Share

5

Author: Evie Yuzuma
last update Last Updated: 2025-06-24 13:07:42

“Mama tenang saja. Kalau hanya mau menantu lulusan luar negeri, detik ini pun bisa aku dapatkan. Kalau perlu, seorang dokter, seperti yang dulu mama mau. Jadi berhenti mencampuri lagi kehidupanku!”  tegas Prabu dengan suara dingin dan tatapan penuh kemarahan. Renata yang pandai berakting, terlalu sempurna di depan keluarganya.

“Kay, bawa saya ke kamar!” titah Prabu lagi dengan nada dingin. 

“Baik, Pak!” Kay langsung memegang kursi roda dan mendorongnya. 

“Tunggu, Prabu! Mama ke sini belum selesai bicara!” Gantari, Ibunda Prabu, masih berusaha menahan agar putranya tak meninggalkan dia begitu saja. 

“Jangan hiraukan mereka, Kay!” Prabu tetap memerintahkan Kay untuk segera mengantarnya ke kamar. 

Kay mendorong kursi roda itu dengan tergesa. Dia juga tak ingin terlibat lebih lama dengan permasalahan keluarga Prabu. Hatinya saja masih sesak dengan semua yang begitu mendadak menimpa dirinya. Tak mau lagi beban hidup Kay menjadi bertambah.

Setibanya di kamar, ponsel Prabu tampak sedang berdering. Dia segera mengambilnya dan mengangkat panggilan. Kay sendiri, merasa risih jika terlalu lama berada di kamar Prabu, dia segera beringsut hendak keluar. Namun, gerakkan tangan Prabu mengisyaratkan untuk menunggu. 

“Yah gangguan lagi, kalau aku pingsan, gimana? Sudah laper banget ini,” gerutu Kay sambil duduk dan tanpa terasa dia membuka stereoform dan iseng menyuap potongan ayam bakar. 

“Ya, Fred! Bagus kamu menelpon. Gimana yang dokter muda itu, yang lulusan Sydney?” Suara Prabu terdengar berbincang dengan seseorang. 

“Ck, pake lupa. Kemarin kamu bilang, salah satu dokter lulusan Sydney yang melamar ke rumah sakit kita, itu ada yang bilang mau kamu kenalkan!” Prabu kembali menimpali. Lalu dia menjeda lagi mendengarkan lawan bicaranya dari seberang sana.

“Yah, ada insiden, ya? Kalau nunggu dia balik dari Surabaya terlalu lama lah. Gila saja mau sampe acara serratus harian dulu. Bisa carikan yang lain. Ada berapa dokter yang melamar ke rumah sakit kita?” Prabu terdengar putus asa. 

“Eh, rumah sakit, kita? Jadi dia itu pemilik rumah sakit, ya?” Kay yang mencuri dengar, sibuk mencuri pandang pada lelaki berdada bidang yang tengah serius menelpon itu.

“Oke, carikan lagi! Tapi jangan bilang dulu kalau saya adalah pemilik rumah sakit Ainsley-grup. Saya ingin lihat dulu kepribadian aslinya.” Prabu menjeda lagi. 

Kay membeliak, dan tersedak. Ainsley grup? Siapa yang tidak tahu rumah sakit ternama yang memiliki lebih dari empat puluh cabang yang menyebar di seluruh Indonesia itu. Juga ada puluhan klinik yang bernaung di bawah nama grup tersebut. Jadi, lelaki yang sudah dia celakai itu pemilik Ainsley Group, salah satu rumah sakit bonafit di tanah air incarannya selama ini. Setahu Kay, pemilik Ainsley grup juga memiliki perusahaan yang bergerak di alat-alat kesehatan yang tersebar di beberapa kota besar di Indonesia. 

Orang tua Kay, orang tua Rey dan Marsha adalah supplier dari perusahaan alkes tersebut. Selama ini ketiga orang tua mereka saling support dan saling mendukung. Dari ketiga supplier yang menyupply Ainsley Grup, dulu, perusahaan ayah Kay yang paling berkembang dibanding perusahaan ayah Rey dan Marsha. 

