Share

Bab 4 - Gagal Negosiasi

Kata orang, godaan pria adalah ... saat ia sedang memiliki segalanya. Namun, sampai detik ini Clara masih tidak habis pikir, bisa-bisanya Benny tergoda untuk berselingkuh dan mengkhianatinya. Baik, Benny memang sudah sangat sukses, terkenal bahkan kaya raya. Hanya saja, Clara cukup terkejut terhadap apa yang Benny lakukan dengan selingkuhannya.

Clara memang mencintai Benny, sangat. Terlebih hubungan mereka tidak bisa dibilang sebentar. Ya, tujuh tahun ia habiskan dengan sia-sia kalau ternyata berakhir seperti ini.

Selama berhubungan dengan Benny, Clara bahkan rela membujuk orangtuanya agar tidak terus-terusan menyuruhnya menikah. Ia memberi pengertian pada keluarganya bahwa untuk sekarang, karier Benny lebih penting daripada menjalani rumah tangga bersamanya. Sayangnya, jadi begini balasan Benny?

Clara memang sempat menangis, tapi hanya sebentar. Sekarang hanya tersisa kebencian, rasa kecewa, sakit hati dan dendam. Clara merasa Benny seakan menggali lubang kuburannya sendiri karena coba-coba mempermainkan perasaannya. Ya, Clara bukan tipe wanita yang akan diam saja jika dikhianati. Persetan dengan betapa tenarnya Benny sekarang. Sekali pengkhianat, tetap pengkhianat!

Beberapa saat yang lalu, Clara sempat mengirimkan pesan dan menelepon Benny. Ia bisa merasakan betapa pria itu tidak tenang. Ia memang sangat mengenal Benny sehingga tahu kalau pria itu sedang ketakutan. Padahal Clara belum mengeluarkan kartu AS-nya, yakni foto dan video yang berhasil ia ambil saat Benny dan Ariana bercinta. Bagaimana jika Benny tahu tentang ini, pasti lebih kalang kabut.

Clara baru saja mengeluarkan sekotak es krim dari dalam freezer-nya, tiba-tiba terdengar suara bel. Setelah meletakkan es krimnya di atas meja ruang tamu, Clara bergegas membuka pintu pagar. Rupanya yang datang adalah seorang pria berpakaian rapi.

"Maaf ... cari siapa, ya?"

Pria itu menjawab seraya mengeluarkan kartu nama, "Saya Angga, perwakilan dari William Entertainment."

Selama beberapa saat Clara memperhatikan kartu nama itu. Ia seharusnya tidak terkejut karena yakin sekali Benny akan bersembunyi di balik agensinya. Itu artinya, cepat atau lambat pihak WE pasti akan menemuinya. Namun, sungguh Clara tidak menyangka kalau secepat ini. Hanya butuh waktu sekitar tiga jam setelah ia melihat perselingkuhan Benny dan Ariana, pihak WE benar-benar mendatanginya.

"Dengan Nona Clara Selviana?"

"Ada urusan apa?" Jelas Clara pura-pura tidak tahu.

"Mau ngobrol sebentar, boleh?" tanya Angga, tentu sangat sopan.

"Silakan masuk." Setelah mempersilakan Angga masuk dan duduk, Clara ke belakang sejenak untuk mengambil kopi dingin dalam botol untuk pria itu.

"Jadi, mau ngobrol apa? To the point aja, aku nggak suka kalau bertele-tele," tanya Clara saat ia sudah duduk di sofa. Ia bahkan sudah menggenggam es krim yang semula diletakkan di meja.

"Tentang Ben ... bisakah Nona tidak memperpanjangnya?"

"Pertama, panggil Clara aja. Dan kedua, maksudnya memperpanjang bagaimana, ya? Bisa jelaskan lebih spesifik?"

"Baik, maksudnya Clara," koreksi Angga. "Tentang perselingkuhannya. Bisakah kalian putus baik-baik, tanpa harus mem-blow up skandal ini ke media? Seperti yang semua orang ketahui, Anda itu sekadar mantan pacar Ben. Jadi, kalau Anda buka ini ke media ... orang-orang malah makin nge-hate Anda. Mereka tidak akan percaya kalau selama ini kalian masih pacaran."

