Share

2. Wejangan Bunda

Kalau bukan karena Adara, wanita dengan rambut hitam panjang itu mungkin tak akan tergesa-gesa pulang ke rumah orang tuanya sekarang. Setelah menempuh dua jam perjalanan, Audi putih Alana memasuki pekarangan salah satu hunian megah di kota sebelah. Alana merapikan tasnya sebelum keluar mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah.

Masih sama seperti biasanya, tatanan perabot di rumah megah ini seakan tak bergeser, tetap setia pada posisinya. Terakhir pulang dua bulan lalu, Alana ingat betul letak lukisan besar, perabot mahal, dan foto-foto di nakas. Bahkan vas di samping ruangan keluarga, bunga lily segar masih menjadi pilihannya. Semua itu selera ayahnya yang bagi Alana nampak monoton. Menurutnya, sang ayah terlalu kaku dan strict pada perubahan.  

Kaki jenjangnya melangkah kearah ruang televisi. Ruangan yang ia yakini saat ini dihuni bundanya. Benar saja, wanita parubaya itu nampak tengah serius menyaksikan kisah berderai air mata seorang istri di salah satu channel kesayangannya.

"Bunda," entah karena suaranya yang terlalu kecil atau memang yang dipanggil terlalu terlena dengan tontonannya sehingga tak ada respon yang didapat.

Baru setelah Alana duduk disebelahnya, wanita parubaya itu merasakan getaran di sofa. Ia melebarkan senyuman tulusnya. Meskipun kerutan mulai terlihat jelas, sama sekali tak memudarkan keanggunan dan kecantikan wajahnya. Perhatiannya kini fokus pada putri semata wayangnya yang tengah meraih tangan kanannya untuk cium tangan.

"Ayah belum pulang?" tanya Alana yang kini telah mencomot keripik diatas meja.

Dijawab sebuah gelengan pelan, sudah jelas Alana tahu. Dari dulu ayahnya memang selalu begitu. Mungkin dari sana juga Alana mendapatkan cipratan darah workaholic.

"Kantong mata kamu kok makin menjadi-jadi sih? Ini lagi kulit tambah kering. Pasti kurang minum air sama istirahat deh!"

Sang Bunda juga mengambil keripik kentang yang masih digenggam Alana, "kurang-kurangin makan micinnya, gak bagus buat kesehatan kulit," tambahnya lagi.

Mengendus aroma tak biasa. Alana kelewat peka terhadap perubahan sikap bunda kesayangannya. Biasanya tak pernah sang bunda mempermasalahkan makanan ataupun penampilannya. Wanita itu bahkan selalu bilang bahwa putrinya adalah gadis paling cantik di dunia.

Seratus persen yakin ada hubungannya dengan Adara, keyakinan itu dikonfirmasi sendiri setelah kalimat selanjutnya meluncur. "Setelah nikah, kamu juga harus kurang-kurangin kerja supaya bunda cepet dapat cucu," ujarnya antusias.

Alana mendesis tak suka, "siapa yang mau nikah sih, bun?"

Wanita parubaya itu nampak sedikit cemberut, "loh, kamu belum setuju? Padahal bunda udah berharap banyak sama usulan Adara. Bunda juga udah liat fotonya, ganteng tau. Kalau bunda masih muda pasti kepincut juga sama Arkasa," tuturnya menggebu-gebu.

Alana mulai terusik dengan pertanyaan dan pernyataan memusingkan ini. Tapi satu hal yang baru dia sadari, jadi nama kakaknya Adara itu Arkasa? Dia bahkan sejujurnya belum pernah dengar. Selama ini dia hanya tahu bahwa Adara punya kakak laki- laki yang menempuh pendidikan di London. Hanya sebatas itu.

Lamunannya terusik ketika jemarinya kembali diraih sang bunda. "Alana, mau sampai kapan kamu melajang dan sibuk sendiri? Kamu gak kasian sama ayah bunda? Kita juga sudah pingin gendong cucu. Tiap arisan, ibu-ibu kompleks paling sering tuh bangga-banggain cucunya. Bunda kan juga mau," cicit sang bunda lagi.

Sudah hafal pada modus orang tua yang terus meminta anaknya untuk segera menikah. Ini bukan sekali dua kali, sebelumnya pun Alana sempat dijodoh-jodohkan dengan beberapa putra kenalan bundanya. Tapi yang namanya Alana mana bisa kalah sih? Bak selicin belut, dia selalu bisa menghindar dengan berbagai alasan dan membatalkan semua pertemuan itu. 

