TETANGGA BARU (4)
*********Tiba di meja makan. Aku menyiapkan piring makan dengan segera. Bukan untukku tapi tentu saja untuk Mba Yolan. Kucentong nasi beserta sop buntut yang masih hangat dari dalam pancinya."Mba, sini Arsen biar aku tidurkan di dalam kamar tamu. Mba Yolan sarapan dulu aja, ini udah aku siapin!""Aduh, Mba. Gak papa, Arsen biar aku gendong aja kayak gini. Dia masih tidur, kok."Aku menggeleng pelan. "Gak boleh gitu, Mba. Ntar kebiasaan kalo apa-apa digendong. Udah, biar aku tidurin di kamar tamu. Nah Mba makan dulu!" Aku setengah memaksa. Mengulurkan tangan untuk segera menerima bayi mungil di gendongan Mba Yolan.Sang Ibu nampak ragu. Namun tak ayal, tetap memberikan bayinya ke tanganku. Akhirnya, Arsen berada dalam gendonganku saat ini. Tubuh mungilnya menggeliat pelan. Namun netranya masih rapat terpejam."Mba makan dulu, itu udah aku siapkan. Mba jangan sungkan. Anggap aja rumah sendiri ya! Arsen biar aku bawa ke kamar tamu. Aku temenin dia di sana," tukasku."Mmm—Mba, aku jadi nggak enak," ucap Mba Yolan seperti salah tingkah.Aku mendengkus pelan. Satu tanganku meraih pundaknya, lalu menuntunnya hingga terduduk. "Udah ah, cepetan dimakan, Mba. Arsen biar sama aku!" Tanpa menunggu jawaban atau penolakan lagi darinya. Aku bergegas melenggang meninggalkan meja makan. Menuju kamar tamu dengan Arsen di gendonganku.Bayi mungil dalam gendonganku itu nampak masih terlelap. Sepanjang kakiku melangkah menuju kamar tamu. Tak hentinya aku menciumi pipi gembul Arsen. Serta menghidu dalam-dalam wangi kecut khas bayi yang menguar darinya. Kemungkinan, Mba Yolan belum sempat memandikan Arsen.Tiba di dalam kamar tamu. Aku segera menidurkan Arsen dengan hati-hati di atas springbed queen size. Setelah berhasil memindahkan Arsen ke atas tempat tidur tanpa membuatnya bangun. Lantas aku pun ikut merebahkan tubuhku di sampingnya. Aku berbaring miring menghadapnya.Pandanganku tak bisa lepas dari menatap Arsen. Ia begitu lucu dan menggemaskan meski dalam keadaan tertidur seperti sekarang.Andai aku pun memiliki bayi mungil seperti Arsen. Hidupku pasti akan terasa sangat lengkap bersama Mas Adrian. Satu sisi hatiku merasa teriris. Karena sampai detik ini. Aku masih belum diberikan kepercayaan oleh Tuhan untuk segera memiliki keturunan.Terdengar derap langkah menuju kamar tamu yang kutempati bersama Arsen. Aku mengangkat kepalaku, dan melihat Mba Yolan tengah berdiri di amabng pintu kamar yang kubiarkan terbuka.Mba Yolan berjalan masuk dan berdiri di pinggiran kasur. Lekas aku bangkit dari posisiku berbaring."Mba, udah makannya?""Sudah, Mba. Makasih ya!""Sama-sama. Arsen masih tidur. Biar aku jagain aja. Mending Mba mandi dulu gih. Kan tadi katanya, Mba belum mandi sejak kemarin sore.""A … anu … nggak usah Mba. Arsen biar aku bawa pulang aja sekarang. Biar Arsen tidur di rumah dan aku mandi," tolak Mba Yolan dengan tangan yang terulur hendak mengambil Arsen.Buru-buru aku menariknya. "Jangan gitu, Mba. Arsen lagi tidur itu. Udah biarin aja di sini sama aku. Mba Yolan mandi aja sana. Atau kalau mau, Mba mandi di rumahku aja!""Ah Mba Jihan jangan makin bikin aku nggak enak dong, Mba. Aku ngerasa benar-benar repotin Mba Jihan kalo gini.""Nggaklah, Mba. Gak ada Mba ngerepotin. Aku malah seneng bisa lama-lama sama Arsen. Udah sekarang Mba Yolan cepetan mandi. Mumpung Arsen masih tidur. Terus nanti Mba Yolan ikut aku, yuk?!""Ke mana, Mba?""Ke toko cabang. Ngecek ngecek aja. Ikut ya? Biar aku ada temen ngobrol. Kita berangkat jam satu siang nanti."Mba Yolan nampak berpikir. Mempertimbangkan ajakanku ikut mengecek toko cabang. "Boleh, deh. Aku ikut." Sebelum akhirnya Mba Yolan setuju."Nah, gitu. Ya udah Mba sana siap-siap aja dulu. Arsen biar di sini sama aku."Tanpa penolakan lagi. Mba Yolan pun meninggalkan ku berdua dengan Arsen yang masih tertidur.