Roman diam dikala Silvia mulai menyerah dengan cintanya, cinta yang dulu menggebu tapi entah mengapa Roman seperti semakin jauh darinya."Tunggu Silvia!" Roman menahan Silvia yang hendak pergi."Kenapa Roman? Bukankah ini yang kau ingin bukan?""Tidak Silvia, aku menginginkanmu!" ucap Roman dengan suara sumbang. "Maafkan aku, selama ini aku pikir akan mudah menggapai semuanya tanpamu, sekarang kau sadar aku bukan apa-apa jika tanpamu, aku sangat membutuhkanmu.""Jadi, apa maksudmu?" tanya Silvia yang masih bingung dengan sikap Roman terhadapnya."Ya, mulai sekarang kita akan memperjuangkan segalanya. Asal kau mau menerima Adikku sebagai bagian dari hidup kita," Silvia yang bersedih kembali tersenyum ketika Roman mengucapkan sesuatu yang membuatnya bergairah kembali."Ya, tentu saja Syifa itu Adikmu ... maka dia juga Adikku, asalkan kau tidak malu memiliki pasangan jauh lebih tua darimu, apa kau siap jika nantinya mendapatkan berbagai cacian karena kita jauh berbeda?"Dengan penuh meya
Silvia tersenyum sinis menatap pada ibu, dan anak yang sama menjijikkan. Ingin sekali dia mencabik-cabik wajah dua orang jahat itu, tapi dia sadar bukan dengan cara seperti itu menghadapi mereka."Sudah ya, apapun kebenarannya kalian akan selalu menyangkalnya. Dengarkan saya, dengan bukti ini kalian akan saya tuntut balik!" Silvia menebar ancamannya, terhadap Fred dan ibunya."Lakukan saya jika itu bisa menjadi bukti, yang jelas kami tak pernah takut dengan ancamanmu."Silvia semakin marah pada mereka. "Pergi dari sini sebelum saya usir paksa kalian!" usir Silvia pada ibu mertua, dan mantan suaminya itu."Kami tidak akan pergi, kami juga berhak tinggal di Rumah ini!" "Hah, apa? Kalian ingin tinggal di Rumahku, jangan pernah bermimpi!" tukas Silvia setelah mengetahui maksud kedatangan Fred, dan ibunya.Syifa yang menyaksikan pertengkaran mereka merasa takut, dia bersembunyi dibalik badan kakaknya, Roman."Kak, aku takut. Mereka itu siapa?" Syifa benar-benar takut pada mereka."Kamu m
Dua sosok pria memasuki sekolah, berusaha mendekati Syifa adiknya Roman. Tetapi, entah kenapa Syifa terlalu sulit didekati oleh mereka."Hai Gadis manis," puji salah seorang dari dua pria tidak dikenal itu.Gadis imut nan polos itu hanya bengong, tanpa ekspresi."Gadis kecil mari ikut dengan kami," Syifa menolak karena salah satu dari mereka tidak ada yang dikenalnya. "Kata Kak Roman Syifa enggak boleh ikut sama Orang gak dikenal, maaf ya Om," dengan lembut Syifa menolak."Sial ternyata Gadis kecil ini tidak sepolos yang kupikirkan," gumamnya mendengus sebal."Oh, begitu ya... kalau begitu mari berkenalan, Leo. Panggil Om Leo, kamu siapa tadi?""Syifa Om," ucapnya dengan mengeja namanya."Nama yang bagus Sayang, mari ikut dengan Om. Kakak kamu sudah menunggu,""Hah?" Syifa heran, lantaran kakaknya tidak memberitahunya jika akan dijemput oleh dua orang itu."Ke mana Om, apa kalian kenal sama Kak Roman?""Tentu saja kenal sayang, makannya ayo ikut Om."Kendati demikian Syifa tetap meno
“Kau masih muda, dan bisa mendapatkan pekerjaan lebih baik dari ini, kenapa kau malah lebih memilih bekerja di tempat pijat seperti ini?” Roman terkejut mendengar ucapan pengusaha yang saat ini dipijatnya. Pasalnya, baru pertama kali ada klien yang mengatakan hal seperti ini padanya. Kebanyakan klien yang ditemuinya pun tidak berkata apa-apa dan langsung dipijatnya. Roman sedikit bingung pada perempuan penyewa jasanya ini. “Berapa umurmu?” tanyanya lagi. Roman menunduk malu. "Du--dua puluh satu tahun Tante..,"Roman memang masih muda tapi dia memiliki keahlian dalam memijat, melayani customernya. Sehingga tiap para tamu yang datang, berlomba ingin mendapatkan pijatan darinya. Awalnya, ia memang tidak ingin bekerja seperti ini. Namun, dia harus bertahan hidup di tengah kota yang kejam.Tentunya, tidak pernah terbesit di dalam benaknya untuk menjadi seorang pekerja di panti pijat. “Silakan berbalik sambil tengkurap,” pinta Roman sambil menekan remot kursi agar kursi itu terbaring.
