"Tuan jatuh cinta pandang pertama pada Nona?"
Kaivan menatap Hansel, tangan kanannya sekaligus sekretarisnya juga. Pria ini adalah orang yang menyatakan Kaivan untuk menikah dengan salah satu putri Abimanyu.Kebetulan saat itu keluarga Abimanyu punya hutang yang cukup besar pada Kaivan. Jadi karena sudah sangat mendesak dan tidak punya wanita yang bisa ia nikahi, jadilah Hansel menyarankan agar Kaivan menggertak serta mengancam keluarga Abimanyu agar mereka memberikan putri mereka untuk Kaivan nikahi.Putri paling tua yang belum menikah yang dipilih untuk menikah dengannya. Namun, karena tahu Kaivan punya wajah buruk rupa, jadilah wanita itu berusaha menolak menikah dengan Kaivan. Salah satunya dengan berpura-pura hamil. Kaivan tahu itu, tetapi dia tak mempermasalahkannya. Toh, dia mendapatkan ganti yang jauh lebih baik dari Melisa."Aku tidak jatuh cinta pada perempuan itu. Aku membenci wanita. Mereka makhluk pemandang fisik dan gila-gila harta." Kaivan berucap acuh, sibuk dengan pekerjaannya.'Tapi dia bukan wanita. Dia perempuan.'William, yang juga ada di dalam ruang kerja Kaivan, terkekeh pelan ketika mendengar penuturan Kaivan. "Sangat jelas terlihat, Tuan.""Apa maksudmu?!" Kaivan menatap dingin pada Wiliam."Ketika Nona muncul diruangan itu, Tuan memperhatikannya. Lebih dari tiga detik."Hansel menganggukkan kepala. "Tuan bilang akan menceraikan istri Tuan dua minggu setelah menikah. Karena Tuan hanya butuh menikah untuk memenuhi syarat agar Tuan bisa mendapatkan kekayaan mendiang ayah Tuan. Dua minggu cukup untuk mengurus segalanya. Dan setelah itu … Tuan akan menceraikan wanita yang menjadi istri Tuan. Tetapi … kalian bahkan satu kamar. Aneh."Kaivan menyender ke kursi kekuasaannya. Benar juga! Rencana awal memang begitu. Dia hanya butuh status menikah dan … dua minggu itu sudah lebih dari cukup untuk memiliki kekayaan ayahnya. Tetapi … bahkan dia tidak percaya jika dia tidur satu ranjang dengan perempuan itu. Ajaibnya, sepanjang malam Kaivan memeluk tubuh Rachel-- benar-benar menjadikannya guling pribadi."Jangan lupa dengan niatan Nenekku." Kaivan berucap datar. "Dia berniat menjodohkan ku dengan perempuan yang tak aku suka.""Jadi Tuan menyukai Nona Rachel?" Wiliam menggoda.Bukannya mengelak seperti sebelumnya, Kaivan malah menganggukkan kepala. "Dia cukup menghibur dan unik. Kalian tahu, dia tak mempermasalahkan wajahku. Dan dia perempuan, bukan wanita.""Akhirnya Tuan bisa menemukan Belle Tuan." Hansel ikut menggoda dan terkekeh. Ada-ada saja Tuannya ini. Perempuan dan wanita sama saja. Cik, cara Tuannya ini mengelak,, manis sekali."Yah. Mungkin." Kaivan menganggukkan kepala. "Karena itu dia tak akan ku lepaskan.""Hah?" Wiliam dan Hansel seketika saling bersitatap. Okey, mereka mulai panik dan khawatir. Jangan bilang jika Kaivan …-"Kalian tahu? Dia seperti kelinci, dan kelinci memang harus dirantai bukan?" Kaivan menyeringai tipis, "jika tidak, dia akan kabur!" tambahnya dengan begitu misterius.Hansel dan Wiliam meneguk saliva masing-masing. Mereka sama-sama pucat dan pias. Mereka salah persepsi sepertinya mengenai ketertarikan Tuan mereka ini pada sang Nona.Bukan cinta pandang pertama tetapi sebuah ketertarikan yang mengarah ke … ingin memiliki dan mendominasi. Obsesi!"Aku akan melatihnya untuk menjadi pendampingku. Kelinciku tak boleh lemah," tambah Kaivan yang membuat Hansel dan Wiliam semakin yakin jika Kaivan terobsesi pada Rachel.Tapi … apakah ada obsesi pandang pertama? Mungkin karena Kaivan merasa Rachel perempuan yang berbeda dengan wanita lainnya, jadi Kaivan merasa harus menjadikan Rachel sebagai miliknya dan selamanya. Dan karena mungkin takut juga akan suatu hal, Kaivan ingin mendominasi hubungan ini.