Share

Kenyataan Pahit

Aku baru saja tiba ketika ku dengar suara sumbang memekakkan telinga.

Bagai petir menyambar disiang bolong,aku tertegun mendapati kenyataan.

“Saya mah sampe kapan juga gak bakal nerima itu anak jadi mantu saya “

“Anak orang miskin gitu,gak sepadan sama keluarga sayalah “

“Kalo bukan gara-gara dipaksa anak,mana mau saya nerima dia “

“Liat aja paling gak lama,nanti juga dibuang sama anak saya,diluar sana kan masih banyak perempuan cantik lebih dari dia “

“Loh,kok gak langsung masuk ? “ Tanya suamiku dengan semua barang ditangan.

“Assalamualaikum..”ucapnya seraya membuka pintu.

“Waalaikumsalam “jawab serempak beberapa orang yang sedang duduk berbincang diruangan.

Suasana mendadak canggung kulihat mereka saling berpandangan bertanya-tanya apakah kami mendengar pembicaraan mereka atau tidak.

Aku terdiam mengikuti langkah suamiku menyalami mereka satu persatu mulai dari ibu mertuaku  kemudian sahabat-sahabat arisannya.

Senyumku hilang aku sama sekali tak berniat untuk lama-lama bercengkrama dengan mereka,sekedar ngobrol basa-basi.

“Aku ijin ke kamar duluan ya Bu..”kataku ngeloyor meninggalkan kumpulan orang yang baru saja ku kenal tapi sudah sangat menyakiti hati.

Pahit

                    Oleh ku yang disakiti

Tuhan

Rasanya sakit

Sesak nyeletit

Rasanya

Kenyataan pahit

Menyiksa pikiran dan hati

Aku termenung

Jiwaku rasanya melayang menjauh dari badan

Kenyataan yang baru saja ku dengar membuatku bimbang

Amarah membumbung tinggi di badan

Tak menerima apa yang ada

Ingin rasanya aku pulang berlari kerumah orang tua

Mengadu dan menceritakan kenyataan yang ada

Jika anaknya tak diterima menjadi bagian dari keluarga barunya

Namun aku bertahan

Ajaran agama membuatku hanya menatap kosong keluar jendela

Sambil beristighfar,melamun dalam doa 

Menghapus bayangan indah kehidupan baru dengan bakti pada orang tua baru.

“Ada apa ?” tanya suara lantang yang baru saja datang.

“Ada apa sayang,kenapa kok tau-tau Bete?” Lanjutnya

“Kita keluar lagi yuuk !”jawabku menitikkan air mata.

Aku tak sanggup, pertahanan ku runtuh,hatiku berteriak tak sanggup menghadapi kenyataan seorang diri.

Aku memeluknya menumpahkan kesedihan yang hinggap di dada,ada pula amarah menggelayut kencang meneriakan rasa yang sulit diartikan.Ia terdiam tanpa kata memeluk erat seakan mengerti apa yang ku rasakan.

“Yuuk,jadi mau keluar lagi..??”tanyanya ketika aku sudah tenang.

“Gak..,aku mau tidur aja “jawabku menjauh dari tubuhnya.

“Gak mau cerita ??” tanyanya ku jawab dengan gelengan kepala seraya melangkah gontai menuju peristirahatan,ranjangnya yang berwarna biru menjadi saksi kelabu perjalanan rumah tanggaku yang baru saja dimulai.

Aku hancur dalam diam

Hatiku terluka amat dalam

Sesak memenuhi dada

Namun sesal

Membingungkan rasa

Otakku berpikir

Penuh rasa

Ego menyiksa

Namun agama menjaga

Tuhan

Aku hancur dalam diam

Luka menganga lebar

Menyakiti raga dan jiwa

Kenyataan Pahit

Yang diterima

Menyiksa seluruh jiwa

Malam tiba

Aku terbangun dengan dia menatap cemas disisi ranjang

"Jam berapa sekarang yang ?"tanyaku menguatkan jiwa

"Ada apa?" Tanyanya 

Aku beringsut bangun,tak ada niat menjawab pertanyaan nya,aku hanya ingin segera menyingkir dari pandangannya dan menghindari pertanyaannya.

"Ada apa??"tanyanya menahan tanganku ada sedikit nada intimidasi dari suaranya.

"Ada apa??"katanya sekali lagi mulai meninggikan suara.

Aku kesal,amarahku memuncak namun aku tak dapat bersuara...Hanya air mata yang mengalir,membasahi pipi lewat mata.

Kupalingkan wajah berusaha menghindar dari kungkungan dan intimidasi nya yang sangat menyiksa.

Aku tak ingin memperlihatkan sisi lemahku padanya.

Saat ini aku hanya ingin diam,berusaha menerima kenyataan pahit didepan mata.

Aku memilih mengalah dan menerima kenyataan daripada berontak melawan,aku tak ingin keluargaku tau dan kecewa.

