Yeara panik setengah mati, Dean Skala Pratama tidak lagi bersuara, terakhir kalinya Yeara dengar hanya suara benda terjatuh. Berulang kali Yeara menghubungi Dean lagi, tapi panggilan itu tidak terjawab.
Ini sudah malam, tak mungkin Yeara keluar dari rumah, lagipula diluar hujan masih deras.Disisi Lain, Nathan Aksa Sedang berada di dapur bersama Jeffran, Lea sudah pulang beberapa menit yang lalu setelah dijemput oleh Kak Mahesa, kakak kandung Lea."Tumben Ra, jam segini masih diluar?"Aksa lantas membenarkan posisi duduknya menjadi tegap, karena sebelumnya laki-laki itu menaruh kepalanya di atas meja, seperti orang frustasi."Jeff, kalau gue dikasih pilihan gue lebih memilih buta selamanya," ucap Aksa tiba-tiba, lantas Jeffran menatapnya terkejut."Lo gila? Banyak orang diluar sana yang pengen lihat seisi dunia kembali, apa lo gak pernah mikir sama mereka yang terlahir tunanetra? Apa lo pikir mereka gak mau melihat seisi dunia?Pagi ini Nathan Aksa sudah berada di kampusnya, laki-laki itu duduk di bangku paling pojok sambil membaca buku tebal ditangannya."Ekhem..."Aksa lantas menoleh, "Naka, lo ngapain disini?" laki-laki bernama Anaka itu menyengir , "temenin gue bolos yuk?""Enggak!" Tolak Aksa cepat, Naka ini satu fakultas dengan Aksa, sama-sama mengambil Hukum. Meskipun Naka masih fokus di olahraga renang tapi laki-laki itu tetap belajar hukum. Karena desakan sang Mama menyuruh Naka untuk sekolah hukum."Dimana temen lo?" Tanya Naka seraya mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas, karena biasanya Aksa selalu bersama Gavin Atmaja.Ngomong ngomong soal Gavin, Aksa jadi mengingat kejadian tadi malam di depan rumahnya. Tapi masa bodoh, Aksa tidak peduli, lagipula terserah Yeara mau kenal Gavin atau tidak, mau dekat dengan laki-laki manapun juga terserah karena Aksa sama sekali tidak akan peduli.Baru di bicarakan Gavin sudah datang dari balik pintu, l
Dean Skala memanyunkan bibirnya karena Yeara datang dengan laki-laki yang tidak Dean kenal, tapi Dean sangat ingat kalau laki-laki itu yang pernah datang ke sekolah saat Yeara habis dipukuli oleh teman-temannya. "Dean, gimana keadaan lo?""Baik!" Jawab Dean dingin, jelas sekali Dean tidak suka dengan kehadiran laki-laki di samping Yeara Billyana.Nathan Aksa hanya diam, sesekali menatap ke seluruh penjuru ruangan, sampai matanya berhenti di satu titik, yaitu sofa, disana ada jaket yang sangat familiar bagi Aksa, tapi masa bodoh! Aksa tidak peduli. "Oh ya, ini buat lo," ujar Yeara seraya menyerahkan sebuah voucher, mata Dean langsung berbinar, "ini beneran buat gue?" Tanyanya, Aksara lantas memutar bola matanya malas melihat reaksi berlebihan Dean hanya karena voucher internet."Iya, bosen kan lo dirumah sakit? Makanya gue beliin voucher kuota buat lo main game sepuasnya."Dean tersenyum lebar, " dari sekian banyaknya cewek yang
Udara malam semakin membuat Yeara Billyana menggigil kedinginan, namun gadis itu memilih diam tak mengatakan apapun kepada Nathan Aksa, gadis itu tidak mau merusak momen ini. Lebih baik pura pura baik baik saja dari pada mengaku sakit. "Udah malem, pulang?"Lantas Yeara menatap Aksara yang tengah berbicara kepadanya, " kamu udah mau pulang?" Laki-laki berwajah tampan itu mengangguk sekilas lalu bangkit dari tempat duduknya. Aksa langsung melangkah pergi meninggalkan Yeara, gadis itu pun segara bangkit lalu mengejar Nathan Aksa."Kak Aksa! Tunggu!"Yeara menghentikan langkahnya saat kepalanya terasa berdenyut sakit, bahkan pandangan matanya mengabur, gadis itu segera menggelengkan kepalanya seraya menepuk pipinya beberapa kali. Yeara berusaha mengumpulkan kesadarannya namun kepalanya terlalu sakit."Yea jangan sekarang!" Gumamnya lalu berjalan lagi, gadis itu menatap jalanan yang berubah cekung, bahkan terlihat seperti gempa bumi dimata Y
-Flashback.Musim dingin kembali membuat kota London dibanjiri oleh banyak turis mancanegara yang sengaja datang untuk menyambut turunnya salju pertama. Saat itu Nathan Aksara tengah duduk di kedai kopi seorang diri, banyak yang menatap Aksa dengan iba, siapa yang tega membiarkan penderita tunanetra berjalan sendirian, bagaimana jika terjadi sesuatu? Jalanan mulai licin karena salju sudah mulai turun sejak pagi tadi, sangat beresiko bagi orang seperti Nathan Aksa.Bunyi lonceng tanda seseorang masuk kedalam kedai kopi terdengar, beberapa orang sempat melirik sekilas siapa yang berkunjung. Gadis dengan rambut panjang berwarna coklat itu menghampiri meja Aksa. Ia mengulas senyum manis seraya menyentuh tangan Aksa."Mira, kamu datang?" ujar Aksa, gadis itu hanya diam, ia tak bersuara sama sekali."Mau jemput aku pulang?""Em," ia hanya bergumam saat menjawab pertanyaan Nathan Aksa.Akhirnya Aksa pun beranjak dari
