TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 49 (kenapa dia yang menghapus air mataku?)Jadi wanita bersama kak Yuda keponakan pak Ismail. Pantas mereka sangat akrab, pak Ismail saja bersikap baik ke kak Yuda. Meskipun hanya sekali melihat, tapi aku bisa merasakan itu. "Aku Bunga." Wanita bernama Bunga itu mengulurkan tangan padaku. "Dinda," ucapku menyambut tangannya. Kami saling melempar senyum. Ada sesuatu yang kurasakan, namun sulit kugambarkan perasaan apa itu. Lalu Bunga juga bersalaman dengan pak Ridwan bentuk mereka berkenalan. Dan setelah itu kami duduk. Aku duduk di samping pak Ridwan dengan kursi yang berhadapan dengan kursi Bunga yang berdampingan dengan kursi kak Yuda."Kita seperti double date, ya," ucap pak Ridwan sambil membentangkan tangan kanannya di sandaran kursiku."Pak Ridwan bisa aja, lagian makan bakso di sini sangat menyenangkan, kebetulan saya suka melihat keramaian sana," tanggapan kak Yuda sambil menunjuk ke arah taman, banyak anak-anak berlari bermain. Wajah m
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 50 ( di waktu yang salah )Kak Yuda langsung berdiri saat pak Ridwan mendekati kami. Kuseka air mata agar pak Ridwan tak melihatku menangis. Bodohnya aku menangis jika merasa tak dihargai."Ini belum terlanjur, Dinda," ucapku di hati berusaha mensugesti diri."Dinda dan Pak Yuda, ngapain di sini?" tanya pak Ridwan melihatku, lalu memalingkan muka ke kak Yuda."Mmm ini, Pak Ridwan a ...." Belum sempat kak Yuda melanjutkan jawabannya, terdengar seseorang memanggil. "Ridwan! Ridwan!" Ternyata Gina memangil sambil melangkah mendekat. "Kamu ke mana aja? pesta dansanya akan dimulai, ayok." Gina menarik tangan pak Ridwan. Sangat terlihat ia berusaha mendapatkan kembali mantan suaminya.Dibanding Gina, aku tak ada apa-apanya masalah harta, ia dari keluarga pengusaha sukses, sedangkan aku hanya anak yatim piatu meskipun sudah tamat S1. Cari kerja pun dari usaha sendiri tanpa ada keluarga yang membantu. Melihat kejadian ini, kak Yuda langsung melihatku.
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 51 ( TAMAT )Desa ini sangat indah, bangunan rumah mulai banyak. Teringat waktu kecil, setiap liburan pasti ke desa ini. Tapi itu hanya kenangan. Kulihat dekat sungai. Ada sedang pembangunan jembatan. Ramainya para pekerja membuat jalan ini tidak terlihat sepi.Rumah nenek sangat sederhana. Dulu rumah ini masih berdinding papan. Orang tuaku berhasil merehap rumah ini sehingga layak huni dan kokoh. Lantai pun sudah dikeramik. Rumah kecil dengan halaman yang luas. Sekeliling rumah banyak bermacam pohon buah-buhan sebelum menginjakkan kaki di perkebunan teh yang sangat luas.Kubuka pintu rumah. Rumah ini sudah lama tak berpenghuni semenjak nenek meninggal setahun yang lewat. Perabotan rumah dan tempat tidur sudah ditutup kain putih agar debu tak menempel.Kuletakkan tas di kamar. Lalu aku mulai membersihkan rumah ini. Harus sedikit ekstra tenaga karena baru juga sampai. Untung kak Murni sudah persiapkan bahan makanan hingga untuk tiga hari ke depan,
Ekstra partPov YudaSebelum Ridwan menjemput Dinda di desa.Kuputuskan bertemu pak Ridwan. Mungkin ia masih marah dengan kejadian semalam. Tak peduli jika ia memukulku lagi. Yang kuinginkan, ia bisa membuat Dinda bahagia. Hanya itu."Pak Yuda mau ke mana?""Bu Bunga, aku ingin bertemu Pak Ridwan." Aku bangkit dari sofa. Semalam aku diajak ke rumahnya. Semua hanya ingin mengobatiku."Tapi Pak Yuda masih sakit, gimana kalau ia memukul lagi dan ....""Jangan khawatir, Bu. Aku bisa hadapi.""Pak Yuda." Tiba-tiba tanganku ditahan."Bu Bunga kenapa?" Air mata itu mengkhawatirkan aku. Astaga, apakah Bunga punya perasasn padaku?Bunga wanita cantik dan baik. Lelaki mana yang bisa menolaknya. Ia juga cerdas sama seperti Dinda. Hanya saja, ia bukan Dinda. Dinda wanita sederhana serta mandiri. Itulah kelebihannya dari Bunga. Tentu yang lebih penting tentang rasa."Bu Bunga, kenapa?" tanyaku lagi. Kenapa aku merasa tak tega melihatnya menangis untuku."Kenapa? Apakah Dinda sepenting itu bagimu?"