“Minum!” Suara Prabu terdengar. Kay menoleh dan lelaki itu sudah menyodorkan gelas berisi air putih miliknya pada Kay.

Kay tak berpikir panjang, dari pada dia mati tersedak, dia pun segera mengambil gelas itu dan meneguknya segera. Akhirnya, dia bisa bernapas lega. Diletakkannya lagi gelas itu ke atas nakas. 

“Sudah nelponnya, Pak? Masih ada yang Bapak butuhkan?” tanya Kay tetap sopan. 

“Tolong belikan saya makanan seperti yang punya kamu!” titahnya sambil melirik potongan ayam kay penuh minat. 

“Eh, bukannya kata Bapak ART di sini masak, ya?” Kay menautkan alis, bingung. 

“Ya, tapi saya sudah lama tak makan ayam bakar seperti itu!” ujar Prabu ketus. Dia seperti tak suka, Kay menentangnya.

“Baper bener jadi cowok!” gerutu Kay dalam dada, tetapi hanya sebatas dalam dada. Dia pun tersenyum dan langsung memesankan ayam bakar seperti miliknya untuk Prabu. 

“Saya gak ada cash, bisa sebutkan nomor rekening kamu!” tutur Prabu dingin.

“Eh, gak perlu, Pak! Ini … saya traktir saja buat Bapak. Anggap saja permintaan maaf saya!” Kay menggeleng dan langsung beranjak berdiri. 

“Nanti saya anter ke sini kalau sudah datang, ya! Saya makan dulu!” tutur Kay sambil berdiri, lalu berpamitan dan meninggalkan Prabu seorang diri di dalam kamar. 

Di ruang tengah, ketiga perempuan itu masih mengobrol. Langkah Kay terhenti ketika Renata memanggilnya.

“Hey, Kay!” 

“Ya Tuhaaan, apa lagi ini?” 

“Iya, Bu?” 

Kay berjalan lunglai, mendekat ke arah tiga perempuan itu. 

“Apa kamu tahu sesuatu tentang perempuan yang suami saya sebutkan tadi?” Renata menatap Kay dengan tajam.

Kay menautkan alis dan berpikir, “Perempuan mana ya, Bu?” 

“Itu tadi adik saya bilang, dia ada kenalan seorang dokter lulusan luar negeri. Kamu tahu siapa perempuannya?” Prita---kakak Prabu ikut menimpali. 

Kay menggeleng dan tersenyum, “Saya baru sehari kerja di sini, Bu. Saya belum melihat seorang perempuan manapun yang bersama Pak Prabu.” 

“Kalau kamu lihat perempuan itu, tolong ambil fotonya dan kirim ke saya! Nanti saya kasih kamu bonus!” tutur Renata dengan pasti. 

“Dih, seenak hatinya!” gerutu Kay. Hanya saja pada kenyataannya dia hanya mengangguk dan tersenyum saja.

“Baik, Bu.” Kay ingin segera makan. Dia harus segera mengakhiri obrolan itu dengan mengiyakan. 

“Tulis nomor ponsel saya!” titah Renata. Meskipun malas, Kay segera mengeluarkan gawainya dan mengetik di sana. 

“Eh, ponselmu bagus! Dikasih Mas Prabu, ya?” tanya Renata menyipitkan mata. Dia menatap iphone yang dikeluarkan Kay. Meskipun bukan iphone keluaran terbaru, tetapi tetap saja benda itu memiliki harga lumayan. 

“Tidak, Bu. Ini dibelikan orang tua saya. Masih cicilan.” Kay berbohong, malas beradu debat lebih lama. 

Usai mencatat nomor Renata, Kay tergesa menuju kamar. Dia segera mencuci tangan dan bersiap untuk makan. Baru saja dia memegang sendok, notifikasi di ponselnya bergetar. Rupanya pesanan ayam bakar milik Prabu sudah sampai. 