****Aku mengendarai Toyota Yaris merah membelah jalanan siang hari. Bersama Mba Yolan di kursi samping tempatku mengemudi. Arsen begitu anteng dalam pangkuan ibunya.Siang ini, penampilan Mba Yolan sudah berbeda. Dia cantik dalam balutan blouse marun tanpa lengan. Memperlihatkan leher jenjangnya yang indah. Serta lengannya yang mulus. Dengan bawahan celana jeans yang menambah keindahan lekuk tubuhnya. Berbeda saat pagi tadi aku mengajaknya sarapan. Dia nampak kumal dengan daster tidur polosnya.Dia juga cantik dengan make up tipis di wajahnya. Namun, bibirnya sangat sensual dengan lipstik merah menghiasi. Berbeda denganku yang lebih menyukai lipstick dengan warna yang soft.Mba Yolan terlihat mengambil ponsel dalam saku celananya. Aku hanya melihatnya dari kaca depan mobilku. Nampak Mba Yolan tersenyum ketika melihat layar ponselnya. Wajahnya juga terlihat begitu cerah. Hingga kemudian, dia memasukkan kembali ponselnya."Mba Yolan kenapa? Keliatannya lagi happy?" Iseng aku bertanya.Mba Yolan tertawa kecil. "Iya, Mba. Aku seneng. Barusan Ayahnya Arsen kirim pesan, nanti malam dia mau pulang," jawabnya."Ohya? Mba Yolan bakal melepas rindu nih ceritanya," kekehku menggodanya."Emm, yaa gitulah, Mba," sahutnya agak tersipu.Aku manggut-manggut melihat tingkah Mba Yolan yang seperti malu-malu. Mungkin berbeda rasanya, pada pasangan yang harus LDR ketika akhirnya bertemu. Ada gumpalan rindu yang akhirnya terurai. Aku saja yang ditinggal Mas Adrian hanya lima hari sudah sangat rindu. Apalagi Mba Yolan yang harus LDR selama satu atau dua bulan. Jika itu terjadi padaku, mungkin aku tidak akan sekuat Mba Yolan.Tidak sampai tiga puluh menit. Mobilku telah memasuki area parkiran toko cabang yang aku kelola. Kemudian memarkirkan mobil dengan benar. Lekas turun dan berjalan memasuki area toko."Mba, beneran ini toko cabangnya?" tanya Mba Yolan saat baru menapaki teras.Aku mengangguk. "Bener, Mba. Emang kenapa?""Besar, Mba. Toko cabang sebesar ini, bagaimana toko pusatnya, Mba?" tanya Mba Yolan lagi. Sambil memandangi takjub bangunan toko di depannya."Toko pusat bangunannya tiga lantai Mba. Nanti aku ajak Mba ke sana kapan-kapan. Udah yuk, masuk!" ajakku sambil menggamit lengan Mba Yolan. Memasuki bangunan toko cabang yang hanya terdiri dari satu lantai. Akan tetapi begitu luas.Aku meminta Mba Yolan menunggu. Sementara aku akan menemui staff serta manager. Untuk mengontrol perkembangan dari toko cabang ini.Mba Yolan setuju. Aku pun meninggalkannya dan melangkah menuju ruangan khusus para staff.******Hampir setengah jam aku berdiskusi di ruangan para staff. Hingga akhirnya diskusi selesai dan aku keluar dari ruangan. Lalu mencari keberadaan Mba Yolan di area toko.Ponsel dalam genggaman tanganku tiba-tiba berbunyi. Menandakan ada pesan masuk. Aku menghentikan langkah sejenak untuk mengecek ponselku. Rupanya Mas Adrian yang mengirim pesan."Uhukk uhukk uhukk!" Fano belum berhenti terbatuk. Dia memegangi tenggorokannya. Sampai akhirnya dia meneguk segelas air untuk meredakan batuk. Menyisakan wajahnya yang masih memerah karena tersedak barusan."Hati-hati dong, Fan kamu makan. Sampai kesedak kayak gitu!" tukasku mengomel. Dibanding menolongnya, aku malah mengomelinya. Salah sendiri makan sampai tersedak seperti itu.Beberapakali Fano berdehem. Hingga batuknya benar-benar berhenti. Namun, belum menghilangkan kemerahan di wajahnya. Fano hanya manggut-manggut mendengar omelanku."Jadi dia tetangga baru kamu, Han?" tanya Fano lagi."Hu'um."Fano tak bertanya lebih banyak