"Wanita kucel ini … siapa, Kaivan?"
Parah Kendall, nenek dari Kaivan tersebut berucap dengan nada dingin sembari menatap Rachel dari ujung kepala hingga ujung kaki. Decakan tak suka beberapa kali terlontar dari mulutnya-- menyinggung perasan Rachel dan juga membuat Rachel cukup tak nyaman juga.Hah, apa yang Rachel takutkan terjadi juga. Keluarga suaminya tak menyukainya."Rachel Queenza Kendall, istriku." Kaivan menjawab, suaranya lebih dingin dari Parah dan aura mengerikan juga menguar dari tubuhnya."Jelek sekali!" sarkas Parah dengan terus melayangkan tatapan tak suka pada Rachel. Ucapannya tersebut mengundang gelak tawa bagi anak-cucunya yang memang berkumpul untuk menyambut Kaivan.Percayalah, itu sangat menyakitkan bagi Rachel. Seumur hidup ini pertama kalinya Rachel diperlakukan tak layak--dihina-hina. Dia malu dan sakit hati sekali."Diam!" Suara bentakan Kaivan mengalun kuat, semua orang di sana langsung diam dan seketika juga suasana menjadi horor dan hening.Bukan hanya keluarganya yang takut, tetapi juga Rachel yang berada di sebelahnya. Perempuan itu tersentak kaget dan tiba-tiba menjauh beberapa langkah dari sebelah Kaivan. Sejujurnya itu malah membuat Kaivan semakin marah. Dia tak suka istrinya ini menciptakan jarak.Kaivan menggeram rendah, menyentak lengan Rachel dengan kasar; membuat perempuan itu berakhir menabrak dada bidangnya. Tak tinggal diam, Kaivan langsung mengalungkan tangan di pinggang ramping istrinya tersebut-- agar Rachel tak bisa menciptakan jarak lagi."Rachel adalah istriku. Siapapun yang menghinanya, itu sama dengan dia menghinaku." Aura mengerikan dari tubuh Kaivan semakin menguar dan menguasai ruang tersebut. "Dan siapapun yang menghinaku, kupastikan hidupnya tak akan mudah. Harusnya kalian tahu itu!" ucap Kaivan lagi dengan nada tegas dan dingin."Nak, tidak ada yang menghinamu." Parah berucap lirih. "Baiklah, Nenek mengalah. Tetapi Nenek tetap akan mencarikan Wanita yang jauh lebih cantik dibandingkan perempuan yang kau nikahi sekarang, untuk kamu nikahi.""Aku tidak peduli. Aku datang ke sini untuk mengurus warisan ayahku. Bukan membahas wanita." Kaivan berucap datar. Dia menarik Rachel, kemudian duduk santai di sebuah sofa yang ada di sana. Rachel sendiri duduk kikuk dan tegang di sebelahnya.Parah seketika tersenyum manis. "Jadi kau menikahi gadis kucel itu hanya untuk harta ayahmu, Nak? Bagus. Nenek suka, dan itu baru cucuk Nenek."Parah tertawa puas, duduk di depan Kaivan-- sang cucu kesayangan. Kenapa dia suka? Karena memang seluruh harta mendiang ayah Kaivan dipegang oleh Kakak laki-laki dari Ibu Kaivan. Sebagai amanah--sebelum suatu saat harta itu dikembalikan pada Kaivan."Anggap saja begitu," dingin Kaivan.Sebenarnya semua harta ayahnya sudah atas nama Kiavan saat masih satu tahun yang lalu; di mana ayah Kaivan masih hidup. Namun, karena kekhawatiran Ayahnya pada Kaivan-- jika Kaivan melenceng atau memilih tak menikah seumur hidup, maka ayahnya membuat syarat jika Kaivan ingin memegang semua kendali atas harta itu. Ayahnya tahu mengenai patah hati Kaivan dan perubahan emosional Kaivan. Dia tahu semuanya! Karena itu dia khawatir Kaivan akan selamanya menutup hati pada perempuan lalu bisa saja suatu saat Kaivan melenceng.'Usiamu sudah tiga puluh dua tahun, Nak, dan kamu belum menikah?''Tidak ada pernikahan dalam hidupku.''Baiklah, jika