“Ya ampuuun! Tuhaaan dosa apa aku?!!!!” Kay menjerit tanpa suara. Dia segera keluar. Beruntung para perempuan itu sudah bubar. Dia berjalan tergesa ke pekarangan yang luas itu, lalu mengambil pesanan Prabu dan berjalan kembali, menuju kamar Prabu. 

Kay mengetuk pintu kamar itu pelan, lalu mendorongnya. Hanya saja, Kay terperanjat ketika melihat apa yang ada di depan mata. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERJERAT CINTA SANG DUDA   30B

    Kay melirik ke arah sofa, memang tak nyaman tidur di sana. Lalu melirik ke arah tempat tidur, tampak Prabu sedang menata guling sebagai pembatas. “Ingat dalam perjanjian kita, tak ada kalimat harus tidur terpisah! Kita suami istri betulan secara negara dan agama, Kay!” jelas Prabu panjang lebar. Kay tampak berpikir, dia menatap kaki Prabu yang tertutup selimut. Jika dicerna secara logika, memang benar. Untuk berpindah dari kursi roda saja Prabu kepayahan. “Jadi gak usah berlebihan, nanti kalau tulangmu bengkok, siapa susah? Saya juga ‘kan?” Prabu bicara sambil mengedik santai.“Ngadi-ngadi banget alasannya, pake bawa-bawa tulang bengkok segala!” gerutu Kay dalam dada. Namun, dia pun membenarkan jika tidur di sofa itu tak nyaman.“Baiklah, saya coba malam ini! Kalau hmmm mas macam-macam, saya pindah lagi ke sofa.” Kay akhirnya setuju. Dia pun memang cukup pegal meringkuk di sofa dan merasa tak nyaman.“Yes!” Prabu bersorak riang di dalam hatinya. Sepertinya kepura-puraannya memang s

  • TERJERAT CINTA SANG DUDA   30A

    “Awas, ya! Aku akan kasih tahu mama! Kamu gak bisa lakuin ini ke aku seenaknya, Mas!” Renata menggeleng dan memutar tubuhnya. Lalu debuman pintu mengakhiri perdebatan mereka. Kay membuang napas kasar. Pikirannya yang masih terfokus pada Renata membuatnya lupa, jika Prabu masih merengkuhnya. Hingga suara bariton yang berbisik begitu dekat, membuatnya terperanjat.“Sekarang pengganggu itu sudah pergi, apa kita jadi beristirahat istriku, pas sekali diluar sedang hujan hmmm?” bisik Prabu dengan seringai jahilnya. Hanya saja romantisme mereka tak bertahan lama, suara tangisan Jehan membuat keduanya terhenyak. Hampir Prabu lupa kalau dia masih berpura-pura lumpuh. Kay yang panik langsung berlari memburu pintu, tetapi terlambat, debuman pintu luar sudah menenggelamkan tangisan Jehan berbaur dengan suara hujan. Kay berlari mengejarnya, tetapi kalah cepat, Renata sudah membawa Jehan masuk ke dalam mobilnya dan meluncur begitu saja. “Jehan!” Kay berteriak, reflek dia berlari mengejar, menemb

  • TERJERAT CINTA SANG DUDA   29B

    “Pak, awasss!” Kay panik, setengah berlari memburu Prabu, membiarkan pintu tertutup dengan sendirinya dengan menyisakkan celah kecil.“Kalau mau apa-apa, kan bisa minta bantu ke saya, Pak!” tutur Kay sambil susah payah membangunkan Prabu. “Kamunya ‘kan dari tadi masih cemberut, Kay!” tutur Prabu ringan. Dia sengaja tak membantu meringankan beban Kay, tetapi dia berusaha kembali terjatuh dan kali ini usahanya berhasil. Tubuh mungil Kay terjatuh tepat di tubuhnya. “Ya ampuuun, Kay! Kamu mau bunuh saya, ya! Kamu berat juga, ya!” oceh Prabu dengan ketus, padahal hatinya berbunga senang. Aroma tubuh Kay yang wangi tercium menenangkan. Wajah Kay memerah, dada bidang itu kini terpangkas tanpa jarak. Jarak wajahnya dengan Prabu hanya tersisa beberapa senti saja, sepasang iris biru itu seperti menghipnotisnya dan membuat Kay seperti kehilangan akal sehat. Dia seolah tertarik ke dalam pesona yang memukau hingga tak sadar ketika pintu kamar tiba-tiba terbuka dari luar. “Perempuan lont*! Enya

