Aku terperanjat kaget mendapati segudang hadiah memenuhi ruangan
Bunga,baju,sepatu,parpum,hingga Daleman ku dapatkan. Dari dia suamiku tercinta yang sedang sibuk bekerja...
Ini hari ke tiga bulan madu kami,dan ternyata diisi dengan aku termenung seorang diri,karena dia sang suami sibuk dengan aktivitas nya sendiri.
“Pantaslah ia begitu terburu-buru mengajakku berbulan madu,ternyata jadwal pekerjaannya sudah menunggu “kataku pagi tadi ketika dia berpamitan.
Aku tak menyangka pilihanku kemarin akan aku sesalkan hari ini,aku terjebak disini,dikamar hotel seorang diri,hanya dapat menatap keluar jendela dengan secangkir kopi yang menemani.
Hujan
Sejuk menyergap
Bersandar bersama kedatanganmu
Hujan sunyi kudapat
Bersama heningnya malam
Dalam relung terdalam
Hujan
Rintikmu bagai bui dilautan
Membasahi bumi yang kehausan
Hujan
Indahnya malam
Bertabur cahaya
Lampu jalan
Hujan
Aku sendirian
Menanti dia
Yang hidup dalam bayang pekerjaan
“Heeeeeeeehm...”
Aku tak menyangka pilihanku menghabiskan waktu 2 hari kemarin dikamar hotel menikmati kenikmatan dunia akan ku sesali saat ini.
“Tau begini,aku pasti akan membuat jadwal padat untuk berkeliling Bali..”gerutuku
“Ya tuhaaan,maafkan aku jika belum bisa jadi istri yang baik..tapi aku kesaaaaaal “kataku kemudian sedikit berteriak menengadahkan kepala ke atas berbicara dengan sang pemilik hidup.
“Rooom service “ teriak seseorang dibalik pintu.
“Ooowh ya ampuuun ..”gerutuku malas melangkah ke pintu,sudah kesekian kalinya tamu yang mengetuk pintu kamarku adalah pelayan kamar.
“Apalagi kali ini “ kataku malas
“Tok..tok..tok...room service “katanya lagi
“Sebentar..”jawabku bersiap memastikan pakaianku normal dan tertutup rapat.
“Iya mas...”Kataku ramah
“Layanan kamar Bu,apakah kamarnya mau dibersihkan..apakah ada yang dibutuhkan..?”tanyanya kemudian
“Ooh,tidak mas,terimakasih..kamarnya masih bersih..besok saja dibersihkan ya..dan terimakasih juga tapi saya tidak butuh apa-apa saat ini ..”jelasku berbicara.
“Kok laki2 ya..”pikirku dalam hati padahal sejak kemarin semua pelayan yang melayani ku perempuan,dan lagi penampilan pelayan ini aneeeh..dengan topi hitam menutupi wajahnya.
“Kalau begitu,apakah kamar mandinya mau dibersihkan..”tanyanya lagi membuatku semakin heran.
“Kok maksa ..”pikirku dalam hati aku menjadi takut,ku perhatikan lorong hotel sepi tanpa seorangpun,akupun beringsut semakin merapatkan pintu menyisakan kepala yang hanya keluar sedikit kemudian menyantelkan rantai pengaman pintu takut pelayan ini memaksa menerobos masuk.
“Bagaimana Bu,apakah kamar mandinya ada masalah atau mau dibersihkan..”tanyanya lagi.
“Tidak pak,terima kasih..terima kasih atas pelayanannya tapi saya tak butuh apa-apa ?”kataku
“Permisi,silahkan ke kamar yang lain..”kataku hendak menutup pintu,belum juga pintu tertutup dengan sempurna tiba-tiba setangkai bunga mawar beringsut masuk kedalam.
“Soory sayang ...”kata seseorang yang pamiliar.
“Maaaf..”lanjutnya lagi membuatku mengurungkan niat menutup pintu,mengintip dan memastikan bahwa pemilik suara itu adalah dia yang sejak pagi ku tunggu kedatangannya.
