Share

TERPAKSA MENIKAH KARENA SKENARIO GILA SAHABATKU
TERPAKSA MENIKAH KARENA SKENARIO GILA SAHABATKU
Penulis: Estaruby

1. Rencana Gila Adara

"Kamu gila ya, Dar?!"

Alana memekik kesal ketika sahabat karibnya melantunkan sebuah permintaan tak masuk akal baginya. Pen tablet yang sejak tadi menyita fokusnya kini mendadak terbengkalai karena kekagetannya akan kegilaan sahabat karibnya. 

"Apanya yang gila sih, Al? Kamu sudah dua puluh delapan tahun, pekerjaan pun aman. Lagipula kakakku hanya selisih dua tahun dari kita. Aku berani jamin dia lelaki baik, mapan, dan cocok banget buat kamu, " ujar si wanita dengan rambut sebahu. 

Alana bangkit dari kursi kebesarannya sembari menatap tak percaya pada sahabatnya, Adara. Tak pernah sekalipun mereka membahas tentang ini sebelumnya. Tapi bagaimana bisa tiba- tiba Adara memaksanya untuk menikah dengan kakak Adara yang bahkan sama sekali tak pernah ia temui sebelumnya? 

"Dar, nikah bukan cuma perihal umur! Aku sekarang ini sama sekali belum siap menikah!" balas Alana lagi. Kali ini intonasinya kian tinggi. 

Helaan nafas kasar jelas terdengar, Adara paham sahabatnya yang keras kepala ini pasti sulit dibujuk. Tapi dirinya juga bukan pribadi yang mudah menyerah. Semua tahu Adara Alicia Pradipta selalu punya 1001 rencana untuk mewujudkan apapun kemauannya. "Sampai kapanpun kamu gak akan pernah siap, Al! Semua harus dijalani dan adaptasi, itu wajar kok!" tukas Adara lagi.

Dua wanita dewasa itu sudah ribut di dalam kantor Alana sejak pagi. Beberapa karyawan Alana mungkin merasa bingung karena disuguhi pemandangan adu melotot dari bos dan sahabat bosnya itu. Semuanya terlihat dari pintu kaca yang transparan, tapi syukurnya suara di dalam tak sampai terdengar keluar.

Menyadari hal itu, Alana berjalan kearah pintu kaca sembari perlahan menarik turun tirai pembatas disana agar para karyawan tak lagi menyaksikan perdebatannya. Setelah itu tubuhnya kembali berbalik menghadap Adara. "Kenapa sih kamu jadi sejauh ini untuk terus memaksaku menikah? Kamu tau sendiri, aku masih nyaman sendirian. Aku masih sibuk dengan bisnisku, bahkan pulang ke rumah saja aku jarang. Gimana mau ngurusin suami?" 

Adara Alicia Pradipta bersidekap di depan dada. Dari caranya memaksa, jelas ia tak mau mendengar ataupun tak peduli pada penolakan. Mungkin sejak awal sudah menyadari bahwa tak akan mudah membujuk Alana Diandra Yasmin untuk menyetujui permintaannya ini. Sebab itulah dia menggunakan kekuatan keluarga untuk membujuk Alana. Dering telepon dari ibunda Alana lima menit yang lalu sepertinya turut meledakkan emosi di tubuh sahabatnya. Pun Adara sudah bersiap menulikan pendengarannya karena sudah menduga bahwa Alana akan semeledak ini padanya.

"Sebagai sahabat, aku cuma mau yang terbaik buat kamu. Begitu juga yang terbaik untuk kakakku," ujar Adara akhirnya.

