Share

TERPAKSA JADI PENGANTIN PENGGANTI IBUKU
TERPAKSA JADI PENGANTIN PENGGANTI IBUKU
Penulis: Rimbun Cahaya

Pengantin Pengganti

“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Gavin Davendra bin Tibra Devandra dengan putri saya yang bernama Prisha Lavani binti Egon Braun, dengan maskawinnya berupa kalung emas seberat 20 gram, tunai.”

Penglihatan Gavin berkabut kala menjawab ijab. Kesadarannya mengawang-awang. “Saya terima nikah dan kawinnya Nalini---“

Penghulu berdeham. Salah satu saksi menepuk bahu pemuda itu. “Mas Gavin, salah nyebut nama.”

Gavin tersentak, lalu mengulangi kabulnya, setengah linglung. Kalimat kedua, tetap salah ucap. Saksi menggeleng pelan dan kembali menegur. Lafaz kabul yang ketiga, tatapan Gavin menerawang. Masih menyebut Nalini.

Sesaat, pikirannya terbang pada kejadian satu jam sebelumnya. Menjelang akad, mamanya tiba-tiba mengancam bunuh diri.  

“Mama akan bunuh diri kalo kamu tetap nekat menikahi mantan PSK itu!” Wajah Karina--mamanya--menyiratkan ancaman. Ujung pisau di tangannya, telah menempel pada leher. 

Gavin terbeliak. Pucat pasi. Lebih dari apa pun di dunia, ia sangat menyayangi mamanya. Penderitaan yang disandang mamanya, telah ia saksikan sejak kecil, hingga Gavin bersumpah akan menjadi pelindung mama dan mematuhi semua kehendaknya. 

Jika mamanya sampai ingin bunuh diri, hanya gara-gara perkara ini, Gavin tak kuasa berkata apa-apa lagi. Akan tetapi, mengapa? Mengapa mama tega mengganti pengantinnya? 

“Turunkan pisau itu, Ma! Kenapa Mama sampai begini? Mama udah setuju, bahkan melamar Nalini untukku. Mengapa tiba-tiba berganti dengan putrinya?”

“Mama sengaja.” Karina menyeringai. “Karena Mama tau, kamu pasti nawar jika Mama bilang tidak setuju. Kamu memang selalu nurutin Mama. Tapi Mama udah tau sifatmu. Kamu sulit menyukai seseorang, tapi sekali suka, kamu bakal memperjuangkannya mati-matian. Mama sedih begitu tau, kamu menyukai wanita yang salah. Bikin malu! Kamu pikir, mudah buat Mama nerima mantan PSK sebagai menantu? Keluarga cemerlang kita bakal tercoreng aib. Kamu nggak mikir gimana dampaknya buat karir papamu? Bisa gagal kampanyenya jadi caleg tingkat satu!”

Mata abu-abu Gavin memerah dan berair. "Saya udah bilang berkali-kali. Nalini udah tobat. Kita juga bisa menutupi masa lalunya dengan membuatkan identitas baru.”

“Big no!”

Gavin menatap dengan perasaan hancur. “Tapi ... mengapa harus Prisha, putri Nalini?”

Sorot mata Karina berubah misterius dan berkaca-kaca. “Kita di ambang kehancuran, Vin. Perusahaan papamu bangkrut, padahal papamu perlu dana segar buat kampanye. Biaya perawatan nenekmu yang lumpuh total di rumah sakit juga sangat besar. Belum lagi utang berbunga di bank. Prisha adalah kunci keselamatan keluarga kita .... ”

Dunia serasa runtuh bagi Gavin begitu mendengar pemaparan mamanya. Kalimat selanjutnya, nyaris tak tersimak lagi karena hatinya terlalu hancur berkeping-keping.

***rimbuncahaya***

Dari kamar pengantin, suara Gavin lewat mikrofon terdengar jelas. Nalini, perempuan sensual berparas mirip artis India, menangis terisak-isak sampai dadanya sakit. Ia paham, lelaki itu pasti kaget dan sangat terpukul. Dari sekian banyak pria, Gavinlah pelabuhan terakhirnya. Ia dan dokter good looking itu sudah membangun mimpi mewujudkan manisnya hidup berumahtangga. Namun, hari itu impian tersebut musnah dalam sekejap. 

Sebuah kesalahan fatal, yang tak mungkin diperbaiki, menghancurkan segala harapan muluk. Kekecewaan hebat, membuatnya tak kuasa mengontrol air mata di depan putri kandungnya sendiri. Putri yang telah ia korbankan.

Seorang gadis belia yang luar biasa cantik jelita dalam balutan kerudung berhiaskan bunga dan gaun pengantin putih, duduk diam bagai patung hidup. Matanya sembap. Bertolak belakang dengan Nalini, gadis itu justru terlihat lebih tenang, menyimpan badai dalam hati.

“Mami, jika sesakit itu, mari kembalikan semua pada tempatnya. Belum terlambat.” Gadis itu berkata lembut membujuk. Suaranya merdu. Mata kehijauannya yang besar dan berair, menatap pilu.

