KREK! pintu kamar terbuka, kini Firman berdiri di hadapanku. Dengan mata berkaca-kaca aku menatap wajahnya. Firman mendekat kemudian, "Bukan karena Mbak telah jatuh cinta padaku?" ujarnya. Membuatku menelan ludah.Glek!Firman mendekat ke arahku, aku menunduk. Mulutku terkatup rapat, sulit untuk mengatakan perasaanku. Aku merasa malu mengingat statusku adalah kakak iparnya."Katakan Win, Winda. Tak perlu malu, disini hanya ada kita berdua." bisik Firman. Aku mendongak menatapnya, saat panggilan dirinya terhadapku telah berubah."Se—sebenarnya aku... Aku memang, E—" Aku tergagap. "Apa, Hem?" Firman menarik pinggulku hingga jarak kami semakin dekat. Dalam posisi ini aku sangat merasa malu, jantungku berdegup semakin kencang.Deg deg deg.Firman meraih wajahku yang semula menunduk, agar mendongak menatap wajahnya. Firman meng3lus wajahku. Aku memejamkan mata, s?ntuhan ini sangat ku rindukan.Mataku terbuka. "Aku tau ini salah, tapi aku tak bisa membohongi diriku lagi. Aku .... Mencintai
Hari ini, cuaca sangat cerah, secerah hatiku. Tadi pagi mendapatkan kecupan dari kekasih hati, meskipun secara sembunyi-sembunyi. Aku jadi tambah bersemangat untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Aku pergi ke pasar tanpa di temani oleh siapapun. Firman dan Mas Hendra tidak ada di rumah. Mereka sudah pergi bekerja sejak pagi tadi. Jadi aku hanya sendiri di rumah.Di pasar aku tak sengaja berpapasan dengan kakak iparku—Mbak Santi.BRUK!"Ahh!" Aku memekik saat seseorang seperti sengaja menabrakku. Barang-barang belanjaan yang ku bawa jatuh. Berserakan di tanah. Begitu juga dengan milik si penabrak."Makanya kalo jalan itu liat-liat!" ujarnya. Aku seperti mengenali suaranya kemudian mendongak melihatnya. "Mbak Santi!" kataku.Mbak Santi membuang pandangan saat aku menyapanya. "Mbak Santi apa kabar? Terakhir aku dengar dari Mas Hendra katanya Mbak mencret-mencret, ya. Sampe masuk rumah sakit, masuk doang. Abis itu balik lagi soalnya gak bawa BPJS." Mbak Santi tersenyum miring, "Iya. Itu s
Aku langsung menyentuh leherku, "Ta-tanda merah apa?" Dadaku berdebar-debar.Mas Hendra mundur kebelakang, tatapan matanya menatapku dengan tatapan yang sulit di artikan.Mas Hendra langsung turun dari ranjang, kemudian menarik tanganku membawaku pada cermin rias yang berada di kamar ini. "Lihatlah," tunjuknya pada sisi leherku sebelah kiri. Aku tercekat, ini pasti bekas kissmark Firman tadi pagi. Aku menelan ludah, kemudian menoleh kepada Mas Hendra yang sedang menatapku penuh tanya.Aku menghirup napas dalam, kemudian mencoba menetralkan perasaanku. Agar tampak biasa saja di hadapan suamiku. Aku menggaruk pada sisi leherku yang terdapat tanda merah."Oh, ini. Tadi di gigit semut, Mas. Rasanya panas dan gatal, jadi aku garuk.""Se—semut?" Mas Hendra menautkan alis."Mas, tidak lihat memang? tadi Firman bilang apa? Di dapur banyak semut. Mungkin karena sisa makanan yang tidak ku buang dengan bersih. Jadi, mereka merayap dan menggigitku saat sedang mencuci piring," Aku berusaha untuk
"Win, sepertinya aku pulang larut malam hari ini. Aku akan keluar kota sebentar, tapi tidak menginap," ujar Mas Hendra saat kami sedang sarapan di meja makan.Gerakan tanganku yang sedang menyuapkan makanan ke dalam mulutku terhenti. Aku menoleh ke arahnya. "Baiklah." aku mengangguk, padahal dalam hatiku bersorak. Itu artinya aku akan banyak menghabiskan banyak waktu bersama Firman."Kau tidak perlu menungguku. Jika kau mengantuk, kau tidur saja duluan." sambungnya.Aku melirik ke arah Firman kemudian tersenyum, Firman membalas senyumku. Aku yakin Firman berpikiran yang sama denganku. Aku melanjutkan kembali sarapanku."Aku sudah selesai." Mas Hendra mengelap mulutnya dengan tissue, kemudian mengambil tas kerjanya yang berada di kursi kosong. Dia mendekat ke arahku kemudian mengecup kepalaku, Firman langsung membuang pandangan ke arah lain.Mas Hendra mengangkat daguku agar mendongak menatapnya yang berdiri di sampingku, dari menyeka noda makanan yang tersisa di bibirku dengan ibu jar