lagi. Dia hanya meneruskan memakan siomay di piringnya.Arsen masih anteng di pangkuanku. Hingga ibunya telah kembali dari kamar mandi. Lekas aku memberikan Arsen padanya. Sebelum menyantap makananku, lebih dulu aku mengenalkan Fano pada Mba Yolan. Barulah setelah mereka berkenalan, kami serempak menikmati pesanan kami masing-masing.Di sela-sela menikmati m
Sudah jam sebelas malam. Tapi rasa kantuk tak kunjung datang sedikit pun. Bergulang guling sendirian di atas spring bed super king size dalam kamar ini. Karena seperti yang siang tadi suamiku sampaikan. Bahwa dia harus lembur malam ini.Dalam posisi tengkurap. Kuraih ponsel di atas nakas. Lalu menggulir beranda media sosial milikku. Tidak ada yang menarik. Membuatku cepat-cepat menutupnya lagi dan menyimpan kembali benda pipih itu di atas nakas.Drrt Drrt DrrtBaru sedetik aku membalikkan tubuhku menjadi terlentang. Ponselku berbunyi diiringi vibrasi. Tanpa berniat bangkit, tanganku kembali terulur untuk mengambilnya."Fano?" gumamku saat melihat nama kontak yang menghubungiku.Cepat aku bangkit dan terduduk. Lalu menggeser layar ponsel untuk menerima panggilan video dari Fano."Malam Han …." sapa Fano di seberang sana. Setelah kini, kami bersitatap meski hanya lewat layar ponsel."Malam, Fan. Ada apa? Gak salah, kamu video call jam segini?" tanyaku cepat.Nampak Fano memasang senyuma
Membuka mata perlahan. Merasakan ada tangan yang melingkar di atas perut ini. Cepat aku menoleh. Seketika bibirku menyunggingkan senyum. Melihat suamiku yang masih tertidur di sampingku. Entah jam berapa dia pulang lembur. Aku sampai tidak tahu. Saking nyenyaknya tidur semalam, selepas mengobrol dengan Fano.Aku menggeliat pelan. Lalu menyingkirkan tangan Mas Adrian dari atas perutku. Beringsut turun dari tempat tidur dan segera ke kamar mandi. Membersihkan diri agar lebih segar.Keluar dari kamar mandi. Mas Adrian masih dalam posisinya seperti saat tadi aku meninggalkannya untuk mandi.Cepat aku berpakaian. Lalu keluar dari kamar dan menuju dapur. Berkutat di depan kitchen set dengan bahan masakan. Mengusahakan agar tanganku bergerak cepat. Karena ternyata, aku bangun terlambat dari biasanya.Satu jam berlalu. Masakanku akhirnya siap. Aku sudah menghidangkannya di atas meja makan. Namun, Mas Adrian belum menampakkan diri. Mungkin masih tertidur. Aku tak berniat membangunkannya. Kasih
POV ADRIAN*********Jam sebelas malam. Aku menyelinap melalui portal belakang perumahan. Portal yang membatasi perumahan dengan perkampungan di belakangnya. Setelah melewati portal besi. Aku pun berjalan cepat menuju rumah satu lantai yang baru kembali dihuni.Pintu pagar yang tidak digembok. Memudahkan untuk masuk. Melewati pagar dan menutup pintunya asal. Aku pun melangkah cepat menuju pintu rumah.Dalam satu tarikan hendel. Pintu terbuka seketika. Menandakan pemilik rumah benar-benar menunggu kedatanganku.Tanpa membuang waktu. Aku melesak masuk dan segera mengunci pintu rumah yang telah kututup.Aku masih berdiri di belakang pintu yang telah menutup sempurna. Kulepaskan masker yang menutupi hidung serta mulut. Serta melepas topi di kepala ini. Dengan ujung mata, aku menangkap sosok wanita yang berjalan ke arahku.Aku tak buru-buru menoleh. Melainkan menaruh paperbag yang kubawa. Lalu bergerak cepat melepas jaket kulit yang membungkus tubuh. Melemparkannya ke sembarang arah.Wanit
