Share

Menemui Keluarga Kaivan

"Tidak jelas sekali. Revisi? Salahnya di mana coba? Cik."

Walau mengeluh begitu, Rachel tetap merevisi surat tersebut. Setelahnya dia kembali menemui Kaivan, agar bisa diizinkan keluar. Kali ini dia menemui pria itu di ruang tengah. Kaivan sedang bersantai di sana-- Televisi menyala tetapi pria itu malah fokus pada tablet mahal di tangannya.

Hah, karena terhalang topeng jadi Rachel tak bisa melihat bagaimana ekspresi Kaivan. Padahal dia penasaran!

"Pak." Rachel memanggil pelan. Ketika Kaivan menoleh padanya, Rachel langsung memberikan surat yang telah ia revisi tersebut pada Kaivan. "I--ini suratnya."

"Humm." Kaivan meraih surat tersebut, tetapi malah meletakkannya begitu saja di atas meja. Dia juga mematikan tablet mahalnya dan meletakkannya di atas surat tersebut--menutupi surat tersebut dari penglihatan siapapun. Setelah itu dia berdiri dan langsung menarik Rachel dari sana.

"Tuan--Pak … bagaimana dengan surat dan aku--aku ingin keluar dengan …-" Rachel terbata-bata, jalannya tersoek-soek akibat Kaivan menariknya.

Langkah kaki Kaivan panjang dan Rachel sulit mengimbanginya.

"Malam ini kau dan aku akan ke rumah Nenekku. Aku akan mengenalkan mu pada keluargaku," ucap Kaivan-- setelah dia dan istrinya berada dalam mobil.

Rachel menganga dengan wajah kaku serta syok, dia menoleh ke arah sopir-- menatap tangan kanan suaminya tersebut dengan berharap bantuan. Tapi sayang! Apa yang dia harapkan? Bahkan dia kebingungan saat ini, walau dominan takut.

"Santai saja, kau hanya perlu diam ketika bertemu dengan mereka."

Rachel masih melogo tak percaya. Bisa-bisanya Kaivan membawanya ke rumah keluarga pria ini dan tanpa memberi tahu Rachel. Argk! Setidaknya biarkan Rachel mempersiapkan diri atau minimal waktu untuk berpikir.

"Pak, aku …-"

Kaivan memotong cepat. Nadanya datar tetapi tatapannya begitu tajam. "Stop memanggilku Pak, Ichi. Tuan dan Pak itu sama saja. Tolong ganti!"

Rachel meneguk saliva secara susah payah. Sekarang apa? Ingin protes tetapi dia harus memikirkan panggilan apa yang harus dia sematkan pada pria bertopeng di sebelahnya ini. "Aku … harus panggil apa? Abang?"

"Ibumu memanggil Ayahmu dengan sebutan apa?"

Suara pria ini benar-benar dingin. Cik, AC mobil ini bahkan kalah dingin dengan suara Kaivan. Terlebih lagi aura mematikan yang menguar dari tubuh Kaivan, itu semakin membuat Rachel menggigil takut.

"Mama memanggil Ayah dengan sebutan … Ayahnya Rachel," jawab Rachel dengan ragu, "kita belum punya anak. Jadi aku harus memanggilmu dengan sebutan Ayahnya siapa?" lanjut Rachel yang mendapat sentilan maut di kening dari Kaivan.

"Bodoh!" dengkus Kaivan, sebenarnya antara gelik, merasa lucu dan gemas juga dengan Rachel. Dari kalimat imut Rachel tersebut bisa diartikan secara tidak langsung jika Rachel mendoakan pernikahan mereka ini berlanjut.

'Kita belum punya anak.' Cih, itu kalimat paling menggemaskan yang pernah Kaivan dengar. Namun walau begitu, Kaivan lebih memilih menampilkan raut muka yang flat--menyembunyikan rasa gemas yang menyelimuti dirinya pada Rachel di balik topeng dan wajah datar.

Walau dia akui dia telah jatuh cinta pandang pertama dengan gadis muda konyol ini, tetap saja Kaivan merasa takut akan suatu hal. Bagaimana jika Rachel sama saja dengan yang sebelumnya?

"Panggilan umum yang biasa seorang istri pakai pada suaminya."

"Oh." Rachel menggaruk pipi, dia kembali berpikir keras dengan air muka yang serius serta kening yang berlipat. Dia sangat serius, walau jatuhnya itu lucu di mata Kaivan.

"Bukan panggilan khusus yah?"

Kaivan seketika menatap dongkol pada makhluk menyebalkan di sebelahnya. Cik, ingin marah tapi wajah naif serta tampang polos Rachel begitu menggemaskan. "Panggil aku dengan sebutan Mas. Selesai!"

"Tapi Mas' itu sama dengan Abang." Rachel bercelutuk, mendongak ke arah Kaivan dengan air muka tanpa dosa serta polos. "Abang Kaivan. Uuughh … lucunya," ucapnya lagi yang mendapat pelototan horor dari Kaivan.

Apalagi Kaivan mengenakan topeng, walau hanya setengah, tetap saja itu menguat orang fokus ke mata Kaivan dan itu membuat tatapan Kaivan semakin terlihat tajam serta mengerikan.

"Pa--Pak …." Rachel menoleh ke arah supir; di mana supir tersebut adalah tangan kanan suaminya ini, William Raynald. "Abang Ka--Kaivan lucu kan?" tanyanya ragu-ragu, hanya agar Kaivan berhenti melototinya saja.

"Iya, Nyonya. Panggilannya manis. Cocok untuk Tuan Kaivan."

Seketika itu juga Rachel menyengir dan cengengesan juga. "Ehehehe … Abang Kaivan."

Kaivan memilih diam saja selanjutnya. Ketika mereka sampai, Kaivan lebih dulu turun dari mobil. Kemudian disusul oleh Rachel dan juga William.

Mereka bertiga masuk ke dalam rumah-- di sambut hangat oleh seorang perempuan tua dan juga anggota keluarga Kaivan lainnya. Namun, ketika perempuan tua itu menatap ke arah Rachel, seketika senyumannya langsung luntur. Wajah hangat dan penuh riang tersebut langsung berganti dengan wajah tak suka dan sinis.

"Wanita kucel ini … siapa, Kaivan?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
Kaivan kmu bw k salon itu istrimu dn.kmu bliin baju2 brended tuk Rachel biar dia g kucel lagi dn juga biar dia keliatan lebih cantik.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status