"Win, kenapa kau masih diam di situ, ayo." ajak Mas Hendra saat hendak masuk ke dalam kamar.Aku menghembuskan napas kasar. Mendadak hati ini merasa kecewa saat Firman tidak menepati janjinya.***Aku terbangun tengah malam, rasanya aku ingin buang air kecil. Aku segera turun dari ranjang berjalan keluar kamar. Saat melewati kamar Firman, pintunya tertutup. Itu artinya dia sudah pulang. Tapi entah jam berapa aku tidak tau. KREK! Pintu kamarnya terbuka, aku segera pergi dari sana menuju kamar mandi, untuk buang air kecil. Saat keluar kamar mandi, aku tersentak melihat Firman berdiri di sana. Aku membuang pandangan ke arah lain, enggan bersitatap dengannya. Rasanya hatiku masih gondok. Aku telah berhias diri berjam-jam, namun si pembuat janji malah tidak datang."Sayang..." sapanya.Aku segera berjalan melewati Firman, tanpa menjawab sapaannya. Biarlah dia tau bahwa aku sedang merajuk.SET!Firman menarik tanganku dari belakang. "Winda, tunggu." ujarnya. Aku menoleh, kemudian menatapn
Tidak ada banyak hal yang aku lakukan. Hanya bergulang-guling di ranjang. Sejak dua hari yang lalu hingga saat ini aku masih mendiamkan Firman. Meskipun Firman selalu menggoda dan mengajakku bicara. Tetapi aku hanya menjawab sekenanya saja.Seperti pagi ini. Mas Hendra sudah berangkat sejak pagi. Dan Firman berada di kamarnya, setelah semalaman lembur. Sepertinya dia hanya tidur.Aku menghela napas panjang, kemudian terduduk. Aku segera turun dari ranjang. Keluar kamar. Aku berjalan menuju kulkas, mengambil bahan masakan. Untung saja masih ada stok. Jadi aku tak perlu pergi kepasar ataupun membeli pada kang sayur keliling—Bang Saiful Jamal.Aku sangat malas jika harus bergabung dengan para tetanggaku yang julid. Aku ngambil beberapa potong daging dan juga sayuran yang tersisa.Aku berjalan ke arah dapur. Kemudian mulai mengeksekusi bahan yang ada. Suara kompor ku nyalakan untuk merebus daging yang baru ku potong dadu.Tiba-tiba saja aku teringat saat membuat kue bersama Firman waktu i
"Re—Renata?" lirihku.Ada hubungan apa Firman dengan Renata? Mendadak pikiranku berkecamuk. Aku segera bersembunyi di balik tembok. Memperhatikan mereka dari jauh.Terlihat Firman melepaskan tangan Renata dari pinggangnya. Terlihat juga mereka terlibat adu mulut. Apa maksud semua ini? Mengapa Firman tidak memberitahuku jika dia mengenal Renata? Atau mungkin Renata adalah kekasihnya?Ahh! Aku merasa pusing. Aku meremas rambutku sendiri. Jika memang Renata adalah kekasih Firman, apa Firman juga tau jika Renata adalah selingkuhan Mas Hendra.Atau mungkin Firman sengaja mendekatiku untuk balas dendam? "Akhh!" pekikku. Kepalaku terasa pusing memikirkan semua ini. Aku sekarang merasa—di permainkan. Di permainkan oleh kakak beradik.Aku melihat ke arah Firman, Renata telah pergi dari sana. Aku tak sempat menguping pembicaraan mereka. Aku masih kalut, memikirkan semua ini. Aku masih bingung, aku harus segera menyelidiki semua ini. "Sayang, kau disini. Lama sekali ke toiletnya, sampai aku ja
Firman mengangguk, "Bagaimana caraku agar membuatmu percaya?"Aku menatapnya dalam. Tatapan kami terpaku. Tangisku mulai mereda, aku langsung memeluk Firman.Firman mengusap rambut panjangku, "Awalnya aku memang hanya ingin membuatmu berpaling darinya. Namun, ternyata perasaan itu hadir, melupakan dendamku. Dan sekarang, aku ingin memilikimu." ujarnya.Aku yang masih sesegukan memukul pelan dada bidangnya."Cup, cup! Jangan menangis. Maaf telah membuatmu bersedih, tapi aku sudah tidak punya hubungan apapun lagi dengan Renata."Firman mengusap air mataku, kemudian mengecup punggung tanganku berkali-kali."Udah jangan nangis lagi, jelek. Ingusnya keluar tuh, ih jorok."Aku mencebik, kemudian mencubit pinggangnya. "Aw, sakit.""Hatiku lebih sakit!" ujarku."Iya, maaf. Aku kira kamu nggak liat. Ternyata ngintip." balasnya.Aku mengusap pipiku dengan kasar. kemudian berusaha untuk bangun. Firman membantuku, aku menopang pada lengannya.Setelah aku berdiri dengan tegak, Firman mengambil kota