Share

2. Putus

Tetanggaku Suamiku

Part 2

*

[Putus!]

Pesan singkat, tapi begitu menyayat hati Jelita. Gadis itu kehilangan tumpuannya hingga terjatuh ke lantai yang ia pijak, tapi masih berusaha sadar atas apa yang baru saja terjadi. Ponsel di tangan itu ikut terjatuh, sejenak gadis itu seolah kehilangan kewarasan atas pesan tiba-tiba dari Kevin.

Jelita menatap nanar pada lantai yang sedikit basah karena beberapa tetes air mata jatuh di sana. Gadis itu kembali memungut ponselnya, ia mencoba mengurut dada yang terasa begitu sesak. Jelita mencoba meyakinkan diri bahwa tadi hanyalah mimpi buruk karena kecemasan yang mendera. Pesan itu hanya hayalan atas ketakutan yang menggelayut tiba-tiba.

[Putus!] Kembali Jelita membaca pesan itu.

Pesan yang tak berubah meski berkali-kali ia baca dan pahami. Gadis itu menyeka sudut mata yang mengabur karena air mara berserakan di sana. Pesan itu tetap sama.

Jelita berteriak frustasi. Ia melempar ponsel itu ke dinding, lalu mengacak beberapa dekorasi kamar pengantinnya. Ia merasa sakit begitu menusuk hatinya, perih.

Bagaimana bisa Kevin tiba-tiba meninggalkannya tanpa alasan? Jelita ingin tahu kenapa. Jelita ingin pastikan sebabnya agar ia bisa berdamai dengan keadaan hatinya. Selama ini ia dan Kevin tak pernah bertikai hebat, lalu kenapa ini terjadi begitu tiba-tiba?

Dalam isak tangisnya, Jelita mengingat satu hal. Wajah tak bersahabat ibu Kevin saat ia bertemu dengannya.

“Kamu yakin bisa jadi istri yang baik untuk anak saya?” tanya perempuan paruh baya itu. Matanya tak beralih dari buku yang ia baca. Sama sekali diluar ekspektasi Jelita, melihat Kevin yang terlalu ramah dengan banyak orang.

Jelita dengan tegas menjawab, “Iya.” Gadis itu begitu percaya diri. Namun, malah mendapat senyum miring dari wanita itu.

Jelita mulai menyimpulkan satu kesimpulan dalam dirinya. Kevin yang terlalu penurut dengan sang ibu, hingga tega meninggalkannya dalam keadaan amat buruk seperti ini.

Ya, Kevin gagal mendapat restu ibunya. Meskipun berulangkali Jelita bertanya, tetap dengan jawaban yang sama.

“Ibu memang suka ngetes orang.”

Sakitnya saat seseorang harus berbohong untuk menyenangkan hati seseorang. Seperti yang dilakukan Kevin. Harusnya Jelita bisa mencegah hati untuk tak terlalu dalam menyimpan seseorang di sana, karena saat ia memaksa keluar, itu akan menyiksa hati sendiri.

Tak lama kemudian, orang tua Jelita datang demi melihat apa yang terjadi. Pintu kamar itu ditutup agar beberapa orang yang berdiri di dekat tangga tak ikut menyaksikan kekacauan yang baru saja terjadi.

Jelita memalingkan wajahnya saat beberapa menit kemudian Arjuna muncul di depan pintu.

Orangtua Jelita menjelaskan apa yang saat ini membuat mereka terlihat kacau. Raihan dan Ratna tentu akan menanggung malu seumur hidup atas apa yang terjadi hari ini.

“Jika boleh, aku mau menggantikan Kevin, Om. Itu pun kalau Jelita setuju menikah denganku.” Entah ide dari mana, kalimat itu keluar dari mulut Arjuna begitu saja. Ia tak bisa melihat kesedihan di wajah gadis yang ia cintai. Namun, bagaimana ia kan menjalani harinya nanti, karena gadis itu bahkan tak pernah melihatnya.

Satu sisi, Arjuna merasa sakit atas luka Jelita. Namun, di sisi lain ia mendapatkan kesempatan untuk menepati janji pada seseorang.

Jelita menatap tajam ke arah Arjuna. “Seandainya sudah tak ada satu lelaki pun di dunia ini, aku bahkan tak akan sudi dinikahi olehmu.” Jelita berucap sembari satu telunjuknya diarahkan tepat di wajah Arjuna.

Arjuna sejenak memejamkan mata. Menikmati sakit yang menghunjam perlahan dalam dadanya. Sudah terlalu sering Jelita mengatakan benci padanya, tapi entah mengapa kalimat itu selalu saja sakit didengarnya.

Sementara Raihan dan Ratna menatap Arjuna dengan berbinar. Ada harapan besar yang tampak dari raut wajah mereka berdua. Sejenak, sepasang suami istri itu saling pandang, lalu tatapan itu ditujukan pada Jelita. Mereka berusaha membujuk dan meyakinkan anak gadisnya untuk menerima pinangan tiba-tiba dari Arjuna.

Orangtua Jelita sama sekali meragukan lelaki yang menawarkan pertolongan di depannya. Pertolongan dari rasa malu dan fitnah yang akan berlaku. Arjuna, lelaki yang dikenal baik oleh orangtua Jelita. Mereka hidup bertetangga sejak Jelita berusia satu tahun.

Ratna dan Raihan yakin bahwa Arjuna bisa membimbing Jelita membangun Surga bersama. Sebagai lelaki, Raihan bisa melihat binar cinta dari iris pekat lelaki itu. Meskipun keduanya belum yakin jika Jelita akan menerima Arjuna sebaik Kevin. Namun, sebagai seorang ayah, menyerahkan anak gadisnya ke tangan lelaki yang mencintai lebih baik, karena cinta akan ada saat mereka terbiasa.

