PART 35. Misteri Kematian Hyuna Sada Ayara melepas tatapan penuh kebencian kepada Arlo. Hatinya sungguh terluka, pria itu sama sekali tidak pernah bisa menghargai perjuangannya, yang sudah berusaha totalitas melayaninya. Dia tidak pernah menyangka, ternyata selama ini Arlo hanya memandangnya tidak lebih dari seorang budak belian jaman dahulu kala. Yang tidak mengapa dimiliki dan dilepas kapanpun dia mau. Sekuat tenaga Ayara menahan air matanya, agar tidak menetes di depan pria, yang mulai detik itu, akan dia anggap sebagai musuh terbesarnya. Selamanya. Ayara berjalan mengikuti langkah polisi, yang membawanya dengan kedua tangan diborgol. Tak dipedulikannya bisik-bisik beberapa pelayan yang melihat kejadian tersebut. Saat mereka hampir keluar dari Gerbang Dalam, sebuah suara memanggil nama Ayara. Mereka berhenti sebentar, untuk memberi kesempatan sosok yang memanggil itu mendekat. “Apa yang terjadi?” Gemetar suara itu bertanya. Dia tidak percaya anak yang dulu dia rawat dan besarka
Cashel benar-benar merasa geram ketika melihat motor dan mobilnya telah dirantai dengan kuat di garasi miliknya. Dia tidak pernah menyangka Nawang Nehan ayahnya benar-benar tega melakukan ancamannya. Bahkan di saat duka kehilangan ibunya belum hilang dari hati Cashel.Ditariknya rantai itu dengan penuh kemarahan, namun benda itu sama sekali tidak bergerak."Siapa yang melakukan ini?" Teriaknya. Penjaga Gerbang Dalam tergopoh mendekati."Siapa yang melakukan ini?" ulang Cashel seraya meraih kerah baju penjaga yang mendekatinya."Saya sungguh tidak tahu, Tuan," jawab penjaga dengan napas tersengal."Bagaimana kamu tidak tahu, sedangkan kamu yang berjaga di sini?" Cashel melepaskan cengkeramannya dengan kasar. Penjaga terjatuh beberapa langkah ke belakang."Maafkan saya, Tuan, saya sungguh tidak tahu," gumamnya sekali lagi, seraya menggeleng pelan.Sama sekali tak terlintas di benak Cashel, ayahnya yang selama ini bersikap lembut kepadanya dan kepada semua anak-anaknya, kini bisa sejahat
"Kita mau ke mana, Cashel?" Ayara memeluk erat pinggang Cashel yang menyetir motor dengan kecepatan maksimal. Mereka sudah empat jam perjalanan, dan sudah jauh meninggalkan desa. Dua kota juga sudah mereka lintasi. Hanya berhenti sebentar untuk membeli makanan dan minuman."Kenapa? Kamu capek?""Tidak. Kamu yang seharusnya istirahat," balas Ayara."Aku masih sanggup," balas Cashel, "kita juga belum boleh berhenti, karena polisi pasti sudah menyebarkan informasi ke beberapa kota terdekat."Ayara mengangguk, dalam hati ia merasa sedih karena harus melibatkan Cashel dalam masalahnya. Sementara Cashel sendiri memiliki masalah yang lumayan berat berkaitan masa depan hidupnya.Malam semakin merayap. Ayara dan Cashel berhenti di sebuah rumah sederhana di pinggiran hutan. Tubuh keduanya sudah sangat letih, ketika seorang pria dengan perawakan tinggi besar menyambut keduanya. Itu adalah salah seorang sahabat Cashel yang dulu pernah peroleh bantuan darinya. Malam itu mereka menginap di rumah te
Among mulai gelisah. Sudah satu jam Arlo mengunci diri di dalam kamar Ayara. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan bossnya sejak dia mengabdi kepadanya, selama hampir dua puluh tahun. Among dapat merasakan, Arlo seperti merasa kehilangan atas kepergian Ayara. Kali ini Among yakin sekali, perasaan Arlo bukan lagi sekadar antara majikan dan pelayannya. Namun dia masih tetap menahan diri untuk memastikan itu. Ragu, tangan Among mengawang, hendak mengetuk pintu, tetapi takut mengganggu.Di dalam kamar Ayara, tangan dan tubuh Arlo bergetar hebat. Pandangannya membulat demi melihat apa yang dia temukan di bawah bantal Ayara. Tadinya dia hanya penasaran dengan pisau kecil yang dilihatnya di samping bantal. Arlo ingin memastikan, benda yang selalu terselip di rambut Ayara itu sekuat apa. Selama ini Arlo bukan tidak tahu, Ayara selalu membawa senjata tersebut ke mana-mana. Bahkan ketika masuk rumah dan kamarnya. Tetapi Arlo tidak melarang, dan tidak pernah menyinggung hal itu. Bagi dia, itu buka
