuju dunia luar.Aku tau ini adalah caranya menghiburku keluar dari kesedihan yang mendera.

“Vi,mau kemana??”tanya sang ibu mertua,saat melihat kami keluar dari kamar bersiap akan pergi.

“Mau makan bakso Bu”jawabnya santai.

“Emang gak cape?baru pulang udah mau keluar lagi”cerocosnya judes melirik aku diam tak bereaksi.

"Kenapa gak makan dirumahkan aja si?ibu udah masuk banyak,makanan kesukaan kamu seperti biasa"

"Boros makan diluar terus"lanjutnya mendelik.

“Orang mah suami pulang disambut,dikasih minum disiapin makan bukanya dikamar bae”katanya kemudian nadanya penuh ketidaksukaan.

“Bukanya disambut disiapin makan malah diajak keluar,gak tau orang cape baru pulang kerja apa?”cerocosnya sukses membuat ku makin terluka.Aku diam tak berkata ku pertahankan emosi agar tak menjawab ocehannya yang lagi-lagi melukai dada.

“Avi yang ajak Bu,bukan Denda..”jelasnya pada sang Ibu sukses membuat sang ibu diam.

“Ibu emang gak mau bakso,udah lama loh kita gak makan bakso..”lanjutnya lagi.

"Soal makanan yang ibu buat,tenang aja nanti juga abis"

"Keluarga kita kan banyak bukan Avi doang"

“Avi berangkat ya Bu!”ijinnya menyalami.

“Nanti Avi bungkusin yang spesial buat ibu”katanya berlalu.

"Kalo yang lainnya mau,wa aja pesanannya!"

“Berangkat ya Bu..”kataku ikut menyalami.

“Jangan dikamar bae,kamu tuh istri bukan perawan lagi..harus tau diri”katanya makin ketus bicara

“Apaaan si Bu..”kata suamiku membela namun kutahan dengan menarik tangannya mengisyaratkan dia untuk diam.Aku tak mau dikatakan sebagai istri yang berlindung di ketiak suami.

“Iya Bu..”jawabku berlalu,mengiringi langkahnya menuju mobil yang terparkir didepan rumah.

Inilah salah satu alasan yang aku takutkan ketika hubungan dibangun di atas kebencian.Keduanya hanya akan saling menyakiti dengan kata-kata atau tindakan,yang satu akan selalu terluka setiap kali yang lain bahagia dan akan bahagia ketika yang lain terluka.Celakanya aku adalah tipe pendiam yang hanya akan mengalah tanpa berani membalas karena Ilmu agama dan ajaran orang tua.Ditambah lagi dia adalah orang tua.

Aku akan bertahan dengan luka-luka yang ada dan ketika keadaanya sudah tak terkendali aku akan menjadi bom waktu untuk diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Semua akan hancur dan dapat akibatnya.

“Ya Tuhan,”kataku menghela nafas.

“Kenapa gak biarin ayah ngebelain si Bun?”tanyanya ketika kami sudah berada didalam mobil,wajahnya merah tanda marah,ia kesal sanggaat kesal ini kedua kalinya aku menghalangi  langkahnya untuk membelaku didepan orang tua atau keluarganya.

Mobil berseru,bersiap melaju keluar komplek,menuju lokasi yang kami tuju.Aku diam tak menjawab pertanyaannya aku malas berdebat perdebatan tiada akhir.

Setidaknya biarlah ini berjalan sampai aku dapat memantapkan hati untuk pilihan yang akan ku jalani.

Aku masih bingung harus melanjutkan atau mengakhiri pernikahan ini.

Harus cerita sama orang tua atau diam saja biarkan semua terjadi dan berlalu seiring waktu.

“Bunda..”panggilnya

“Bunda..”panggilnya lagi

“Sampe kapan bunda mau sedih terus??”tanyanya masih sibuk dengan kemudi ditangannya.

Sesekali  ia menoleh memastikan aku lawan bicaranya menanggapi.

“Lihat kan,Ibu tetap bahagia..tetap dengan rutinitasnya!”

"Tetep dengan prilakunya yang ketus dan menjengkelkan"

“Gak ada yang berubah,jangankan mikirin peduli aja gak..”

“Hanya kamu yang tidak bahagia disini,hanya kamu yang terus berpikir hanya kamu yang murung”katanya suaranya payau terdengar namun aku merasakan amarah dalam nada suaranya.

“Pernikahan ini untuk kita Bun..”

“Kita yang menjalani pernikahan ini”

“Bukan ibu,keluarga kamu,keluarga ayah atau orang lain”

“Ini pernikahan kita,kita yang harus bahagia didalamnya.Gak ada yang bisa memberikan kebahagian kecuali kita sendiri.”katanya menjelaskan.

“Bunda minta ayah buat jangan ikut campur,apalagi sampe menegur Ibu soal kabar yang kamu dengar,padahal ayah bisa selesain ini semua.Ayah bahkan bisa buat ibu minta maaf sama kamu"

“Tapi kamu gak ngebolehin itu ..kamu bilang itu gak tulus nantinya.”

“Kamu bilang itu hanya akan menambah kebencian diantara hubungan kamu dan Ibu."

"Ayah sudah ikut mau kamu,Ayah gak ikut campur masalah kamu tapi lihat apa yang ayah dapet??"

“Kamu terus begini,murung sedih tak bergairah,jangankan untuk bercanda senyum pun gak.”

“Ayah sedih ngeliat kamu begini terus”

"Ayah rindu istri ayah yang manis,ceria dan penuh canda"katanya menjelaskan. Ia tampak kesal,karena permintaanku membuatnya tak bisa berbuat banyak.

“Kerumah mama yuuk!”ajakku ia menoleh kebingungan.Senyumnya datar sinis dan alisnya berkerut tanda tak mengerti.

“Kita makan bakso yang didekat sana aja,bungkus baksonya terus bawa kerumah Mama.”kataku tak peduli reaksinya.Ia tak menjawab tapi laju mobil menuju arah yang ku minta.

“Maaf sayang,bunda butuh waktu sebentar lagi...!” kataku dalam hati.

"Bunda butuh waktu untuk memilih"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status