“Sorry,..”katanya sambil memegang setangkai bunga mawar sementara tangan yang satunya menjewer kuping bawahnya sendiri,khas pemain drama Korea..sementara seseorang yang sejak tadi membuatku takut berdiri disampingnya sambil menahan tawa.
Alisku terangkat
“Ini permainannya “pikirku Seketika kesal memenuhi dada.
Aku diam tak menjawab,beringsut membuka pintu setelah memastikan pakaianku tertutup.
“Sorry..”katanya lagi tak ku pedulikan aku beranjak pergi kembali ke posisi awal termenung di dekat jendela dengan segelas kopi,ku dengar kicauan diluar sana.
“Kan apa gua bilang,mana ada cewe gak marah kalo dikerjain kayak gitu..lu yang nyuruh y..bukan salah gue..udah ya,gua balik...gue gak mau kena sasaran amuk”
“Gak jadi mampir..”
“Gak deh,gak enak gua ama teteh..lain kali aja di kondisi yang menyenangkan “
“Oke deh,thank ya..”
“Siiiip..inget jangan kasar,jangan jadi dia kalo lagi ngadepin istri loe “lanjutnya lagi aku keheranan.
“Kenapa sahabatnya ngomong gitu ya ?”pikirku dalam hati.
“Sayaaaang,bunda ayaaaaah...”panggilnya setelah menutup pintu
“Ikh,ngambek nih ceritanya...”lanjutnya lagi mencium kepalaku
“Ayah,mandi dulu y..”katanya kemudian meninggalkanku yang sedang emosian
“gak peka banget si,bukanya diBae-in dulu ...”gerutuku sebal
Hai hujan
Lihat lah diriku
Aku menunggu
Menanti dengan ragu
Dia yang membelenggu
Dalam ruang kelabu
Hai hujan
Lihatlah diriku
Yang terbelenggu
Rentang waktu
Hingga ragu
Mengharu biru
Hai hujan
Aku tau
Tak penting bagiku
Merajuk
Karna Hidup
Bukanlah soal waktu
“haaaaaaaaaah...ya sudahlah “pikiirku merapikan diri dan ruangan,memojokkan tiap hadiah agar tak memenuhi ruang tidur tempatku dan dia merebahkan diri.
“Kruyuuuuuuuk..”
“Looh,aku lapar ternyata..”kataku Ternyata aku keasikan melamun sampai melupakan waktu makan malam ku
“hahhahha..”ku tertawa sendiri seraya memegangi perut yang tak henti bersuara.
“Laper ya...”tanya seseorang yang baru saja mandi,harumnya memenuhi seluruh ruangan..aroma maskulin dengan harum sampo dan sabun khas bunga Kamboja membuatku terbuai..dada bidangnya terbuka membuatku bersemu malu.
"Aku rindu dada itu.."pikirku
“Sayang ayah sudah mandi,?”tanyanya ku jawab anggukan
“Iiikh,masih kesal rupanya..”lanjutnya lagi mendekat kemudian memeluk sambil menggelitik pinggang.
Aku terperanjat kemudian tertawa terbahak-bahak.
Ia terus melakukan itu,mengejar setiap kali aku berlari menghindar.
Ruangan yang senyap mendadak riuh tawa karena kejahilannya.
Aku menyerah dalam pelukannya sambil terengah-engah.
“Masih marah ?” tanyanya kujawab dengan gelengan.
“Serius,sudah gak marah “katanya lagi
“Iya sayang,bunda sudah gak marah “jawabku memegang wajahnya kemudian mengecup singkat bibirnya.
“Boleh gak kita makan,bunda laper banget..”pintaku memeluknya aku malu karena sudah berani melakukan itu.
Aku malu telah mengecup bibirnya.
“Baiklah sayang,ayo bersiap..”katanya.
“Mau makan di resto hotel atau di luar hotel “tanyanya lagi.
“Diresto dalam hotel aja,bunda tau ayah capeee..”kataku.
“Terimakasih sayang..”katanya kembali mengecup pucuk kepalaku.
“Sekali lagi maaafin ayah y..”katanya kemudian pergi meraih pakaian dan hilang dalam ruangan.