Nampak Alana menghela nafasnya perlahan, berusaha mengendalikan emosi agar tak mengambil alih seluruh kesadarannya. Kaki semampainya berjalan kembali menuju kursi lalu meneguk cairan bening di dalam gelas. Ia berusaha mencerna situasi kali ini. Mengapa tiba- tiba Adara bertindak jauh tanpa sepengetahuannya? Mulai dari mempengaruhi bundanya lalu merencanakan perjodohan mendadak untuk dirinya dan kakak Adara? Semuanya terkesan terburu- buru dan tentunya mengundang curiga Alana. Pemikiran kritisnya akhirnya membawa Alana pada satu titik, mengingat percakapan klise lama miliknya dengan Adara.

Wanita yang berstatus sebagai CEO perusahaan itu kini menaikkan satu alisnya. Menatap penuh penghakiman pada Adara yang juga masih diam. "Jangan bilang kamu mau menjadikanku tumbal agar bisa segera menikah dengan Bayu?" tebaknya cepat. 

Adara yang tadinya mengerutkan kedua alis kini justru perlahan mengembangkan senyum konyol. Persis bocah yang ketahuan mengambil permen dari saku orang tuanya. Sembari memainkan kedua ujung jarinya, Adara sesekali membuang pandangannya kearah lain.  "Ayolah, Al! Kata menumbalkan terdengar terlalu jahat," balasnya dengan suara yang jauh lebih kecil dari sebelumnya.

Alana menghela nafasnya lagi, jadi tebakannya benar? Sahabat satu dekade kesayangannya itu benar- benar memanfaatkannya untuk kepentingannya sendiri? Dia ingat betul, bagaimana Adara menggalau karena tak bisa melangkah ke jenjang pernikahan dengan kekasihnya akibat terhalang status lajang kakaknya. Mungkin ini sudah tak berlaku di beberapa daerah, tapi nyatanya keluarga besar kaya raya seperti keluarga Pradipta masih memegang erat prinsip ini. Kakaknya harus menikah lebih dulu, baru kemudian Adara bisa menikah. Begitulah hukum mutlak yang berlaku di keluarganya.

"Kamu bertindak sejauh ini demi kepentinganmu saja, kan?" sarkas Alana yang kini mulai bersandar di kursinya.

Melirik kanan kiri atas dan kembali lagi kearah wajah masam Alana, Adara masih memasang tampang tak berdosanya sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal."Ya iyasih untuk kepentinganku juga. Tapi kan juga bukan hal buruk buat kalian," balasnya.

Masih Alana tak habis pikir, bagaimana bisa Adara menumbalkannya begini? Maksudnya, apa tak ada jalan keluar lainnya tanpa harus membuatnya terseret? Lagipula kalau memang harus menjodohkan kakaknya, kenapa harus Alana yang dipilih? 

Berusaha menjernihkan pikirannya yang sudah kalang kabut sejak pagi, Alana kembali meneguk air yang sudah hampir habis di dalam gelasnya. "Kalau kamu menikah lebih dulu memangnya kenapa, sih?" tanya Alana penasaran.

Adara menggeleng cepat, "gak bisa! Aku gak akan mendapatkan bagianku sebagai ahli waris. Selain itu, aku bisa dikucilkan keluarga besar," tuturnya.

Alana mengetukkan jarinya diatas meja, "kalau misalnya kamu hamil duluan? Keluargamu tetap gak akan memberi restu?" tanya Alana lagi.

Ada jeda sebentar sebelum Adara bersuara, "itu sama saja aku mencoret namaku dari daftar ahli waris. Bukan hanya pasal harta, tapi aku mungkin juga dicoret permanen dari kartu keluarga," jawabnya lagi.

Alana Diandra Yasmin pikir keluarga kaya raya yang tersohor seperti keluarga Pradipta akan hidup lebih fleksibel. Tapi ternyata aturan turunan masih menjerat mereka bahkan seerat itu?

"Al, bantu aku, ya? Kamu tau secinta apa aku sama Mas Bayu. Kami juga sudah lama pacaran, kami benar-benar ingin menikah secepatnya," Adara memohon sembari meraih pergelangan tangan Alana. Mau tak mau Alana mengembalikan fokusnya lagi kearah gadis yang kini memandangnya penuh harap dengan mata kucing berkedip beberapa kali dibarengi bibirnya yang ikut mengerucut. Alana meringis, merasa geli  melihat tingkah sok imut sahabatnya. 