begitu jangan harap kau bisa mendapatkan kekayaan dari Ayah jika kau memilih tak menikah.''Ayah beri kau waktu dua tahun untuk menikahi perempuan pilihanmu. Ketika usiamu tiga puluh empat tahun, tepat di hari ulang tahunmu kau belum punya istri, maka hari kedua kau berusia tiga puluh empat tahun, harta Ayah tidak akan ada untukmu.''Aku tidak peduli. Aku punya kekayaan sendiri.'Yeah … itu jawaban Kaivan dulu. Dia memang tak peduli karena dia sudah punya perusahaannya sendiri dan punya kekayaan sendiri--walau perusahaan itu juga dari ayahnya. Tetapi dia terbukti sukses. Dia sebenarnya tidak butuh apapun lagi. Hanya saja … orang yang memegang harta ayahnya saat ini salah menggunakannya.Rasanya Kaivan tak ikhlas ketika hasil jerih payah ayahnya digunakan untuk hal negatif. Dia tidak terima dan marah! Karena itu Kaivan memutuskan untuk menikah di hari ulang tahunnya yang ke tiga puluh empat. Dia mendesak keluarga Abimanyu, bahkan mengancam juga karena dia memang telah berada di batas waktu syarat yang ayahnya berikan."Humm, baiklah." Parah tersenyum hangat. "Yang terpenting kau bisa mendapatkan harta itu kembali sekarang dan … Ibumu serta Kakaknya, memang licik.""Tidak perlu membahas itu." Kaivan berkata kesal."Malam ini kamu menginap di sini yah, Nak. Nenek sudah sangat merindukanmu.""Humm." Kaivan berdehem saja. Sedangkan Rachel, dia diam-- seperti yang Kaivan katakan di mobil, di mana Rachel hanya perlu diam saja.***"Abang Kaivan, kita akan tidur bersama yah?" tanya Rachel-- mengikur dibelakang Kaivan. Dia bertanya demikian bukan tanpa alasan.Tadi ketika suaminya ini pergi sebentar dengan seorang pria yang Rachel tak kenal, nenek dari suaminya tersebut mengatakan agar Rachel tidur lain kamar dengan Kaivan. Nenek jahat itu bahkan menyuruh pelayan di rumah ini untuk menyiapkan kamar tamu-- sebagai tempat Rachel tidur malam ini.Bug'Tiba-tiba Kaivan berhenti melangkah, Rachel yang kurang fokus-- berjalan letoy dibelakang Kaivan, berakhir menabrak punggung lebar Kaivan."Auuu …."Bug'Tiba-tiba Kaivan mendadak berhenti melangkah, Rachel yang kurang fokus-- berjalan lotoy dibelakang Kaivan, pada akhirnya menabrak punggung lebar Kaivan. "Auuu …." Rachel memekik sakit, mengusap kasar keningnya sendiri sembari menatap penuh tanda tanya pada Kaivan yang tiba-tiba berhenti melangkah -- sekarang malah menatap Rachel dengan tajam, entah maksud pria ini apa. "Pertama, berhenti memanggilku Abang. Kedua, jadi menurutmu suami istri itu tidur berpisah, heh?" Karena takut dengan aura pria dingin di depannya ini, Rachel reflek meneguk saliva dengan susah payah dan bergerak mundur beberapa langkah untuk memberi jarak dengan Kaivan yang punya tatapan membunuh ini. Astaga, Rachel merasa tatapan Kaivan ini seperti pedang yang siap mencincang halus tubuh Rachel. Menakutkan!"Ba--baik, Bang Kai." "Kau--" Kaivan mengatupkan rahang sembari menatap semakin tajam ke arah Rachel. Sedangkan Rachel, dia menutup mulut -- matanya membulat horor dengan air muka panik luar biasa. Dia t
