Dewa tersenyum senang melihat kertas yang ada di tangannya saat ini. Surat kepemilikan atas bangunan bengkel yang selama ini masih ia sewa.
Setelah kemarin pemuda itu mengurus masalah kebakaran bengkel yang merugikannya hingga ia harus merogoh tabungan cukup besar. Kini, tabungannya sudah terkuras habis. Tapi tak masalah, karena ia akan semakin serius mengurus usahanya ini agar semakin berkembang dan menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk keluarganya.
Dewa juga berencana menunda kuliahnya tahun ini karena ingin fokus dengan pekerjaannya.
Awal berdirinya bengkel ini memang bukan karena Dewa yang hobi otomotif atau hebat di dalamnya. Dulunya ia hanya membantu Juno menyalurkan bakat pemuda itu yang hobi memodifikasi anggota, lama kelamaan ia menyukai hal-hal yang berbau otomotif dan mulai mempelajarinya. Bahkan sebelum bertemu Uly, ia lebih betah berada di bengkel bersama oli yang kotor daripada di rumah.
Hari
🍂🍂🍂Dewa duduk tenang memperhatikan Uly yang diperiksa oleh seorang dokter yang sedang mengolesi krim di atas perut istrinya itu. Jujur saja, kini jantung pemuda itu berdebar tak karuan. Jika benar yang dikatan oleh istri dokter itu, maka artinya ia akan segera menjadi ayah. Hal itu membuat Dewa tak mampu menahan senyumnya."Wah, kantung kehamilannya sudah nampak jelas meski janinnya belum terlihat." Wanita paruh baya yang merupakan dokter kandungan itu tersenyum lebar kala melihat monitor yang Dewa sendiri tak tahu menahu apa yang terlihat di sana."Berapa usianya?" tanya Uly pelan."Enam Minggu," jawab sang dokter seraya membersihkan perut Uly.
Uly menggeliatkan tubuhnya yang terasa pegal karena aktivitas yang mereka lakukan semalam cukup menguras tenaga.Uly sangat tahu Dewa, laki-laki itu tak akan melewatkan kesempatan apalagi suasana di tempat ini sangat nyaman. Walaupun Uly sadar dimana dan bagaimana pun suasananya, darah muda Dewa akan terus mengelora."Good Morning, Wife," bisikan di sebelahnya membuat Uly meremang pasalnya hembusan hangat pemuda itu tepat mengenai telinganya yang kian sensitif."Ini udah hampir siang kalau kamu nggak tahu," sahut Uly seraya menggeliatkan tubuh."Hmm, benarkah?" tanya seraya mengulum senyum, tahu bahwa ini semua karena ulahnya yang tak pernah merasa puas mengejar gelombang asmara.Uly mendengkus dan hendak menggeser lengan Dewa yang membelit tubuhnya. Perlahan Dewa duduk dan mencium perut Uly dengan penuh kelembutan. "Selamat pagi, Anak Daddy."Uly mengulu
Cekidot!Di sebuah cafe pinggiran kota, seorang wanita muda bercelemek abu-abu sedang melayani pembeli di cafe kecilnya. Ibu muda yang memiliki gadis kecil dan membesarkannya seorang diri itu begitu bersemangat melihat pelanggan yang semakin ramai berdatangan.Dendis cafe yang terletak di sebuah kota kecil dengan keramahan penduduk sekitarnya. Wanita itu memilih tinggal di sana setelah melalui banyak lika liku hidup yang membuatnya menyesal hingga saat ini.Bahkan luka fisik yang diterimanya tak sesakit luka batin yang kini terus saja menghantui kemanapun ia pergi.Andai saja waktu bisa diulang kembali, ia pasti tak akan menyia-nyiakan seseorang yang sangat menyayangi dirinya kala itu.Kini, semua hanya tinggal kenangan. Tapi jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih mengharapkan sebuah kesempatan. Biarlah ia dianggap tak tahu diri, tapi orang tidak akan pernah tahu apa yang dirasakannya kini. Sebuah rasa y