Sejujurnya agak ketar-ketir kali ini karena Alana paham tabiat sang bunda kalau sudah diracuni Adara. Gadis itu memang yang paling bisa meracuni bundanya Alana. Jangankan tentang perjodohan Alana dengan Arkasa Arkasa itu, Adara kerap jadi partner gosip dan ghibah yang klop untuk bunda Alana. Mulai dari skincare, artis-artis, barang-barang lucu, bahkan drama baru. Kalau Alana bilang, sahabatnya itu memang sangat cocok jadi juru dagang, pasti jualannya akan laris manis.

"Jangan mudah dihasut Dara deh, bun. Kan aku juga belum ketemu sama kakaknya Adara. Jangan terlalu buru-buru," ujar Alana yang mulai melemah. Dia sungguh lelah memikirkan ini seharian. Kalau saja perjodohan ini hanya disarankan bundanya, dia bisa menolak meskipun tak mudah. Tapi kalau sudah ada tambahan faktor Adara?

Si bunda kini justru senyum-senyum, "berarti kamu mau kan kalau coba ketemu dulu?"

Yah sebenarnya mau tak mau sih. Mau bagaimana lagi kalau Adara sudah berkehendak? Gadis itu seperti memegang kartu As Alana. Lagi-lagi Alana ingat, dia ksatria terhadap kata-kata dan janjinya. Memang benar dia bilang akan membayar jasa besar Adara lima tahun lalu. Gadis itupun selama ini tak pernah minta apapun padanya. Baru kali ini Adara memohon sampai sebegitunya pada Alana.

"Bunda gak memaksa kamu sebenarnya. Tapi seperti yang bunda bilang tadi, besar harapan bunda agar kamu segera menikah. Bunda gak mau kamu hidup sendirian terus. Lagipula Arkasa kan keluarga Pradipta, kamu sudah kenal keluarganya. Gak mungkin lah kamu diperlakukan seperti di drama televisi tontonan bunda," Alana sudah agak mellow sebenarnya, namun memang sulit bicara serius dengan bundanya ini. Akhirnya tawa kecil Alana pun lolos begitu saja. 

"Ketemu dulu, kalau kamu ngerasa belum cocok, yasudah. Tapi jangan dijadikan alasan juga. Karena kadang semua yang cocok memang terlihat gak cocok pada awalnya," kata-kata mutiara apa lagi ini?

Alana menyamankan diri dengan bersandar pada bahu sang bunda lalu memeluknya dari samping. Biar sesangar apapun Alana di kantor, tetap saja dia kucing kecil dalam dekapan bundanya.

Perlahan tangan yang mulai keriput itu membelai pucuk kepala Alana. "Bunda gak bosan-bosan cerita sama kamu kalau dulu ayah dan bunda pun juga hasil dari perjodohan. Meskipun ayahmu terlihat cuek dan gila kerja, tapi dia benar-benar sayang keluarga. Bahkan sampai sekarang masih romantis," kekehan kecil terdengar, Alana ikut tersenyum menanggapi.

Memang benar. Terlepas dari sifat ayahnya yang cukup kaku dan terkesan tak suka perubahan, Alana mengakui ayahnya itu selalu menunjukkan sisi romantis pada bundanya. Beberapa kali sang bunda memamerkan foto bunga ataupun foto piknik sederhana keduanya lewat chat w******p pada Alana. Bahkan di usia kedua orang tuanya yang menginjak lima puluh lima tahun itu, dia harus mengakui bahwa romantisnya tak ikut menua.

"Wajar kalau kamu merasa belum siap, semua manusia gak akan pernah merasa siap. Tapi sebagai manusia, kita harus adaptasi sama suasana baru. Biar bagaimanapun, semuanya akan terjadi kalau memang sudah jalannya," kata-kata bijak melantun lagi di telinga Alana. Kali ini mengingatkannya pada kalimat serupa yang Adara lontarkan pagi tadi saat di kantornya. Duh, jangan- jangan mereka memang sudah briefing sebelumnya. 

Bunda Alana membalas pelukan Alana lebih erat. Sudah lama mereka tak lovey dovey begini terlebih karena jadwal super sibuk Alana yang membuatnya jarang bertandang kemari. Bercerita dengan bundanya adalah salah satu cara healing terbaik bagi Alana. Dia sayang bundanya, pasti. Sayang itu juga yang membuatnya mempertimbangkan tawaran Adara. Sahabat yang telah mendonorkan darah super langkanya pada bunda Alana saat kritis lima tahun lalu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ayu Sukma
wow!!!!! seru banget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status