"Ini uang untukmu dan jika ada keperluan lain kau bisa menggunakan kartu ini. Simpan dengan baik dan manfaatkan dengan baik juga." Kaivan memberikan sejumlah uang pada Rachel, menyodorkan tangannya kemudian saat Rachel telah mengambil uang tersebut. Rachel meraih tangan suaminya, menyalimnya dan mencium punggung tangannya juga. Dia tersenyum manis sembari dengan bayang-bayang makanan dalam kepalanya. Uuu … uangnya banyak sekali dan dia bisa poya-poya di kantin fakultasnya. "Langsung pulang ke rumah kita. Jangan kemari," peringat Kaivan -- Rachel menganggukkan kepala. "Siap, Bang -- Mas Kaivan ma-maksudku," jawab Rachel dengan terburu-buru meralat panggilannya pada suaminya ini. Piyuuhhh … hampir saja dia memanggil suaminya dengan Bang Kai lagi. Hampir! Kaivan hanya menatap datar pada istrinya, setelah itu dia beranjak dari sana tanpa mengatakan apapun lagi. Dia diikuti oleh William dan juga Hansel yang sudah seperti pengawal pribadinya. Namun, bisa dikatakan juga begitu karena sel
Rachel kini di kampus. Namun sebelum ke kampus tadi, Rachel meminta Hansel yang menjemputnya mengantarnya ke grosir pakaian -- milik keluarganya. Rachel mengambil beberapa baju kaos dan kemeja lalu membawanya ke kampus. Seperti biasa, jika Rachel kekurangan uang dari ayahnya, dulu, Rachel akan mencuri beberapa pakaian di grosir kemudian menjualnya pada teman-temannya dengan harga dua kali lipat. Cih, Rachel jual murah? No. Rachel mah mata duitan. Sebenarnya dia bisa meminta uang pada ayahnya atau pamannya, namun dia segan karena dia sudah bersuami. Dia juga tadi berniat meminjam uang pada Hansel, tapi harga diri suaminya … ah, memalukan. Dia masih punya uang. Hanya saja tertinggal di rumah Kaivan. Dan … itu jauh, bisa-bisa Rachel yang masih harus ke kang Poto copy dulu, terlambat menemui dosennya. "Anjing! Revisi lagi. Biadap memang dosen itu!" umpat Rachel sembari berjalan di koridor kampus. Dia telah selesai bimbingan dan dia revisi lagi. "Anying!! Argkkkk … sial sial sial! Diba
"Hu'um. Aku tadi habis …-" ucapan Rachel berhenti saat menyadari sosok lain dalam mobil suaminya. Ada seorang pemuda duduk di bangku belakang. Rachel menoleh syok dan horor pada pria itu. "Hai …." "Kau!"Pria itu menyapa sedangkan Rachel terlihat panik dan juga kaget secara bersamaan. Dia menatap lamat wajah pemuda tersebut kemudian menatap baju kaos yang pemuda tersebut kenakan. Itu baju yang Rachel jual tadi. Lalu Rachel menatap suaminya, melogo dengan air muka yang masih kaget. "Dia siapa, Bang-- Mas?" tanya Rachel dengan wajah kaku dan air muka konyol. "Anak kita," jawab Kaivan dengan santai, membuat Rachel memekik kaget. "What?!"***Sampainya di rumah mewah milik Kaivan, dia menyuruh istrinya dan juga seseorang yang spesial dalam mobilnya tadi untuk ke ruangannya. Setalah keduanya di ruangan Kaivan, pria itu langsung menjelaskan siapa pemuda tadi. Dia juga mengenalkan keduanya. "Ichi, ini Jake Aleron Kendall. Dia akan menjadi putra kita." Kaivan berucap datar, tanpa men
"Sepupu Mas mengambil uang yang Mas berikan tadi pagi padaku. Uangku tertinggal semua di sini, jadi aku tidak punya uang selain itu. Tapi dia sudah mengambil semuanya. Aku tidak mungkin meminta uang pada Pak Hansel. Trus aku ke grosir dan mengambil beberapa baju untuk aku jual, supaya bisa bayar hutang Poto copy dan ongkos pulang," sungut Rachel, menundukkan kepala dengan melirik takut-takut pada suaminya. "Humm." Kaivan berdehem pelan. "Pergi dan beristirahatlah," tambahnya dengan aura yang sudah berubah mengerikan. Rachel mengangguk patuh, memilih beranjak dari sana sembari berjalan dengan langkah lesu dan murung. Dia merasa jika Kaivan tidak berpihak padanya. Tentu saja! Rachel kesannya mengadu domba suaminya dengan keluarga suaminya sendiri. Ketika diambang pintu, Rachel tiba-tiba berhenti. Dia menoleh ke arah Kaivan. "Itu …-"Kaivan tiba-tiba menoleh padanya, membuat Rachel cukup takut dan kaget juga. Namun, dia ingin mengatakan sesuatu. Jadi dia tetap bertahan di sana. Hanya