Dewa dan Uly sudah kembali ke rumah mereka setelah menginap satu malam di vila. Hubungan keduanya semakin membaik, bahkan kini Dewa tak segan lagi menunjukkan perhatian manisnya pada sang istri dan calon bayi."Waktunya minum susu, Honey!" seru Dewa dengan gelas berisi susu khusus ibu hamil di tangan.Uly yang sedang merias diri di depan cermin tersenyum geli, masih belum terbiasa dengan panggilan manis ala pasangan kasmaran yang Dewa sebutkan."Jangan dandan cantik-cantik, nanti kamu digodain orang," ujar Dewa masam.Uly yang sedang meminum susu hampir saja tersedak. "Terus aku harus jelek-jelekin wajah aku gitu? Kamu memangnya nggak malu nanti akunya jadi bahan gibahan orang-orang?"Dewa mengedikkan bahu seraya bersandar di meja rias. "Ngapain malu, toh aku tahu kamu cantik," sahutnya kalem.Sialnya hal itu malah membuat jantung Uly berdebar tak k
Sore ini Uly sedang sibuk memasak makan malam untuknya dan Dewa. Suaminya itu sedang mengecek bangunan bengkel yang sedang direnovasi.Kali ini Uly memasak ayam asam manis dan capcay. Sebenarnya Dewa sudah mengatakan untuk mencari pelayan agar pekerjaan Uly tak semakin berat. Pemuda itu selalu mengingatkannya agar tidak kelelahan.Uly meletakkan piring terakhir yang disusunnya di atas meja saat bel rumahnya berbunyi. Wanita itu melepas celemek hang membalut tubuhnya sebelum berjalan menuju pintu depan untuk melihat siapakah gerangan tamu yang bertandang di sore hari ini.Saat membuka pintu utama rasanya Uly begitu menyesal melakukannya karena nyatanya tamu yang sedang berdiri dengan wajah angkuh di depannya adalah orang yang paling tak ingin Uly temui saat ini."Ada apa?" tanya Uly ya
Setiap manusia mempunyai rencana, tapi tak semua dari rencana itu bisa berjalan lancar seperti yang dipinta. Sama seperti halnya Maharani yang sebenarnya datang ke rumah Dewa waktu itu untuk meracuni pikiran Uly tentang Dewa lagi, tapi sialnya Maharani tak bisa menahan emosi hingga berakhir dengan tamparan Uly yang hingga kini masih terasa nyeri di pipi.Arya yang mendengar cerita Maharani menggeleng tak percaya. Selain terkejut dengan keberanian Uly, ia juga tak habis pikir dengan kebodohan Maharani. Bagaimana bisa wanita itu malah melupakan rencananya dan berakhir dengan tamparan Uly.Ini tak bisa dibiarkan, Maharani sama sekali tak bisa diandalkan karena kerap menggunakan emosi dalam menjalankan rencana. Padahal seharusnya ia tinggal menun
Uly mengeratkan pegangannya di pinggang Dewa saat pria itu menekan gas sepeda motornya. Di gelapnya malam mereka saling membisu, meresapi segala rasa yang kini bercampur aduk di dalam kalbu.Dewa menghentikan sepeda motornya di sebuah taman yang dihias lampu bermacam warna. Banyak muda mudi yang sedang bersantai di sana.Uly memilih turun dan duduk di atas kursi panjang yang menghadap langsung ke kolam buatan yang pinggirannya di hias lampu berwarna hijau muda.Dewa ikut duduk di sana, diam membisu tanpa ingin menjelaskan sesuatu.Wanita yang kini tengah mengandung itu mengusap lembut perutnya yang masih terlihat rata."Kata orang tua, nggak baik wanita hamil keluar rumah malam-malam," ucap Uly memecah keheningan.Dewa spontan menoleh, menatap Uly dengan kening berkerut sebelum menyambar helm yang tadi ia letakkan d
Sepeninggalan sang suami, Uly menyesali kata-katanya sendiri. Tapi mau bagaimana lagi, ia merasa dirinya menjadi penghalang antara Gladys dan Dewa. Wanita itu menggeleng pelan, mengusap wajahnya yang sudah dibasahi air mata. Ia beranjak ingin menyusul Dewa yang meninggalkan dirinya dalam keadaan emosi. Uly menuruni tangga perlahan, berjalan menuju pintu depan tapi malah terkunci. Itu artinya Dewa tidak pergi keluar. Wanita itu menebak-nebak kemana perginya suami berondongnya itu. Saat ingin melewati Dapur, Uly mendapati Dewa yang sedang mengaduk susu di dalam gelas. Wanita berbadan dua itu pun mendekati sang suami yang wajahnya masih sama datar ketika pergi dari kamar tadi. "Wa," panggil Uly pelan. Dewa menoleh, lalu menyodorkan gelas berisi susu pada Uly. "Terima kasih," ucap wanit