Share

Membela calon suami petani?

***

"Ibu tidak mau menganggapmu sebagai anak jika kamu menerima lamaran Haikal, Delia. Pikirkan itu!"

"Jaga bicaramu, Bu!" Pak Handoko lagi-lagi menghardik. "Kedatangan Haikal dan keluarganya kemari dengan maksud dan tujuan yang baik. Tidak bisakah kamu menjaga sikap dan ucapan?"

"Menjaga sikap untuk anak petani, untuk apa, Pak?" Bu Sarah berseru marah. "Sampai kapanpun, Ibu tidak akan mengijinkan Delia menikah dengan pria miskin."

Delia dibuat geleng-geleng dengan sikap Ibunya yang angkuh. Harta dunia sudah membutakan mata hati Bu Sarah.

"Kalau saja Haikal dan keluarganya bukan orang baik-baik, mereka pasti tidak segan-segan menghardik balik kita semua, Bu," ucap Pak Handoko lemah. "Lagipula kita bukanlah keluarga kaya raya. Untuk apa menghina orang lain sementara hidup kita saja biasa-biasa saja begini?"

"Bapak sangat yakin jika Haikal adalah pria baik dan juga bertanggung jawab. Lihatlah, dari banyaknya kalimat hinaan dan cibiran yang Ibu lontarkan, mereka masih mampu menahan diri untuk tidak membalas kata-kata pedas kalian semua. Bapak malu, Bu ... Bapak sangat malu dengan kelakuan Ibu."

Bu Sarah melengos. Bibirnya mencebik mendengar sang suami begitu membela Haikal. Sementara Fatimah terlihat menguap, malas menanggapi lamaran dari pria miskin untuk adiknya.

"Lagipula apa yang salah dengan lamaran Haikal? Dia datang kemari bersama Bapak dan Ibunya. Berbicara sopan mengutarakan niat untuk melamar putri kita. Kenapa Ibu justru ...."

"Dengan dia datang kemari, itu sudah sangat salah, Pak," sela Jaka sengit. "Bapak kenapa sih, hah? Dia itu petani, Pak. Tidak punya pekerjaan, miskin, tidak memiliki masa depan. Kenapa kekeuh sekali mau menerima lamarannya untuk Delia? Bapak mau Delia hidup menderita lalu segala kebutuhan dia harus kita yang menanggung?"

"Dih, ogah banget!" sahut Meisya sinis.

"Kalau sampai Delia masih saja nekat mau menikah dengan pria kere itu, jangan harap aku dan istriku mau membantunya jika suatu hari nanti dia mengalami kesulitan. Haram duitku masuk ke dalam perut mereka!"

"Bagaimana jika keadaannya terbalik?" Delia berbicara setengah tersenyum sinis. "Bagaimana jika ternyata suatu hari nanti Mas dan Mbak Meisya yang mengalami kesulitan? Bolehkah aku juga mengatakan hal yang sama? Haram duit kami masuk ke dalam perut kalian. Bagaimana?"

"Kamu benar-benar sudah kehilangan akal, Del." Jaka tertawa lebar. "Kau pikir hal seperti itu mungkin terjadi?" Jaka menaikkan satu alis sambil menatap Haikal dengan tatapan remeh. "Coba saja terima lamaran pria itu, lalu buktikan apakah aku ... atau kamu yang akan menderita. Kau pikir enak menikah dengan orang miskin? Bodoh!"

Delia meraup udara dengan rakus. Cukup. Cukup sudah dia membiarkan Haikal dan kedua orang tuanya menerima banyak cacian dari keluarganya. Bukan ingin membangkang pada Ibu, namun pria yang Jaka rekomendasikan saat itu adalah pria yang sudah beristri. Kaya. Tapi bukankah jauh lebih bodoh dan gila lagi jika dia menerima lamaran pria yang sudah menikah? Delia bukan wanita murahan yang mau-mau saja dijadikan istri kedua. Sekalipun dengan iming-iming harta yang bergelimang.

"Akan lebih bodoh lagi jika aku menerima lamaran temanmu, Mas. Ck, jangan Mas pikir aku tidak tahu, kamu ingin aku menerima lamaran Faisal karena hartanya, benar bukan?"

"Jaka sudah benar, Del," timpal Bu Sarah. "Setidaknya Faisal bisa menjamin kehidupan kamu sebagai istri ...."

"Istri kedua," sahut Delia cepat. "Ibu mau aku menjadi istri kedua dan merusak rumah tangga wanita lain?"

"Is-- istri kedua?" tanya Bu Sarah tergagap.

Delia mengangguk. Matanya yang semula sendu kini menatap tajam ke arah Jaka. Wajah kakak pertamanya terlihat pucat. Mungkin tidak menyangka jika ternyata Delia tahu siapa sebenarnya Faisal. Pria yang mati-matian ingin Jaka jodohkan dengan adiknya.

"Mas kaget bagaimana aku bisa tahu tentang Faisal?" Jaka melengos. "Satu hal yang harus kamu tahu, aku bukan wanita yang gila harta, Mas," imbuhnya seraya melirik Meisya. "Aku tidak sudi menjual diriku pada pria yang sudah beristri."

Meisya membenarkan posisi duduknya. Ucapan Delia barusan membuatnya kikuk. Perasaannya tidak enak. Delia seperti mengetahui sesuatu. Entah apa itu.

"Kamu benar-benar keterlaluan, Jaka!" Pak Handoko mengeratkan rahang tuanya. "Tega sekali kamu mau menjerumuskan Delia menjadi pelakor."

"Halah, beristri tidak masalah asalkan kaya. Duit Faisal gak bakalan habis buat menghidupi dua istri ...."

"Kalau begitu suruh saja istrimu menikah dengan Faisal, Mas. Toh, duit Faisal tidak akan habis kalau cuma buat membiayai dua wanita. Bagaimana, Mbak Mei?"

"Delia!" bentak Jaka lantang.

Pak Handoko dan Haikal sama-sama berdiri. "Santai, Bang!" ucap Haikal tegas.

"Berani menampar Delia, Bapak patahkan tanganmu, Jaka!" ancam Pak Handoko tidak main-main.

Jaka membuang muka. Napasnya memburu melihat dua pria berdiri membela Delia. Kedua tangan Jaka berkacak pinggang, dadanya naik turun kentara sekali sedang menahan emosi.

"Kedatangan kamu memang membawa sial. Lihat, anak-anakku jadi ribut gara-gara kamu," tutur Bu Sarah lirih namun menohok. "Pergi dari sini, saya menolak lamaran kamu."

"Saya menerima lamaran Mas Haikal." Delia menimpali ucapan Bu Sarah. "Bapak merestui lamaran ini, benar kan?"

Bersambung

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Indah Syi
benar2 sombong keluarga Delia
goodnovel comment avatar
Lade Ungku Kasaka
mantap sekali ceritanya
goodnovel comment avatar
Rastono
Caranya ambil uang nya gimanah nih suhu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status