Roman keluar dari ruangan karyawan. “Nah, ini Orangnya yang memijat saya tadi. Dia berlagak tidak sopan langsung meninggalkan saya, padahal masih ada sisa waktu untuk memuaskan saya!” ujar Silvia menunjuk Roman.Roman terkesiap mendengar penuturan Silvia. Padahal, ia sudah bekerja sesuai prosedur di panti pijat itu. “Dia berbohong Pak, saya sudah bekerja seperti biasanya dalam melayani Tamu.” “Bohong kamu!” Silvia bersikukuh.Pria yang bertanggung jawab di panti pijat itu pun turut menyalahkan Roman, meski sekalipun Roman bekerja sesuai prosedur karena pada dasarnya tamu adalah raja yang wajib di manjakannya.“Cukup Roman, kamu bersalah. Seharusnya kamu tidak mengurangi waktu pada Nyonya Silvia.” Roman mengusap wajahnya kesal. Padahal, ia sama sekali tidak bersalah. “Saya benar-benar tidak habis pikir sama Bapak, kenapa saya yang salah? Sudah jelas—.”“Cukup Roman!” Pria paru baya itu membentaknya--membuat Roman terdiam dalam sekejap, lalu balik menatap Silvia.“Lantas, apa yang ha
Roman terus memijat kaki Silvia dengan fokus, tanpa memedulikan setiap rayuan dari perempuan yang jauh lebih dewasa darinya. Melihat Roman terus fokus memijat, ia pun kesal karena pria muda itu seperti tidak peduli padanya. “Roman, bisakah kita menginap di Hotel malam ini?” Roman menghentikan kegiatannya, “Maaf Tante, saya tidak bisa.” Silvia merengut. “Kenapa tidak bisa, apa kau memiliki janji dengan Orang lain?” “Tidak, saya hanya lelah bekerja. Memang mau apa kita menginap di Hotel? Bukankah akan lebih baik pulang ke Rumah?” ‘Kenapa dia tidak peka padaku?’ gumam Silvia dalam hatinya, dan terus memerhatikan Roman. “Silakan tengkurap, saya akan memijat bagian punggung Anda Tante,” pinta Roman sementara matanya menatap pada Silvia. “Huh! Baiklah,” Silvia mematuhi perintah Roman yang memintanya untuk tengkurap di kursi itu. Seperti biasanya Roman memijat Silvia dengan minyak oil asli dari negeri Sakura. Setiap sentuhannya membuat Silvia melenguh kenikmatan atas pijatan sang ter
Roman lantas menemui ibu kasir, dan menanyakan perihal ia di panggil oleh sang kasir ke depan panti itu."Apa Ibu memanggil saya?" tanyanya ragu."Ya, saya memanggilmu," Kasir itu mengeluarkan selembar kertas beserta bolpoin, "Tolong tanda tangani slip gaji terakhir kamu," pintanya."Apa maksud Anda? Slip terakhir?" Roman bingung pada kasir itu. "Saya masih bekerja di sini, apa maksudnya semua ini?" tambahnya mengulang pertanyaan.Roman masih enggan menandatangani slip penerimaan gajinya. Pasalnya dia masih ingin bekerja di panti itu. Tidak berselang lama Silvia menghampiri Roman, memberitahu alasan mengapa Roman harus menanda tangani slip gaji itu."Ada apa sayang? Kenapa kau tidak mau menandatangani itu?""Ada apa ini sebenarnya? Kenapa saya harus menandatangani ini Tante?" tanyanya dengan heran. Sambil menatap pada selembar slip gajinya."Kau sudah kutebus dari Tuanmu, sekarang kau milik saya seutuhnya. Bukankah, kau sudah bersedia untuk tinggal bersamaku menjadi Seorang Pria simpa
Dua hari kemudian semenjak Roman tinggal di apartemen dan dijadikan simpanan tante Silvia, dia hanya bisa melakukan aktivitas seadanya. Silvia melarangnya bekerja. Padahal, Roman tidak mau hidup dibawah aturan sang pacar.Meskipun, secara finansial Roman jauh dibawah Silvia dia tidak ingin hanya berdiam diri tanpa bekerja seperti biasanya.Jadi, pagi itu, Roman bangun lebih dulu dari sang pacar, dan menyiapkan segala sesuatu yang di butuhkan kekasihnya. Semua itu tentu saja bukan karena keinginannya melainkan cara ini ia gunakan supaya bisa ikut dengan Tante Silvia untuk bekerja."Apa yang kau lakukan, Roman?" tanya Silvia berdiri di ambang pintu kamar saat mengetahui Roman tengah menyiapkan sarapan pagi itu.Roman tersadar, ia menoleh dan tersenyum menyambut Silvia. "Akhirnya kau bangun juga Silvia," ucapnya seraya mengulurkan tangan, "Kemarilah, lihatlah aku siapkan semua ini untukmu."Silvia datang mendekat, "Ya, aku tahu kau menyiapkan semua ini untukku, tapi untuk apa kau melak