Buru-buru sang gadis Akibara meraih belati kesayangannya dari balik kimono seputih salju, lalu mengalirkan energi spiritual ke ujung belatinya yang lancip, dengan tujuan agar apa pun yang mencoba menjebaknya saat itu tidak bisa menyakitinya. Gadis itu langsung menghujamkan belati tersebut ke dada sosok yang menyerupai sang kakak.
"WUAAA!!" Sosok itu seketika menjerit kesakitan. Ia mundur selangkah demi selangkah dengan cepat, tubuhnya terhuyung selama beberapa saat hingga akhirnya ambruk ke tanah. Belati emas yang begitu berharga pemberian dari Zura tersebut masih tertancap di dada sosok yang secara perlahan mulai menampakkan wujud aslinya.
Tubuhnya terbakar api biru yang identik dengan kekuatan murni yang berasal dari belati yang sebelumnya sudah gadis Akibara alirkan dengan kekuatan spiritualnya. Sang iblis menjerit-jerit ketika tubuhnya terlalap api suci yang terasa sangat menyakitka
Pagi-pagi sekali, Rin sudah dipanggil untuk menghadap kepala desa Orishin di kantornya, bersama Kyeo. Iblis itu terpaksa mengikuti sang gadis Akibara ke sana, meski sebenarnya ia tidak ingin pergi kemana-mana. Lebih enak ditinggal sendirian di penginapan, tetapi gadis itu malah menyeretnya keluar dari dalam kamar. Bagus! Istirahat sang iblis terganggu. "Baguslah kalian sudah datang. Tunggulah dulu sebentar!" Sayaka berucap tegas, kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya—menekuni dokumen penting milik desa. Mengabaikan sepasang makhluk berbeda jenis yang berdiri di hadapannya. Rin melirik Kyeo lewat ujung mata, iblis itu terlihat sedang memasang ekspresi kesal, wajahnya berpaling ke sisi lain ruangan, seperti tidak ingin melihat ke arahnya. Rin tahu Kyeo kesal dengannya, sebab ia menarik sang iblis yang sedang berbaring dengan nyaman di atas k
Rin dan Kyeo mengepel dalam diam, tak ada yang berbicara di antara keduanya. Mereka berdua sibuk melaksanakan tugas bersih-bersih, agar cepat selesai dan bisa kembali pulang ke penginapan, lalu melanjutkan perjalanan mereka di Dunia Bawah. Dengan menggunakan sebuah lap putih yang sudah kumal, mereka bolak-balik mengepel lantai itu hingga mengkilap. Tentu saja dengan cara bergantian. Mulanya, Rin lah yang terlebih dahulu mengepel lantai untuk pertama kali, baru setelahnya sang iblis kelelawar melanjutkan tugas sang gadis. Tampaknya, Kyeo sudah tak sabar lagi ingin segera menyelesaikan tugas dari kepala desa yang membuatnya dengan terpaksa terjebak di rumah tiga orang manusia tua yang menurutnya sedikit menyebalkan. "Hei, Manusia." Kyeo memecah keheningan yang terjadi di antara mereka dengan menatap tajam sang gadis Akibara. "Bernyanyilah."
Setelah menghabiskan waktu selama satu minggu di desa Orishin, Rin dan Kyeo melanjutkan perjalanan mereka. Tanpa arah, hanya mengikuti kemana gadis Akibara hendak pergi. Benar-benar pengembaraan tanpa tujuan yang jelas. Sama sekali tidak membuat sesosok iblis yang bersama Rin sejak beberapa lama mengeluh karenanya, justru Kyeo termasuk paling tenang dalam perjalanan. Kecuali jika Rin mengungkit dan membuat sang iblis kelelawar merasa terusik. Kyeo mudah sekali marah jika ketenangannya diganggu, tetapi sepertinya Rin tak terlalu mengindahkannya. Ia masih saja menjaili Kyeo, suka dengan tindakan sang iblis ketika marah. Gadis itu senang bisa menganggu sang iblis kelelawar. Baginya, mengusik Kyeo adalah salah satu pembalasan paling menyenangkan. Sebab iblis itu suka sekali menggodanya di saat-saat dirinya tak ingin diganggu.&nb
Kyeo menyeringai, rencananya dalam mengerjai sang gadis Akibara berjalan dengan sukses. Lihat betapa memerahnya wajah gadis itu, bagaikan buah merah delima yang sudah kelewat matang. Belum lagi peluh yang membasahi wajah gadis yang masih ditindih olehnya kini, benar-benar terlihat lucu. Kyeo tahu gadis itu sedang gugup karena posisi mereka yang begitu intim. Bahkan dirasakan olehnya, tubuh sang gadis memanas, seperti orang yang sedang terkena demam tinggi. "Hei," panggil Kyeo, memastikan apakah gadis itu masih sadar atau tidak. Mustahil pingsan dengan mata terbuka, bukan? Rin merasa napasnya tercekat di tenggorokan, ia tak kuasa mengeluarkan kata-kata sahutan kepada sang iblis kelelawar. Ia hanya sanggup membalas tatapan Kyeo yang begitu memabukkan. Manik kuning itu bergerak, menjelajahkannya pada tubuh gadis miko yang berada di bawahnya.