"Aku harus pergi," ucap Birdella seraya membalikkan tubuhnya, lalu meninggalkan Arlo yang menatapnya tanpa ekspresi. Arlo sangat paham, gadis itu berusaha menghindari pertanyaannya. Tingkahnya memang seperti itu dari dulu. Lucu dan menggemaskan. Namun Arlo tidak pernah tertarik untuk menggodanya. Seperti yang dilakukan Cashel dan banyak orang terdekatnya.Arlo melanjutkan langkah. Mengabaikan Among yang tersenyum menyaksikan tingkah Birdella."Gadis itu benar-benar polos," gumam Among."Tidak. Dia menyimpan rahasia," balas Arlo."Maksud, Tuan?""Mari kita lihat nanti, apa yang sudah dilakukan gadis yang katamu polos itu." Among tidak menjawab apa-apa lagi. Ia dengan sigap mengikuti langkah Arlo menuju kediamannya."Jadi bagaimana rencana kita selanjutnya, Tuan?""Kirimkan dua intel terbaik kepadaku, setelah itu kita pergi mencari Hyuna Sada.""Apa? Bukankah Hyuna sudah meninggal, Tuan?""Tidak, yang meninggal adalah Gistara, sahabat Hyuna Sada." Arlo menjawab dengan mantap. Langkahnya
Ayara duduk di atas potongan pohon kelapa sawit tidak jauh dari rumah Yudha. Kedua matanya menatap kalung yang menggantung di tangannya. Benda yang selama belasan tahun menemani hidupnya. Sisa kenangan masa lalunya. Usianya baru empat tahun saat itu. Dia sedang bermain dengan teman-teman di dekat rumahnya, ketika sebuah mobil melintas dan hampir menabraknya. Mobil itu tidak tahu jika ada anak kecil yang sedang menyeberang di jalurnya. Untungnya, ada tangan kecil lainnya yang menarik tubuh anak itu, sehingga anak itupun selamat. "Anak kecil kenapa kamu mainan di jalan sendirian," tanya penolongnya, yang tidak lain adalah anak lelaki, berusia sekitar sepuluh tahunan. "Tadi aku sama teman-teman, Kak. Tapi mereka larinya cepat sekali," jawab anak itu lugu. "Ah gitu…, ayo Kakak antar, di mana rumahmu?" "Tidak. Ibu bilang aku tidak boleh ikut orang asing," "Hahaha, kakak bukan orang asing, tetapi kakak adalah penolongmu." jawab anak lelaki itu. Anak kecil itu menatapnya. "Apakah Kaka
"Aku juga membutuhkanmu, Ayara. Sangat."Ayara bergeming. Andai saja bisa, dia ingin membagi tubuhnya, untuk Arlo dan Cashel.***Arlo menerima telepon dari Among saat sedang berdua dengan Ayara. Walaupun sangat ingin bisa lebih lama bersama dengan gadis yang lama ia cari, dan baru dipertemukan itu, ia terpaksa pamit untuk pergi. Ada hal penting yang harus mereka lakukan."Jangan ke mana-mana, aku akan menjemputmu setelah ini," pinta Arlo kepada Ayara. Ayara tidak menjawab, karena hatinya tahu sekali, dia harus bersama Cashel, meskipun sangat ingin kembali bersama Arlo.Cashel tidak memiliki siapa siapa lagi selain dia. Sedangkan Arlo, masih memiliki ayah yang sangat menyayanginya. Memiliki banyak anak buah, dan teman. Meskipun Ayara tidak pernah melihat Arlo bersama temannya, selain Among. Arlo juga masih memiliki semua kemewahan hidupnya. Bahkan pelayan kamar yang baru, jika pria itu menginginkan. Sedangkan Cashel, bahkan kartu ATMnya pun dibekukan. Ke depannya Cashel harus berjuang
Menyaksikan sahabatnya hanya diam dalam keadaan tertuduh, Yudha merasa heran. Segera didekatinya Cashel dengan penuh tanya, “Kamu tidak ingin mencegahnya, Cashel?”Cashel tidak menjawab, sebagai gantinya, pria itu justru berbalik arah dan masuk ke rumah Yudha. Lalu duduk di kursi, dan meminta Yudha menjauh darinya. Cashel ingin sendirian. Hatinya terlalu sakit, untuk mencerna kenyataan.***Di dalam hutan, Ayara tidak berhasil menemukan jejak Arlo. Dia hanya menemukan, semak yang berantakan, dan patah di mana-mana. Ia bisa menyimpulkan, itu bekas perkelahian. Ada darah di mana-mana.Tidak bisa menemukan Arlo di dalam hutan, Ayara keluar dari sana. Dia sampai di sebuah pedesaan yang ramai dengan banyak orang yang melakukan aktivitas.Seperti kehidupan di pedesaan umumnya, ada yang pergi ke pasar untuk menjual hasil panen mereka. Ada juga yang membawa peralatan bercocok tanam di ladang.Ayara melangkah dengan kecepatan di atas rata-rata. Sesekali bertanya, di mana ada penginapan. Banyak