***"Malam, Pak," sapa Rachel ketika berpapasan dengan Kaivan di lorong rumah raksasa pria ini. Seperti biasa, Rachel berpura-pura santai dan berusaha bersikap ramah.Walaupun wajah pria ini ditutupi topeng dan kata orang sangat jelek, tapi dia suami Rachel. Jadi …-'Mama bilang, seorang istri itu harus menghargai suaminya dan menerima apapun kekurangan suami kita. Meskipun bertopeng dan setengah wajahnya jelek yah aku harus terima, mau tak mau.'Kaivan berhenti melangkah, menoleh ke arah istrinya yang sudah rapi dan juga wangi. Dari pakaiannya, sepertinya Rachel ingin keluar rumah. "Kau mau kemana?""Oh." Rachel ber oh ria, mengerjab beberapa kali sembari memikirkan cara dia izin keluar pada semuanya ini. Namun ketika mengingat sesuatu, Rachel merogok tas dan mengeluarkan sebuah amplop berwarna putih."Ini surat izin saya, Pak. Hehehehe …," ucapnya cengengesan sembari menyerahkan amplop tersebut pada Kaivan.Hansel dan Wiliam yang memang mengikur dibelakang Kaivan, reflek saling bersitatap.'Pantas saja Tuan langsung suka. Nona memang … agkh, sudahlah!''Ini bukan unik lagi. Tapi lain dari pada yang lain. Ini terlalu absurd.'Kaivan meraih amplop tersebut, kemudian membuka dan membaca surat di dalamnya.'Kepada yang terhormat, Pak Kaivan Rafindra Kendall (suamiku)Dengan ini saya yang bernama Rachel Queenza meminta izin keluar malam untuk keperluan skripsi saya yang salah judul. Salah satu teman saya dengan iseng telah menukar judul skripsi saya, dan itu membuat saya malu serta terpaksa harus berpindah langganan Poto copy ke tempat yang lebih mahal. Jadi saya berkeperluan untuk menyidang teman saya tersebut. Sekiranya bapak berkenan memberikan saya izin.Tertanda tangan (Rachel Queenza Abimanyu)'Setelah membaca surat tersebut, Kaivan mengembalikannya pada Rachel-- membuat perempuan itu bingung dan juga cengang.'Kenapa suratku dikembalikan? Apa aku nggak dapat izin yah?' Rachel menerima kembali surat tersebut dengan wajah pongo bercampur konyol."Revisi lagi surat izinmu." Kaivan berucap datar lalu kembali melanjutkan langkahnya. Wiliam dan Hansel diam-diam tersenyum gelik.Fix, Rachel memang cocok dengan Kaivan! Setelah sekian lama, ini pertama kalinya seorang Kaivan mau meladeni hal absurd seperti ini. Biasanya, Kaivan akan menghindar dari hal konyol seperti ini. Namun sekarang, dia bahkan ikut bermain.'Artinya, Tuan benar-benar tertarik pada Nona. Lebih dari yang sebelumnya.'Rachel menatap punggung Kaivan yang menjauh. Pria bertopeng itu …--"Tidak jelas sekali. Revisi? Salahnya dimana coba? Cik."Setelah mengusir orang tuanya dari kamar, Adera hanya diam murung di sana. Hingga tiba-tiba saja …-Ceklek' Pintu kamar Adera terbuka, memperlihatkan seorang pria menjulang tinggi di ambang pintu. Adera menghela napas pelan, berdecak kesal kemudian menatap sinis pada pria tersebut. "Ngapain Papa kemari?" sinisnya, membuang jauh pandangan lalu pura-pura fokus pada HP. Kebetulan HP Adera berada tak jauh darinya saat itu. "Hah." Hembusan napas berat terdengar keluar dari bibir Kaivan. Dia menatap putri bungsunya lamat, kemudian berjalan masuk untuk mendekat. "Papa ingin bicara padamu."Adera melirik sejenak, memilih cuek dengan bermain ponsel. Sayangnya, itu pengalihan karena pada kenyataannya Adera hanya men-scroll galeri ponsel. "Begini sikapmu jika berbicara dengan orang tua?" Saat itu juga Adera meletakkan HP ke atas meja. "Cik." Dia berdecak malas. "Tumben-tumbenan Papa ke sini menemuiku, pake acara sok sokan berbicara denganku lagi. Biasanya juga malas. Berpapasan denganku s
"Aku tidak punya uang. Minta," jawab Adera, mengulurkan tangan ke arah Davin tetapi dengan menatap lurus ke arah depan– enggan menatap pada pria dingin dan berbahaya tersebut. Davin menaikkan sebelah alis, menatap intens ke arah wajah jutek Adera. Cih, apa perempuan ini pikir dia menakutkan seperti itu? Tidak! She's so cute. Bahkan karena sangat menggemaskannya perempuan ini di mata Davin, rasanya Davin ingin sekali mencium Adera sampai perempuan ini kehabisan napas. Yah, ingin rasanya Davin mencuri napas perempuan yang duduk di sebelahnya ini. Davin mengeluarkan dompetnya lalu menaruhnya di atas telapak tangan Adera. Perempuan menggemaskan itu seketika menoleh ke arah Davin, menatap tak percaya pada Davin. Adera sedikit menganga, tercengang karena Davin memberikan dompet padanya. 'Eih, dikasih sumbernya langsung. Beneran ini?' batin Adera, menatap ragu pada dompet hitam berbahan kulit tersebut. "Beli apapun yang kau inginkan, Era," ucap Davin, menatap wajah cengang Kanza yang sa