  • TERJERAT CINTA SANG DUDA   29A

    Kay menghela napas panjang sambil berdiri di depan kamar Prabu, yang kini akan ditempatinya. Meskipun memang hanya kamar tamu, tetapi cukup luas dan nyaman. Di tangan kirinya ada koper berisi pakaian, sedangkan tangan kanannya menenteng tas berisi make up dan perlengkapan hariannya. Tas laptop disampirkan di bahunya.“Duh, ribet banget …,” gerutu Kay sambil mendorong daun pintu, lalu melengkah masuk melewati Prabu yang sedang duduk santai di atas kursi rodanya sambil menikmati secangkir kopi, sesekali dia melirik layar gawainya yang terbuka. Kay meletakkan semua barang-barang itu di pojok ruangan, lalu kembali ke kamarnya yang terletak bersebelahan. Begitulah sore itu menghiasi kesibukkan Kay. Sepulangnya dari rumah Gantari, Prabu memintanya untuk segera berpindah kamar. Jehan, berdiri di pintu kamar dengan mata berbinar penuh semangat. Seorang mami baru yang bisa mengajaknya bermain kapan saja, akan segera menjadi miliknya, itu yang ada dalam pikiran Jehan. Gadis kecil itu tampak

  • TERJERAT CINTA SANG DUDA   28B

    Hening kembali memenuhi ruangan, Gantari sibuk dengan pikirannya dan segumpal rasa kecewa yang hebat untuk Renata. Meskipun, dia memang akan mengecek secara langsung dengan orang IT kepercayaanya. Sementara itu, Prabu dibantu oleh ART di sana, menaiki lift menuju ke lantai dua, di mana Jehan dan Kay sedang bermain bersama. **** Menjelang sore, Renata baru saja pulang dari syuting ketika mobilnya berhenti di depan rumah sang mantan mertua. Sepasang netranya melebar ketika melihat mobil Prabu terparkir di sana. Sejak dirinya merasa, Prabu akan merujuknya, Renata kerap sekali menginap di kediaman Gantari. Tentunya hal itu untuk menumbuhkan ikatan batin mereka agar makin kuat. “Mas Prabu, jangan-jangan dia kangen aku.”Senyum secerah mentari pagi terbit dari bibir Renata. Dia segera membuka pintu setelah menekan kode akses digital pada pintu utama. Pintu itu pun terbuka. Ruang tengah sepi, tak terlihat satu orang pun yang ada di sana. Lekas Renata menaiki lift yang ada di pojok ruangan

  • TERJERAT CINTA SANG DUDA   28A

    “Mama lihatlah file yang aku kirim. Setelah itu, mungkin sudut pandang Mama tentang Renata akan berubah.”“File?”Gantari mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Ia menggulir layar dan mencari pesan masuk dari Prabu. File apa sebenarnya yang Prabu kirimkan?Dengan gerakan hati-hati, ia membuka pesan dari Prabu. Jarinya menggulir layar, mencari tahu apa yang dimaksud anaknya. Ketika ia menemukan lampiran video, jari-jarinya berhenti sejenak, ragu untuk membuka.“Video apa ini?” gumamnya lirih. Perlahan jemarinya mengetuk video tersebut dengan pikiran penuh tanya.Video pertama dimulai. Gambar dari CCTV menampilkan lobi hotel mewah dengan karpet merah tua dan chandelier besar menggantung di tengah ruangan. Di sana terlihat Renata, wanita muda yang selama ini ia anggap menantu berkelas dan terbaiknya, menggandeng seorang lelaki muda. Mereka berbicara singkat dan terlihat akrab, lalu berjalan bersama menuju lift. Gantari tak bisa mengalihkan pandangannya dari layar. Napasnya mul

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status