"Lea, Jeffran dateng tuh," ujar Kak Mahesa diambang pintu kamar Lea yang tak terkunci. Gadis itu tengah berbaring sambil memainkan ponsel pintarnya. "Suruh berangkat duluan aja kak, gue gak berangkat sekolah." Jawab Lea, Mahesa lantas mengedikan bahunya lalu pergi menemui Jeffran dibawah.Biasanya Jeffran selalu mengantar Lea ke sekolah sebelum berangkat ke kampus.Saat melihat Mahesa, Jeffran segera berdiri. "Lea mana kak?""Dia gak mau ketemu sama lo dan hari ini dia gak berangkat sekolah" Jawab Mahesa.Jeffran menghela nafas lirih, "yaudah gue berangkat dulu kak, tolong kasih tau Lea buat angkat telfon gue nanti kak." Mahesa pun mengangguk, ia jadi merasa kasihan melihat Jeffran. Mahesa tidak tahu apa yang terjadi dalam hubungan Lea dan Jeffran. Memang setiap harinya mereka selalu bertengkar dan baikan setelah beberapa jam. Tapi sepertinya masalah mereka kali ini serius. Lea benar benar marah bahkan tadi malam Lea sampai mem
—— Flashback."Gavin, besok gue mau ke London," ujar seorang gadis berambut panjang kecoklatan.Gavin Atmaja yang tengah mengemasi beberapa buku pelajaran di atas mejanya hanya bisa diam, lagipula itu bukan urusan Gavin. "Gue udah ngomong ke mama—""Lo bisa diem gak?" Sela Gavin lalu berbalik meninggalkan kelasnya yang sudah lumayan sepi. Tak pantang menyerah gadis cantik itupun berlari mengejar Gavin Atmaja."Gavin, setelah lulus nanti lo mau lanjut kemana?"Gavin yang mendengar itu lantas menghela nafas lelah, "bukan urusan lo!""Maaf ya gue harus lanjut ke London?""Terserah!"Gadis itu menarik seragam Gavin, "dengerin gue dulu Gav, gue mau ngomong." Lirihnya."Gue gak ada waktu Yumna!"— Flashback off•••Setelah mengantar Aksara ke kampus untuk mengambil motor, akhirnya Gavin Atmaja pulang ke kafenya, ia pun pergi keruang belakang untuk mengganti bajunya, setelah itu Gavin menuju pintu utama untuk mengganti kata close menjadi open. Ia tersenyum melihat taman hiburan depan kafeny
“Apa yang paling aku takutkan dalam mimpi indah yang baru saja aku alami, Jawabnya adalah rasa takut akan terluka jika menghadapi sebuah kenyataan, kenyataan yang memperlihatkan betapa tidak beruntungnya aku di benci olehmu, Nathan Aksa”- Yeara Billyana -••••Jeffran lantas menutup pintu kamar Yeara, dia berjalan menuruni tangga menuju kamarnya sendiri, saat didepan. Ada seorang gadis yang sangat Jeffran kenali. Gadis itu entah bagaimana bisa masuk padahal hanya Jeffran, Lea, Aksara dan Yeara yang tahu password untuk membuka pintu rumahnya."Yumna lo?"Yumna lantas tersenyum dan langsung menghampiri Jeffran. "Apa kabar, Jeff? gimana hubungan lo sama Lea, kalian baik-baik aja kan?"Bukannya menjawab, Jeffran malah berbalik bertanya, "gimana caranya lo bisa masuk ke rumah?"Yumna hanya tersenyum."Itu hal yang mudah bagi gue." Jawabannya dengan enteng.Jeffran menghela nafas berat, ia berbicara sangat lirih agar tidak didengar oleh siapapun, "ngapain lo disini? Lo inget kan kesepakata
“Jika mencintai hanya bisa membuat terluka saja, aku tak ingin pernah mau jatuh cinta lagi”— Yeara Billyana.•••Yeara dan Nathan Aksa saling menatap satu sama lain, terpancar wajah terluka disana, gadis itu tak berhenti meneteskan bulir air mata yang terus membasahi kedua pipinya. Tega sekali Aksa berbicara seperti itu? "A-aku tau kok," jawab Yeara terbata, sebenarnya Yeara tidak berpikir Aksa menciumnya karena memikirkan Mira.Gadis bersurai merah itu menghapus jejak air matanya, lalu pergi dari hadapan Aksa yang masih mematung diambang pintu. Sementara Aksa hanya terdiam seperti batu melihat kepergian istrinya.•••Sedari tadi Yeara terus meneteskan air matanya, ia masih mengingat dengan jelas apa yang Aksa katakan tadi. Tak adakah sedikit rasa di hati Aksa? laki-laki itu sungguh tak punya perasaan sama sekali, memang salah memilih hidup dengan orang yang tak bisa mencintainya juga. Seberapa besar apapun kita mencintai seseorang tapi kalau dia tidak memiliki rasa yang sama, maka