Hatiku terenyuh
Ada nada berat penuh penyesalan didalam kata maafnya tadi.
Ada kata tersirat yang sepertinya mengandung arti lain dari yang terjadi.
Hatiku bertanya
Menggelitik membisikan sesuatu
Ada sesuatu yang sepertinya disembunyikan namun aku tak berani bertanya.
Aku percaya semua hanya kegelisahan semata,aku berharap hanya itu saja.
“Ayooo..! "ajaknya.
“Woooow..”kataku meraih ajakannya penampilannya santainya membuatku takjub tak percaya.
Malam pun berlalu dengan liburan Memabukkan,dia sungguh pandai menyenangkanku.
Aku sangat takjub padanya dalam memenejement waktu.
Aku tak menyangka meski sibuk bekerja seharian dia mampu membuat semua kejutan ini demi menyenangkanku,menebus rasa kesepian ku.
Makan malam romantis dengan lagu yang menemani dan hanya ada kami di balkon resto,makanan sedap menggugah selera lengkap dengan pemandangan kota yang gemerlapan dilengkapi harum udara khas berbaur dengan sisa hujan.
Meski tak saling bicara makan malam penuh keheningan ini mampu mengobati penatku terkurung seharian.
“Makasih sayang..meski aku tau lelah sedang menyergap seluruh ragamu tapi kau tetap berusaha menyenangkanku “tulisku dalam secarik memo mengembangkan senyum di bibirnya yang sejak tadi rapat menyatu.
Ia mengangguk menggenggam tanganku dengan sayang.
Terimakasih tuhan
Cintaku dia
Meski diam
Aku tau dia
Selalu ada
Untukku
Bab 23 Menantu Baru Sudah dua Minggu, suamiku meninggalkan rumah sejak malam itu. Meski selalu memberi kabar, tapi hatiku merasa gersang sejak kepergiannya.Sebuah notifikasi muncul memendar sinar pada gawaiku, dari SMS banking yang menyatakan bahwa rekeningku menerima uang sebesar sepuluh juta.[ bunda ....Itu uang modal untuk bisnis bunda ... Di pikirin baik-baik mau bisnis apa, tapi sebelum mulai kasih tahu ayah dulu ya! ] Tulisnya kemudian memberikan emoticon penuh cinta [ Oh iya, Alhamdulillah Ibu baik-baik saja. Cuma kelelahan dan darah tingginya kambuh.Sekarang sudah di rawat di rumah sakit.] Mengirimkan gambar Selfi dirinya dengan background ibu mertuaku yang terbaring di rumah sakit. [ Terima kasih ya ayah.] Balasku untuk pesan pertamanya, yang segera dibalasnya dengan emoticon cinta.
Bab 22Awal Petaka Siang itu suamiku berubah, begitu memanjakan ku. Dibujuknya aku yang sedang merajuk dengan beragam cara, termasuk mengajak keluar rumah. Kami berkeliling ke taman, mall dan rumah makan yang menjual makanan favoritku. Ia bahkan mematikan gawainya sepanjang waktu. Aku menikmati semunya, tapi hatiku masih terus merasa tak tenang.“Sudah dong marahnya istri ayah, ayah kan sudah minta maaf!” pintanya saat kamu dalam perjalanan pulangAku tersenyum, menatap matanya.‘Ya Allah, tunjukan padaku jika ada sesuatu yang salah, aku ikhlas menerima segala ketentuan-Mu ya Allah.” Doaku dalam hati, mengangguk menjawab pintanya.Ia tersenyum, sambil kembali mengendarai mobil meraih sebelah tanganku dan mengecupnya.Ada desir aneh dalam hatiku saat itu juga.“Oh iya yah, bunda mau ngomong sesuatu ....”tanyaku menoleh padanya.“Mau ngomong apa? Ngomong aja sayang!” jawabnya, sebelah