Semua demi kebaikan Jelita dan keluarganya. Semua orangtua tak ingin anaknya menjadi buah bibir masyarakat.

‘Ditinggal kawin. Mungkin sudah pernah gituan.’

Ratna dan Raihan tak bisa membayangkan nasib Jelita yang akan hidup dalam penuh cibiran.

“Lita. Gak ada salahnya kan, kamu menikah dengan Arjuna.” Ratna mencoba membelai kepala anak gadisnya yang ditutupi hijab itu.

Jelita menggeleng. Makin deras air matanya yang mengalir di pipi. Gadis itu menangkupkan wajahnya diantara dua lutut. Pemandangan itu membuat sebagian hati Arjuna ikut teriris.

“Tamu sudah menunggu di sana, Lita. Kita tak punya banyak waktu untuk memperbaiki keadaan. Kita hanya bisa mundur, atau sedikit melukis alur keadaan yang sedang terjadi. Atau selamanya kamu akan dikenal sebagai pengantin yang ditinggal.”

Jelita berpikir panjang, pernikahan bukan hal main-main dalam hidupnya. Ia hanya menginginkan pernikahan satu kali seumur hidupnya. Namun, rencananya, harapannya seolah habis dilindas oleh takdir pahit.

Gadis itu tak bisa membayangkan selamanya hidup dengan lelaki yang tak ia cintai. Ia tahu, Arjuna kerap kali menunjukkan perhatiannya. Namun, di mata Jelita itu semua hanya sebuah kepalsuan agar Jelita memaafkan satu kesalahan dalam hidup Arjuna.

Jerit, tangisan, seragam putih abu-abu, yang terkena darah, mesin pendeteksi detak jantung yang berubah datar. Semua masih lekat di ingatan Jelita. Setelah itu, Jelita amat membenci Arjuna, bahkan tak akan memaafkannya selamanya.

Kini lelaki itu menawarkan pengganti untuk Kevin yang tanpa rasa berdosa meninggalkannya di hari pernikahan, Jelita amat bingung memikirkan keputusannya. Namun, ada sisi hati tak tega melihat nelangksa di wajah dua orangtuanya. Bagaimana pun, mereka telah mempersiapkan semua dengan sempurna, tapi siapa sangka malah akan mempertontonkan rasa malu yang besar.

Lama. Orangtua Jelita meyakinkan putrinya, hingga gadis itu mengangguk akan usulan ini ayahnya.

Jelita memejamkan mata, atas keputusan gila yang pernah diambilnya selama hidup di dunia ini.

Hari yang bersejarah bagi Jelita. Pengantin yang ditinggal, lalu digantikan oleh mantan teman yang amat dibencinya.

Suatu hari Kevin harus membayar semua ini. Jelita berjanji akan kuat untuk menemukan lelaki bajingan itu, minimal bisa menamparnya suatu hari.

*

Arjuna mempersiapkan segalanya dalam sejenak. Melisa tampak sibuk dengan cincin kawin dan hantaran yang harus segera ia dapat. Perempuan paruh baya itu menyuruh beberapa orang suruhannya untuk mendapatkan barang-barang yang ia sebut dalam waktu segera.

Alakadar saja. Melisa tak sempat membeli banyak hal. Itu tak menjadi masalah bagi orangtua Jelita, karena keadaan terlalu mendesak.

Arjuna telah duduk di depan ayah Jelita, dibatasi meja kecil tempat mereka melakukan akad.

Arjuna telah rapi dengan tuxedo hitam dan celana kain yang menambah kesan tampan. Jantungnya berdegup lebih kencang. Dalam hati, ia berdoa semoga keputusannya tak salah. Semoga suatu saat Jelita bisa menerimanya sebagai seorang suami, bukan mantan teman yang terlalu dibencinya.

Dalam tatapannya Arjuna masih bisa melihat beberapa orang berbisik, karena pengantin lelaki yang berubah. Namun, itu bukan masalah besar, karena kebanyakan tamu merupakan orang luar. Hanya beberapa saja dari tetangga dan kerabat.

Tangan dingin Arjuna menjabat tangan ayah Jelita, yang mulai mengucapkan kalimat ijab. Dalam satu tarikan napas, lelaki itu mengucapkan kalimat kabul atas pernikahannya dengan Jelita.

“Sah!”

Seruan hamdalah bergema di mulut para tamu yang menyaksikan akad suci Arjuna dan Jelita.

Arjuna mendekatkan diri pada Jelita yang duduk di samping ibunya. Jelita harus mengulang make up-nya, karena banyak yang telah luntur sebab tangisannya. Arjuna sedikit gugup melihat Jelita dari dekat, lalu ia raih tangan lentik itu untuk disematkan cincin pernikahan.

Meskipun ragu, Arjuna tetap meraih kepala Jelita, lalu mengecupnya pelan. Terlihat ketulusan dalam cintanya. Gadis itu tak melawan, mungkin tak enak dilihat banyak orang. Namun, tatapannya tetap datar, khas gadis tak bahagia dipinang oleh bukan lelaki pujaan. Lalu dengan senyum terpaksa, Jelita menoleh ke arah ibu dan ayahnya, bersiap mengambil restu dari mereka.

Setelah itu, Jelita dan Arjuna melangkah ke pelaminan. Di mana akan ada banyak doa dan ucapan selamat yang akan diucapkan oleh tamu. Keduanya duduk dengan senyum merekah, senyum yang masih terlihat pura-pura di bibir gadis bernama Jelita.

“Mimpimu terlalu tinggi, jika kau pikir bisa meraih hatiku.” Jelita berucap dingin di sela-sela tubuh tamu yang menjauh dari panggung pelaminan.

*

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status