“Tidak! Prisha, jangan berubah pikiran! Kamu tidak tau dengan siapa kita berurusan!” tegas Nalini dengan suara serak. “Kamu mau Mami mati sekarang?”

Prisha tersentak. Kilat kebencian terpancar dari mata emerald-nya. Tiba-tiba, gadis remaja itu bangkit dan melompat ke pintu. 

“Prisha!” jerit Nalini saat melihat putrinya menarik gagang pintu dengan kasar. Pintu sontak terbuka, memperlihatkan puluhan tamu wanita.

Wajah menawan si gadis langsung diterkam sinar tanya berpuluh-puluh pasang mata. Gadis itu, Prisha, terlihat kalap. Matanya merah. Tubuhnya memperlihatkan gelagat siap menyerbu ke depan. Tepat saat langkahnya terayun, suara Gavin dari mikrofon di ruang tengah berkumandang jelas.

“Saya terima nikahnya dan kawinnya Prisha Lavani binti Egon Braun dengan maskawinnya yang tersebut, tunai.”

“Sah!”

“Sah!”

Gemuruh suara para tamu mengucapkan hamdalah, terdengar membahana.

Prisha menahan langkah. Wajahnya yang sudah putih bening, semakin pucat, menyamai baju pengantinnya. Sekonyong-konyong, pandangannya menjadi gelap.

Para tamu wanita terpekik menyaksikan tubuh gadis itu roboh ke lantai.

***rimbuncahaya***

Gavin mengusap mukanya yang dibasahi keringat dingin. Jantungnya terasa dingin dan detaknya melambat. Giginya gemeletuk.

"Tahan dirimu," tegur papanya. "Jangan mengamuk di sini," kata Tibra lagi, melihat putra tunggalnya itu mengepal tinju.

Gelagat Gavin memang seperti orang yang Ingin mengamuk.

"Kau bisa lampiaskan marah sepuas-puasnya, tapi nanti. Jaga nama baik keluarga ini. Kita sudah setengah mati merahasiakannya. Kau tidak pernikahan ini bocor ke publik, kan? Meski hanya ada kerabat di sini, siapa bisa menjamin mereka tak gatal tangan menyebar gosip?"

Berdenyut pening pelipis Gavin, dokter yang menjadi pemimpin rumah sakit di usia muda itu. Terbayang pengorbanannya yang luar biasa untuk memperjuangkan cinta dan meresmikan hubungannya dengan Nalini. 

"Kamu benar-benar keras kepala. Susah payah kami didik kamu sebagai dokter sekaligus ahli waris bisnis rumah sakit. Kamu malah mau merusak citra keluarga ini! Mau ditaruh di mana muka kami punya menantu mantan PSK?!" Mamanya berteriak kalap ketika Gavin masih nekat melobi restu untuk yang ke sekian kali.

Papanya tak kalah gusar. Bahkan ingin menampar. Beruntung mamanya lekas menahan sang papa.

"Saya udah nurutin semua maunya Papa Mama. Sekali ini saja saya meminta dalam hidup ini. Mohon restui kami. Atau saya akan kembali ke Jerman!" 

Akhirnya, sang mama luluh. "Oke, silakan menikah. Tapi rahasiakan pernikahanmu dari publik!"

Gavin bahagia sekali dan menyampaikan kabar tersebut pada Nalini. Nalini ikut bahagia. Tak masalah baginya nikah di bawah tangan, asalkan mereka bisa bersama. Gavin terharu dan makin cinta. 

Namun, apa yang terjadi hari ini? Segala susah payahnya musnah dalam sekejap.

Mungkinkah kejadian hari ini, arti dari mimpi anehku tadi malam? Gavin membatin, frustrasi. 

Semalam ia bermimpi menikah dengan seorang gadis berkerudung dan gaun panjang. Wajah gadis itu menunduk, sehingga wajahnya tak terlihat. Mereka berada di taman yang semarak berbunga. Saat terbangun pagi-pagi, Gavin merasa sangat bahagia, meski agak ganjil. Sebab Nalininya selalu fashionable tanpa kerudung. 

Semua orang kelihatan gembira dan bahagia. Hanya Gavin yang terlihat pucat dan muram. Sebagian orang melongokkan kepala ke ruang tengah, ingin melihat pengantin wanita. Mereka menanti prosesi selanjutnya. Sesuai kebiasaan, setelah akad nikah, pengantin putri keluar untuk menandatangani buku nikah. Selanjutnya, ada acara tukar cincin. Pengantin wanita akan mencium tangan pengantin pria.

Sayangnya, yang ditunggu-tunggu tak kunjung tiba. Malah terdengar keributan kecil dari ruangan khusus wanita. Bisik-bisik tanya mulai berdengung di antara tamu pria.

Sarah, ibu Nalini, dengan sigap memberi isyarat ke panitia konsumsi di dapur untuk mulai menghidangkan makanan, agar perhatian para tamu teralihkan.  

Kabar pun sampai ke telinga Gavin. Rupanya, mempelainya pingsan di depan kamar pengantin.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status