Bab 21 Merajuk Aku bangun pagi-pagi sekali, menunaikan kewajiban ibadah kemudian sibuk dengan gawaiku di samping jendela kamar.Sudah jadi kebiasaanku, saat hati ini gundah aku akan duduk termenung di depan jendela. Memandang alam dari bingkai sempit yang menghalangi pandangan.Waktu menunjukkan pukul enam pagi, sudah waktunya suamiku bangun. Tak ingin bertemu pandang pagi ini, aku bangkit hendak meninggalkan kamar saat gawainya berdering singkat, pertanda masuknya sebuah pesan.[Mas bangun, sudah pagi. Ayo Shalat sayang!]Bunyi pesannya, tertera dilayar depan. Membuat alisku terangkat. “Sayang?” pikirku masih bingung dengan kata terakhir yang tertulis.[Mas, ikh ... Sejak semalem pesanku tidak pernah dibalas.] Aku masih menatap layar gawai suamiku, nyeri di hati. Takut menghadapi kenyataan pahit yang akan hinggap dalam rumah tangga ini.Pikiran ku melayang, membayangkan sesuatu y
Bab 20Bentak“Yah,” kataku riang menyambut kedatangan suamiku yang baru saja kembali kerumah.“Hai,” jawabnya mengecup pucuk keningku, sejenak setelah aku menyalami tangannya.Ini pertama kalinya bagiku, menjalani tugas istri di rumah baru kami. Aku sudah pulih, meski belum bisa mengerjakan seluruh pekerjaan rumah, terutama pekerjaan berat, tetapi aku sudah mulai memasak, menyiapkan masakan seperti yang bisa aku lakukan saat di rumah mertuaku dulu.“Gimana kabar Bunda?” tanyanya merangkul tubuhku seraya mengajak duduk di sofa ruang tamu.“Baik,” jawabku tersenyum, memandang wajahnya lalu berjongkok dan melepaskan sepatunya yang terpasang.“Terima kasih ya!” katanya mengusap lembut kepalaku.Tak ada yang aneh, ia tetap mesra seperti biasa ... Tetapi entah mengapa, instingku terus saja mengatakan ada yang salah sejak suamiku.“Mau langsung makan atau mandi
Bab 19LainDua Minggu berlalu sejak kedatangan ibu mertua beserta saudara iparku. Aku sudah pulih, tubuhku bugar hingga mampu merawat kebun kecil di depan dan belakang rumah.Aku masih berdoa memohon petunjuk agar segera mendapat jawaban atas kehidupan rumah tangga seumur jagungku.Jujur aku ingin mengakhiri semua ini, memulai lagi kehidupan seorang diri dengan status baru. Tetapi aku takut pada Tuhan yang membenci perceraian, lagi pula suamiku tidak bersalah. Ia melakukan tugasnya dengan baik sebagai suami dan terus membelaku selama ini.“Huuuh,” engahku membuang napas panjang demi menghempas pikiran yang sempat hinggap dikepala.“Namanya hidup berumah tangga emang banyak cobaannya Non. Enggak dari suami ya dari mertua, ipar bahkan bisa jadi dari anak. Tinggal gimana kita,” ucap ibu Ir, pembantu yang sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di rumah ini terus membantu dan menemaniku.Aku t
Kata Maaf Ibu Mertua Bagian 4 “Nda!” panggil sebuah suara gusar membalikkan badanku yang tengah menangis sesenggukan. Ia tampak ngos-ngosan. “Nda,” panggilnya lagi saat melihatku hanya menatap kosong ke arahnya. “Maaf, ayah tidak tahu ibu akan datang!” katanya memeluk tubuhku yang masih diam saja. “Maaf,” katanya lagi, semakin erat memeluk tubuh ini dalam dekapannya. Terasa sekali aura bimbang dan marah yang terpancar dalam geliat dan gerak tubuhnya. Aku tahu, suamiku tidak bersalah. Seperti yang ia katakan ia pasti tidak tahu, keluarganya akan datang menemuiku dan aku juga tidak tahu siapa yang memberi tahu suamiku perihal kedatangan ibu dan kakaknya kerumah ini. Ia pasti terburu-buru pulang ketika mendapat kabar itu, hingga suaranya terdengar cepat dan ngos-ngosan. Aku tahu, sejatinya bukan hanya aku yang kehilangan, tapi juga dirinya. Bu