Selepas membersihkan diri. Aku pun segera berpakaian dengan pakaian dalam paperbag. Pakaian yang sama dengan yang tadi pagi kukenakan dari rumah. Sementara jaket dan pakaian yang kukenakan saat pulang dari kantor. Kubiarkan di rumah ini.Aku harus memastikan. Tidak ada setitik pun jejak yang tertinggal dalam diri ini ketika pulang."Mas, kamu pulang sekarang? Ini baru jam dua malam lho Mas!" tegur wanita yang masih terbalut selimut di atas tempat tidurnya.Sementara aku, langsung membersihkan diri usai pergulatan indah nan panjang dengannya sejak tadi."Pulanglah. Ga mungkin aku lebih lama di sini. Lagian jam segini sepi. Ga akan ada yang liat aku keluar dari sini. Jadi biar aman!" jawabku seraya berbalik. Setelah memakai pakaianku dengan rapi.Wanita itu masih duduk di tepi tempat tidurnya. Jika pakaianku sudah rapi, dan berbeda ketika aku datang ke mari. Itu artinya, dia tidak boleh lagi menyentuhku. Hanya aku yang boleh menyentuhnya sebagai tanda perpisahan.Aku berjalan mendekat p
POV JIHAN *********Jam sebelas siang. Aku baru keluar dari rumah. Setelah berada di luar rumah, aku kembali merapatkan pintu pagar. Berbarengan dengan Mba Yolan yang juga baru keluar dari rumahnya."Mba Jihan, jadi arisannya?" tanyanya setelah berdiri di hadapanku."Jadi, Mba. Mba Yolan jadi ikut?" tanyaku balik.Mba Yolan terlihat mengangguk. "Boleh, Mba.""Udah izin suami, Mba?" tanyaku memastikan.Mba Yolan tersenyum simpul. "Suamiku udah berangkat lagi, Mba."Alisku terangkat mendengarnya. "Lagi? Cepet banget, Mba.""Iya, gitulah, Mba kalo kerja proyekan. Ga bisa lama-lama di rumah," jelasnya."Owhh, ya udah, kita langsung berangkat kalo gitu Mba," ajakku.Mba Yolan tak banyak protes. Aku serta Mba Yolan bergegas meninggalkan pekarangan rumahku. Berjalan beriringan menuju rumah Mba Aini.Tadinya, aku hendak pergi sendiri tanpa mengajak Mba Yolan. Mengingat di rumahnya pasti ada suaminya. Tapi ternyata, suaminya sudah berangkat lagi katanya. Jadi ya baguslah kalau Mba Yolan tetap
Kupandangi lekat netra bayi mungil yang terpejam itu. Setelah diberikan krim pereda gatal, Arsen akhirnya tertidur di ranjang pasien.Beruntung dia segera ditangani. Sehingga bintik-bintik merah yang menyebabkan rasa gatal, tak lebih menyebar keseluruh tubuhnya. Hanya di pipi dan leher saja yang terdapat bintik merah.Di seberang ku duduk, Mba Yolan juga duduk sambil terus mencoba menghubungi suaminya. Aku memintanya memberitahukan keadaan Arsen. Syukur syukur Ayahnya Arsen bisa izin lalu pulang untuk melihat kondisi anaknya.Terdengar hembusan nafas berat dari Mba Yolan. Lalu dia menyimpan ponselnya di atas meja samping ranjang pasien."Kenapa Mba? Ga diangkat?" tanyaku pelan dan Mba Yolan mengangguk dengan raut wajah kecewa."Sabar, ya! Mungkin ayahnya Arsen lagi sibuk," ucapku coba menghibur.Mba Yolan tersenyum kecil. "Iya, Mba. Aku ngerti kok," sahutnya."Mba, aku tebus dulu resep di bagian farmasi ya. Titip Arsen sebentar, ga apa apa kan, Mba?" tanya Mba Yolan kemudian."Silahka
******TING TONG!Pelan aku membuka mata. Kupegangi kepala yang terasa sedikit berat. Aku terbangun karena suara bel rumah yang kudengar.TING TONG!Lagi. Bel kembali berbunyi. Entah siapa yang datang dan kenapa Mas Adrian tidak membukanya. Mengumpulkan sejenak kesadaran usai bangun dari tidur. Kupindai keadaanku yang tengah berada dalam selimut. Lalu menggeliat pelan. Kuarahkan pandangan pada jam kecil di atas nakas."Astaga!" Aku terlonjak saat melihat sudah jam sembilan. Lalu beringsut turun dari tempat tidur.Kenapa aku bisa bangun sesiang ini? Kenapa juga Mas Adrian tidak membangunkanku? Apa aku ketiduran ya semalam?Aku mengetuk-ngetuk kepalaku sendiri. Karena merasa tidak ingat dengan yang terjadi padaku semalam.TING TONG!Bel rumah kembali terdengar. Aku keluar dari dalam kamar dan menuruni anak tangga. Lalu melangkah menyusuri ruangan demi ruangan untuk segera membuka pintu.Tok Tok Tok!Kali ini, pintu rumah diketuk. Aku semakin melebarkan langkah untuk melihat siapa yang d