"Lalu?" tanya Clara dengan santainya sambil menyuapkan sesendok es krim ke mulutnya.

"Kami, pihak WE, sangat peduli pada Anda. Kami tidak hanya melindungi Ben aja, kami juga bermaksud melindungi Anda supaya tidak di-bully semua orang. Kami hanya ingin menjadi penengah. Selain itu, Anda juga tidak ingin dituntut atas tuduhan pencemaran nama baik, bukan? Jadi tolong, apa pun niat buruk Anda, hentikan."

Clara tertawa sejenak. Ia jadi tidak berminat lagi memakan es krimnya sehingga kembali meletakkannya di meja. "Aku bahkan belum melakukan apa-apa, aku masih berpikir. Kenapa udah ditakut-takutin begini? Ah, andai aku bisa pura-pura takut atau gelisah ... aku pasti melakukannya." Ia tertawa lagi.

"Kami akan mengambil tindakan serius jika Anda berani macam-macam."

"Oh ya? WE memang luar biasa," balas Clara setenang mungkin.

"Jadi, jangan mengancam atau mengintimidasi Ben, oke?"

"Wah...." Clara berdecak. "Jadi, Ben beneran merasa terancam hanya karena sebuah chat? Aku nggak nyangka."

"Kami serius, Clara."

"Kamu pikir aku bercanda?" Clara terkekeh.

Bersamaan dengan itu suara ponsel membuyarkan pembicaraan mereka. Angga berdiri dan izin keluar sebentar untuk mengangkat telepon. Sedangkan Clara masih duduk santai sembari mempersilakan Angga untuk menjawab teleponnya.

Setelah berjalan ke area luar rumah Clara, Angga mulai berbicara dengan Revan di ujung telepon sana. Sebenarnya Revan sedari tadi mendengarkan pembicaraan Angga dengan Clara melalui alat berbentuk pulpen yang ada di saku jas Angga.

Setelah Revan memberikan instruksi apa yang harus Angga lakukan selanjutnya, Angga kembali ke ruang tamu di mana Clara masih duduk manis di sana. "Maaf, membuat Anda menunggu."

"Bukan masalah," balas Clara. "Oh ya, diminum dulu."

Setelah minum dan kembali meletakkan minumannya di meja, Angga mulai berbicara, "Sebenarnya tujuan saya ke sini bukan hanya tentang pembicaraan kita tadi."

Clara masih terdiam, menunggu Angga menjelaskan maksud ucapannya.

"Bos saya ingin menemui Anda. Jadi, bisakah Anda bersiap-siap untuk ikut dengan saya?"

"Apa? Ikut? Kamu bercanda? Jelas aku nggak mau."

"Hanya sebentar Clara, setelahnya kami akan mengantarkan Anda kembali ke rumah ini. Tentunya setelah permasalahan ini clear seratus persen."

"Kenapa bos kamu tiba-tiba mau ketemu aku? Bukannya udah cukup diwakilkan sama kamu? Aku ngerti apa yang kalian mau, kok. Jadi aku nggak usah ketemu bosmu lagi."

"Maaf, Clara ... tapi bos kami ingin bertemu dan berbicara langsung dengan Anda."

"Kalau begitu suruh dia ke sini, dong. Kenapa aku harus repot-repot pergi hanya karena bos kamu pengen ketemu?! Konyol," tegas Clara.

"Maaf, Clara—"

"Please, jangan minta maaf terus, kamu nggak salah karena aku tahu kamu cuma melaksanakan perintah. Dengar ya, aku nggak mau ikut dan aku nggak akan berubah pikiran, terlebih demi bertemu bosmu yang sok berkuasa itu. Di sini aku yang dibutuhin, kan? Jadi, kenapa aku mau nurutin kalian?"

Belum sempat Angga menjawab, Clara sudah kembali berbicara, "Sekarang nggak ada yang perlu dibicarakan lagi, kan? Silakan pergi sebelum aku panggil polisi."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status