"Kau masih yakin ingin memperistrinya?" Davin menganggukkan kepala, tersenyum penuh keyakinan pada Kaivan. "Semakin yakin, Uncle," jawabnya tanpa ragu. "Ah, yah. Aku sudah menghubungi Daddy-ku, mengatakan jika nanti aku pulang dengan membawa menantu untuknya. Dan Daddy setuju." "Hell." Kaivan mengumpat pelan, semakin frustasi karena mendengar penuturan calon menantunya, "tidak secepat itu juga. Cik, lagipula Adera-ku belum tentu menerimamu, Nak." Kaivan menyunggingkan smirk tipis. "Kau lihat sendiri, dia tidak peduli keberadaanmu," ejek Kaivan selanjutnya, mendapat tawa dukungan dari William dan Hansel. "Adera hanya malu-malu, Uncle," jawab Davin, menyunggingkan smirk tipis di bibirnya. "Ah terserah. Asal kau tidak memaksa putriku dan-- pernikahan itu hanya terjadi jika Adera setuju," ucap Kaivan tegas. Dalam hati dia sangat yakin jika putrinya tidak akan mau menerima Davin. Bukan tidak setuju Davin menjadi menantunya, malah dia merasa senang karena dia tahu Davin siapa dan menge
"Siap--" Ucapan Adera terhenti ketika melihat siapa orang yang berada di depan kamarnya– Davin Sbastian Lucas, pria yang ia takuti melebihi rasa takutnya pada Papanya sendiri. Davin mendorong pintu kamar Adera, masuk begitu saja dalam kamar perempuan yang telah sah menjadi calon istrinya tersebut. Langkah Davin berhenti tepat di depan sebuah cincin yang tergeletak mengenaskan di lantai. Davin mengambil cincin tersebut, kemudian menghampiri Adera yang masih berada di depan pintu. "Kau melempar cincin pertunangan kita?" ucapnya dengan mendekati perempuan itu, menutup pintu karena dia tahu Adera berniat kabur. 'Ah, sialan. Dia menutup pintu kamar ku. Yang benar saja dia mengurungku dalam kamarku sendiri,' batin Adera, terdiam dengan posisi tetap membelakangi Davin. Dia tidak mau menghadap pria ini karena dia takut– malu tak ada muka jika harus bersitatap dengan Davin. Bayang-bayang kejadian itu menghantui Adera. "Jawab, Era," ucap Davin pelan, nadanya rendah dan berat. Terkesan seks
"Ahahaha … tidak begitu, Tuan Kaivan. Anda salah paham. Niat kami kemari untuk membicarakan hubungan antara Gisella dan Danial ke jenjang yang lebih serius, agar … Danial bisa lebih memprioritaskan putriku dan putri-putri anda tidak mengganggu hubungan mereka lagi."Kaivan menaikkan sebelah alis, lagi-lagi menyunggingkan smirk tipis sembari menatap dingin ke arah Bagaskara. "Danial, kau masih ingin melanjutkan hubunganmu dengan putri dari Pak Bagaskara?" tanya Kaivan, tanpa menoleh ke arah putranya dan tetap menatap dingin ke arah Bagaskara. "Tidak, Pah," jawab Danial datar. "Apa-apaan kau ini?!" Tak terima mendengar jawaban kekasihnya, Gisella berdiri dan dengan marah langsung melempar tasnya ke arah Danial. Namun, dengan mudah Danial menangkisnya. "Aku serius padamu, tetapi kau …-!""Ini putrimu?!" Kaivan berdecis remeh. Bagaskara dan istrinya sontak saling bersitatap, sama-sama panik dan malu akibat ulah putri mereka. Dengan kesal Bagaskara menarik pergelangan tangan putrinya da
"Ada ribut apa ini?" tanya Kaivan yang tiba-tiba muncul di sana dengan Jake, William dan Hansel. Seketika itu juga mendadak ruangan itu terdiam. Tak ada suara sedikitpun di sana. "Diam?" Kaivan menatap bingung pada istri dan anak-anaknya. "Ah, tidak apa-apa, Mas. Hanya permasalahan anak-anak saja," jawab Rachel sembari tersenyum manis ke arah suaminya tersebut, "ouh iya, Mas ingin kopi kan? Tunggu, aku buatkan," tambah Rachel sembari berniat beranjak dari sana. Namun, langkahnya tiba-tiba tertahan. Tangannya dicekal oleh sang suami. "Ma--Mas," cicit Rachel pelan, menatap cekalan suaminya di pergelangan tangan kemudian beralih menatap Kaivan dengan air muka murung. "Kau tidak pandai berbohong, Ichi. Katakan, apa yang terjadi?!" tanya Kaivan pelan, berdesis dan berbisik pelan. Dia menatap penuh peringatan pada Rachel– tak suka jika istrinya ini menyembunyikan sesuatu darinya. "Jangan di sini," bisik Rachel pada Kaivan, kemudian dia melepas cekalan suaminya lalu beranjak dari sana.