Ia menghempas pelan tangan Adara, "memang gak ada wanita lain, Dar? Katanya kakakmu itu tampan dan mapan, masa sih tak ada yang mau sama dia? Kamu bisa jodohkan dia dengan wanita lain, kan?" Alana masih berusaha menolak tentunya.

Gelengan kencang ia dapatkan sebagai penegas jawaban, "ada beberapa yang kulihat  mendekati, tapi mereka semua menjijikkan. Silau harta, manja, dan tak benar-benar sayang keluarga. Duh, aku gakmau punya masalah dikemudian hari karena wanita- wanita tak pantas itu," ujarnya.

Terlalu mudah memberi label pada orang lain. Alana kini merotasikan bola matanya, "kalau kamu lupa, aku juga sangat mengejar harta loh, Dar! Kamu pikir kenapa aku kerja siang malam hingga jarang pulang? Semuanya demi cuan juga," balas Alana sarkas. 

Ekspresi tak terima muncul lagi di wajah Adara, "kamu mandiri, kerja keras dan bisa menghasilkan pundi-pundimu sendiri. Beda dengan wanita-wanita yang hanya mau jalan mudah itu," Alana tau sebenarnya itu sebuah pujian, tapi kenapa ia justru merasa tak memerlukannya sekarang? 

Kalau dipikir-pikir, masih banyak kok wanita mandiri yang lebih cantik diluaran sana. Kalau mau, bahkan Alana bisa saja memberikan rekomendasi dari beberapa kenalannya. Kenapa jadi harus Alana yang menjadi pilihannya, sih?

Namun sebelum Alana berhasil bersuara lagi, Adara memotongnya cepat.

"Pokoknya aku mau kamu yang menikah dengan kakakku! Lagipula kamu juga sudah kenal keluargaku meskipun kamu belum pernah ketemu kakak. Kamu tahu gimana senangnya ibuku ketika aku berencana menjodohkan kalian? Huh, tak pernah aku melihatnya sebahagia itu," tambah Adara lagi.

Alana makin pusing. Dia memang sering bertemu orang tua Adara dan mereka sangat senang anaknya berkawan dengan Alana. Bahkan ibu Adara kerap kali memberikannya hadiah dan memperlakukan dia layaknya putri sendiri. Ternyata hal baik tak selalu bisa berjalan beriringan ya. Ketika dia dekat dengan keluarga sahabatnya, kenapa justru ada efek samping begini?

Adara bangkit dari duduknya sebelum memasang wajah lebih serius daripada sebelumnya, "aku sebenarnya gak mau membahas ini. Tapi sebelum kamu menolak mentah-mentah permintaanku lagi, coba ingat apa yang kamu katakan padaku dulu," ujar wanita yang kerap disapa Dara itu.

Alana memicing menatap sahabatnya yang kini penuh raut serius itu. Sungguh tak sadar selama ini ia bersahabat dengan gadis yang bak punya seribu ekspresi. Bisa tiba- tiba kesal, terlihat gentar, tiba- tiba sok imut, lalu serius lagi dalam rentang waktu yang hampir bersamaan. Namun yang lebih mengagetkan Alana adalah menyadari seberapa serius permasalahannya kali ini karena untuk pertama kalinya Adara kembali menyinggung bahasan lama. 

"Kamu bilang akan membayar bantuanku waktu itu dengan cara apapun, kan? Aku rasa kamu bisa membayarku dengan mengabulkan permintaanku yang satu ini,Al."

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Baeblue xx00
minta di sleding si adara
goodnovel comment avatar
Nani Lestari
Alanaaaaaaaa, sentil saja itu kening Adara
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status