"Maksudmu mengadu domba, apa?" Kaivan melipat tangan di dada, menatap dingin ke arah Rachel dan itu membuat Rachel semakin tak nyaman di tempatnya. Rachel memilih mematikan laptop, menghadap seluruhnya ke arah suaminya yang masih duduk di atas meja belajar Rachel. "Aku tidak ingin Mas mengiraku mengadu domba antara Mas dan Nenek Mas. Yang tadi ku katakan di ruangan Mas, itu semuanya sesuai apa yang kurasakan. Dan jika Mas Kaivan tidak percaya padaku, itu hak Mas." Xena menjelaskan dengan nada pelan dan murung, takut-takut menatap Kaivan karena tatapan tajam pria itu yang menghunus dari balik topengnya. Melihat Kaivan hanya diam, Rachel memilih menundukkan kepala. Dia semakin sedih -- meremas tangannya sendiri, takut Kaivan memarahinya. Namun yang terjadi tak seburuk yang Rachel bayangkan. Tiba-tiba saja Kaivan mengulurkan tangan, mengangkat dagu Rachel kemudian ….Bibir pria itu-- yang tak tertutup topeng-- menempel di bibir Rachel. Deg deg deg deg Jantung Rachel tak terbendung,
"Mama ada di fakultas mana?"Rachel berhenti melangkah, langsung menoleh ke arah Jake dengan air muka malas dan tatapan sayup -- benar-benar menahan diri untuk tak meledak pada pria bertubuh besar dan lebih tinggi darinya ini. "Jangan panggil aku Mama. Aku Rachel, Rachel Queensha. Paham?!" jelas Rachel kesal sembari melotot horor pada Jake. Jake menganggukkan kepala. "Aku paham, Mama." "Argkkkk!!" Rachel menggeram tertahan, menengadah dengan wajah memerah padam. "Tsaaaaahhhh …," teriaknya kemudian -- memasang kuda-kuda ketika Ultraman mengeluarkan jurus handalannya. Jake menyengir lebar, pria dengan wajah lempeng bercampur dingin tersebut malah merasa gelik dengan tingkah Mama barunya ini. Ah, Papanya tak salah pilih. Mama barunya ini sangat lucu dan absurd-nya sangat menghibur. Natural! "Jangan panggil aku Mama!" geram Rachel mendekat ke arah Jake, melotot horor sembari menatap kesal pada Jake. "Papa bilang aku harus memanggil Mama baru dengan sebutan Mama," jawab Jake dengan
"Mama baru, tenangkan dirimu."Mereka terus ribut, hingga tiba-tiba Kaivan datang -- tiba-tiba pulang dari kantor walau ini belum jam pulang bekerja. Wajah pria itu marah dan bercampur dingin, maniknya menggelap dan matanya sangat tajam dari balik topengnya tersebut. "Ada keributan apa ini?" Suara dingin Kaivan mengalun, menciptakan keheningan di ruangan tersebut. Rachel dan Jake langsung menundukkan kepala, takut jika mereka dimarahi oleh Kaivan. Namun, berbeda dengan Parah dan juga Evelyn. Keduanya langsung mendekati Kaivan, masing-masing dari mereka memeluk lengan Kaivan dan mulai mengeluarkan sandiwara juga. "Sayang, Nenek datang kemari untuk berkunjung. Tapi istri gembel kamu ini sangat tak sopan pada Nenek. Dia memaki-maki Nenek dan juga berani menyebut Nenek binatang. Setelah perusahaan Papa kamu resmi jadi milik kamu, Nenek mohon kamu ceraikan gembel ini," ketus Parah pada akhir kalimatnya. "Iya, Kak Kaivan. Dia sangat tak sopan pada Nenek dan aku. Bahkan dia mengusir kam