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKU"Mulai hari ini, kamu kuceraikan!" Tiba-tiba kak Angga masuk kamar, menunjukku dengan amarah. Tidak ada angin tidak ada hujan, ucapan 'cerai' sarapan pagiku hari ini. Baru satu jam kak Angga pamit pergi kerja, sekarang balik ke rumah hanya untuk menceraikanku.Seperti disambar petir. Tak pernah terbayangkan kak Angga menceraikanku. Bahkan aku saja tak tahu apa salahku. Terduduk di tepi ranjang, rasanya duniaku runtuh. Air mata tak bisa kutahan. Sekilas kulihat, kak Anggi-kakak dari kak Angga, berdiri di ambang pintu sambil tersenyum sinis menatapku. Sepertinya ia juga menginginkan perceraian ini."Apa salahku, Kak?" tanyaku sambil menyeka air mata. Berusaha memperbaiki dengan tenang. Meskipun percuma, nasi sudah menjadi bubur."Nih!"Kak Angga melempar ponselnya ke pangkuanku. Kulihat layarnya, ada fotoku bersama kak Yuda, foto saat kami masih pacaran. Foto itu foto pipiku dicium. Dulu, sebelum aku mengenal kak Angga."Tapi, ini masa laluku, Kak," li
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 2 (Perhatian Gara)"Dinda! Din!" teriak Ibu menyusulku ke halaman. Kuhentikan langkah karena ibu berdiri di depanku."Ada apa, Bu?""Ayo masuk, kamu tidak boleh pergi, ini pasti bisa diselesaikan baik-baik." Koperku di tarik agar masuk. Tapi kutahan."Tidak, Bu, tolong jangan minta aku maduk lagi ke rumah Ibu, aku dan Kak Angga sudah bercerai.""Kalian bisa rujuk, toh belum talak tiga, masuklah, Nak." Ibu masih kukuh agar aku masuk.Ini bukan masalah talak satu bisa rujuk kembali. Tapi masalah kepercayaan, kak Angga tidak menginkan aku lagi, bahkan hinaan 'wanita mur*han' dilontarkan dan sangat menusuk jantungku. Di tambah perlakuan kak Anggi yang masih merasa bersaing, padahal itu masa lalu saat kuliah dulu, mungkin itulah yang membuatnya tidak pernah menyukaiku."Bu, maaf, aku tidak bisa balik lagi ke rumah Ibu, Ibu jaga kesehatan, apa pun yang terjadi antara aku dan putra Ibu, tidak mengurangi tali silaturahmi kita.""Tapi Din, ini masih bisa
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 3(berusaha bangkit)Belum sempat kak Gara melanjutkan kata-katanya, kak Angga muncul dari pintu menyambung perkataan. Ia melotot sambil menujukku dan kak Gara."Aku nggak nyangka, kamu kakak iparku yang kusegani, ternyata juga selingkuh dengannya!" Tunjuk kak Angga mengarah padaku. Suaranya terdengar lantang hingga kak Murni ke luar dari kamarnya."Angga, tolong sabar dulu, ini bukan seperti yang kamu kira," bantah kak Gara bangkit dari duduknya.Aku tetap tenang duduk. Buat apa juga menjelaskan, mau membersihkan namaku? Toh, sekarang aku bukan istrinya lagi. Kak Angga tidak punya hak atas diriku."Masih menyangkal!" Tiba-tiba kak Angga menuju pipi kak Gara. Mukanya merah melotot. "Aak!" Kak Gara memegang sudut bibirnya, sedikit lebam."Tunggu! Tunggu, Kak!" Aku langsung berdiri di antara mereka. Jika tidak, akan terjadi pergulatan. Posisiku menghadap mantan suamiku."Urusanmu apa? Tolong jangan ribut di sini." Aku masih bersuara datar. Menahan h
TERIMA KASIH TELAH MENCERAIKANKUPart 4 (Ide Silvi)Mulai cerah. Duniaku terasa bersinar karena mendapatkan pekerjaan. Posisi asisten pak Ridwan. Akan kutunjukkan kalau aku karyawan teladan, biar kak Angga tahu, aku bisa maju setelah diceraikan."Din, ikut acara alumi kampus yuk?""Hah? Nggak mau, pasti si Anggi datang, aku nggak mau melihatnya," tolakku. Acara alumi tidak membuatku semangat. Aku butuh waktu untuk menata hati setelah dicerai."Ayo lah, lagian nggak ada yang melarangmu kumpul ma teman. Dari pada Bt di rumah terus." Silvi masih kukuh agar aku ikut."Malas.""Ada kak Yuda juga loh," goda Silvi menaik turunkan alisnya."Masak iya?" Mataku langsung membulat."Tuh 'kan kepo ...." Silvi menggodaku lagi. Malu, tapi aku penasaran gimana kabarnya."Ih, apaan sih. Itu hanya masa lalu, gara-gara itu aku dicerai," polesku.Sebenarnya aku sangat penasaran gimana kabar kak Yuda. Semenjak ia pergi tanpa kabar, aku menerima pinangan kak Angga. Penantian satu setengah tahun, aku tak m