Apa kata tetangga jika aku mengakhiri mahligai rumah tangga yang baru saja ku bangun.

Belom kering rasanya wangi pesta pernikahan yang baru saja diadakan,belom hilang lelah jiwa dan raga keluarga dengan segala kerumitan persiapannya hingga hari H,rasanya aku tak sanggup mengabarkan kabar duka yang sedang mengganggu jiwa dan ragaku disini,aku sedih amat sakit hati tapi aku tak mengerti mengapa aku hanya pasrah menanti sesuatu yang mustahil terjadi.

Aku berharap apa yang ku dengar hanyalah mimpi tapi itu tak terjadi.

Meski menyakitkan aku akan menerimanya sebagai ujian awal rumahtangga.

"Sayang ayah,please..kasih tau ayah ! Kamu kenapa ??" Tanyanya ketika aku kembali dari kamar mandi.

Aku tau dan sadar betul mustahil menghindar dari keingintahuannya,tapi aku juga tak sanggup bercerita.Kenyataan ini terasa sangat pahit dan menyayat hati impianku untuk berbakti pada orang tua baru juga hancur bersamaan dengan harapan mempunyai teman dekat baru.

"Jika orang tuanya saja tidak setuju, bagaimana dengan saudara-saudarinya "pikirku semakin membuatku hancur dan terpuruk.Aku kecewa teramat kecewa mengapa aku begitu bodoh tak mencari tau kebenaran atas kenyataan yang ada,mengapa aku begitu bodoh hanya percaya kata-katanya semata.

Aku kembali terisak,lelah rasanya harus terus menangis tapi mata ini seperti sangat mengerti kesakitan yang dirasakan hati dan terus menangis setiap kali sayatan kembali menggores hati.

"Bunda...sayaaaang...tolong ayah sayang,kasih tau ayah ada apa?kamu kenapa?"tanyanya lemah,ia merangkul ku penuh sayang memeluk penuh cinta,diciumnya mata ini seraya berkata

"Ayah tau,ayah bisa ngerasain sakit hati yang sekarang kamu rasaaain...ayah tau,tapi ayah gak ngerti apa penyebabnya yang bikin kamu sampel begini."

"Demi Alloh,kasih tau ayah sayang ! Biar ayah ngerti dan paham penyebabnya" lanjutnya 

Air mataku semakin berderai,rasanya aku ingin menghabiskan semua air mata ini hingga tak bersisa,supaya aku bisa menghadapi dunia dengan status menantu tanpa restu mertua.

"Sayaaaang..."panggilnya lembut 

"Please..."lanjutnya lagi

"Kalo bunda begini terus ayah bisa hilang kesabaran" katanya payau suaranya berat mengisyaratkan kemarahan.

"Haruskah ayah tanya semua orang disini?Ayah yakin kamu pasti denger sesuatu yang bikin kamu kayak gini." lanjutnya lagi

"Ayah..."kataku 

"Ayah maksa y waktu ngelamar bunda..??"tanyaku 

"Maksa..?" Jawabnya bingung 

"Ayah kenapa gak cerita kalo Ibu gak setuju dengan pernikahan kita?"

"Kenapa ayah gak bilang kalo selama ini Ibu benci bunda dan gak pernah setuju dengan hubungan kita..?"kataku terisak,air mata ini kembali lolos dari tempatnya..rasanya perih saat mengatakan pertanyaan itu padanya.

"Kamu denger dari siapa?"tanyanya

"Ja..jawab aja yah pertanyaaan bunda..kenapa ayah gak cerita??"kataku terduduk lemas.Hatiku merasakan sakit,jiwaku terluka dan seluruh tubuhku merana.

"Bunda bisa tenangkan diri dulu.."katanya 

"Bunda harus tenang dulu,kuat dulu baru kita bahas pembicaraan ini lebih lanjut..ayah tau semua ini berat ,tapi percayalah apapun yang kamu pikirin itu gak semuanya benar,apapun yang kamu dengar itu gak semuanya benar..terkadang ada hal-hal yang tidak seperti yang terlihat "ucapnya bijak dipeluknya aku semakin lekat dalam pelukannya.Kutarik nafas panjang kudian menghembuskan ya perlahan berharap hati ini diam dan mata ini berhenti mengalirkan air mata.

"Kita selesaikan pembicaraan kita,bunda harus tenang dulu y..cerita ke ayah pelan-pelan !"pintanya ku iyakan,dipapahnya tubuh ini menuju tempat terbaik agar kami bisa mengobrol dengan baik.

"Minum dulu..!"perintahnya menyodorkan segelas air ditangan 

"Tenang dulu ya..kalo bunda sudah tenang baru kita bicara.."katanya kemudian.

Aku tau semua tak akan selesai jika aku hanya menangis dan diam,dia berhak tau..aku juga berhak tau.Mengapa Ibu mertuaku mengatakan hal itu ?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status