Dunia mimpi adalah lautan impian semu yang didapatkan oleh hampir setiap orang di kala tidur. Apa pun bisa terjadi di dunia mimpi, menjadi pahlawan yang menyelamatkan negeri serta dikagumi oleh seluruh rakyat, bahkan menjadi monster menakutkan yang menghancurkan seluruh jagat raya sekalipun. Semua tak ada yang mustahil di sana. Sayangnya, mimpi hanyalah angan-angan yang tidak bisa direalisasikan dengan mudah. Perlu banyak perjuangan dan usaha untuk mewujudkannya menjadi sesuatu yang nyata. Semua orang dapat bermimpi, tetapi tak semua orang bisa memujudkan impiannya. Agaknya, hal itu pulalah yang menjejali pikiran seorang pemuda berparas tampan yang sedang duduk diam di atas kursi kedai. Tampaknya ia sedang berkutat dengan alam pikirannya, terlalu sibuk memikirkan sesuatu hingga tak memedulikan sekitar. Impiannya yang ingin memperoleh kekuatan dari pohon Sensa mendadak luntur saat menget
"Hei, Kyeo!" Sapa gadis itu lagi ketika tak mendapat respons dari sang iblis kelelawar. "Turunlah ke bawah sini! Ada yang ingin kutunjukkan padamu!" Kyeo mendengkus. Gadis itu kerap sekali memerintahkan sesuatu yang tidak berguna kepadanya, membuat sang iblis kelelawar mendadak kesal terhadapnya. Bahkan sekarang saja, di saat ia sedang bersantai dengan tenang, gadis itu tiba-tiba saja muncul dan berteriak kencang memanggil namanya. Rin benar-benar ... manusia yang unik. "KYEO!" Rin kembali berteriak lantang. "Kau mendengarkanku, kan?" Tanya sang gadis, suaranya terdengar kesal. Sudah beberapa kali ia memanggil nama Kyeo, tetapi sang iblis sama sekali tidak memedulikannya. Lehernya sudah sakit, karena dipaksa mendongak ke atas secara terus-menerus. Gadis itu terus saja meneriakkan nama sang iblis kelelawar. "Kyeo!!" Teriaknya, berharap kali ini K
Yuuto memandang langit siang yang terik dan cerah, secerah suasana hatinya sejak bangun dari tidur dengan semangat menggebu di dalam dada. Pemuda itu baru saja menyelesaikan salah satu latihan beratnya di sebuah kawah gunung berapi yang sudah tidak aktif lagi bersama sang guru—Hiroshi. Awalnya, Yuuto sempat merasa khawatir karena ia dan sang guru akan menghabiskan waktu selama beberapa jam untuk berlatih tanding di sana. Pemuda itu takut jika gunung merapi itu ternyata masih aktif dan tiba-tiba saja meletus lalu menyemburkan lahar yang begitu panas. Bukan tak mungkin, cairan itu akan melelehkan tubuh mereka seperti larutan yang lengket. Akan tetapi, setelah beberapa kali Hiroshi menerangkan kepada Yuuto bahwa tak akan terjadi apa-apa kepada mereka ketika berlatih di sana, akhirnya ia berhasil menyakinkan anak muridnya itu. Sehingga pemuda yang memiliki senyum manis dan bertubuh jangkung yang awalnya t
"Kenapa kau bisa berada di tengah hutan seorang diri, Yuuto?" Zura bertanya kepada pemuda yang beberapa saat yang lalu sudah ditolong olehnya. Yuuto tertawa pelan, lalu menggaruk kepala bagian belakangnya dengan canggung. "Hahaha, aku ya? Sebenarnya aku tadi sedang latihan saja," jawabnya yang kemudian diakhiri kekehan pelan. Zura mengangguk-anggukan kepalanya perlahan, seperti sudah memahami apa yang diterangkan oleh Yuuto. Pemuda iblis dengan kimono putihnya yang tipis itu lalu mengangkat tangan kanannya, kemudian memutarnya pelan di udara seraya berbisik pelan. Secara tiba-tiba, keluarlah cobek beserta ulekan dan beberapa lembar tanaman obat dari ujung jarinya, yang kemudian jatuh ke tangan sang pemuda iblis. Zura lalu menaruhnya ke tanah, dan menyusunnya sebentar. Ketika ia menengadahkan wajah menghadap manusia yang ia tolong, seulas senyum tipis terulas begitu saja ketika ia meliha