Mohon maaf maaf, ada beebrapa nama yang harus saya ganti demi kebaikan bersama sepeti X bar dengan kedai susu, pelacur dengan wanita dan nama2 yang lain tidak pantas dan bertentangan dengan syairat islam. Semoga kita tetap dalam hidayah Allah SWT untuk tidak menyiarkan hal2 buruk seperti porno aksi, minuman haram dan adegan haram.
"Ada apa?" Tanya Pevita khawatir, setelah dia berhadapan dengan pegawainya. "Di floor, pria yang tadi membawa banyak orang. Mereka membuat rusuh. Dia mencari ... " Bola matanya berputar ke arah Joe yang masih duduk di sofa. "Tuan itu." Tunjuknya dengan sangat hati hati. Sungguh, Pevita takut sejadi jadinya. "Apa yang kamu katakan itu benar?" Pegawai itu mengangguk singkat. "Kalau begitu aku akan menemuinya." Begitu Pevita ingin beranjak, Joe menahannya. "Biar aku saja yang mengurusnya," kata Joe. Kemudian dia memalingkan wajahnya pada pegawai. "Suruh yang lainnya masuk ke sini. Jangan ada yang keluar sebelum aku perintahkan," titah Joe dengan nada tenang. "Joe, jangan. Mereka bisa melukaimu," cegah Pevita dengan wajah khawatir. "Jangan khawatir, tidak akan terjadi apa apa denganku," sahut Joe santai. Beat! "Kamu." Joe menunjuk pegawai Pevita. "Iya, tuan," sahutnya. "Suruh teman temanmu ke sini. Dan jangan keluar sebelum aku perintahkan. Apa kamu paham?" Pegawai
"Wow! Sepertinya akan ada pesta? Apa aku terlambat?" Saat yang bersamaan Ceasar datang di waktu yang tepat dan disambut Joe dengan senyum licik. "Mengganggu saja," gumam Joe agak kesal lantaran aksinya gagal dengan kedatangan tamu tak di undang. Sama sekali Joe tidak berharap Ceasar datang dan membantu layaknya super hero khayalan yang difilmkan oleh produksi luar negeri. "Siapa kau?" Tanya pria tua dengan wajah kaget. "Jawabanku tergantung sikapmu bapak tua! Kalau kau mau diajak kerja sama, tentu aku akan menjadi malaikat yang manis untukmu, tapi kalau kau keras kepala ... " Beat! "Aku akan menjadi malaikat yang akan mencabut nyawamu!" Pada saat mengatakan kalimat ini, wajah Ceasar menghunus tajam membelah pandangan pria itu. "Keparat! Rupanya kau teman si cecunguk sialan ini!" Sahutnya. "Habisi mereka berdua!" Pria tua itu memberikan perintah kepada anak buahnya. "Hentikan! Kalau kalian semuanya masih ingin hidup sampai esok hari!" Yang mengatakan ini dengan suara la
Gemetarlah Charis dibuatnya."Bodoh! Apa kau terlalu pengecut untuk menekan pelatuknya, hah!" Rayzen meninggikan nadanya.Rayzen justru semakin bergerak mendekati Charis lalu menempelkan keningnya di moncong pistol. "Ayo. Tembak aku!" Ucapnya.Masih sama, Charis sama sekali tidak berani. Hingga akhirnya, Rayzen mengambil pistol itu dari tangan Charis."Dasar bodoh! Apa kau tidak bisa menggunakan pistol ini, hah!" Setelah mengatakan ini, Rayzen menarik pelatuk pistol lalu menembaki Charis sampai beberapa kali. Hingga mati lah Charis di tempat.Sungguh sadis. Rayzen terlihat begitu tenang. Tidak sama sekali merasa berdosa sudah melenyapkan nyawa orang begitu saja. Padahal, beberapa hari yang lalu Charis adalah sahabatnya. Juga sumber uangnya. Sebagai pejabat kota yang korup, Charis tidak sedikit mengalirkan dana ke rekening Rayzen. Tapi sekarang berbeda, Rayzen tau harus berpihak pada siapa. Atau tidak, justru nyawa dan
Pevita membuka pintu. Dia melakukannya dengan hati hati. Perasaannya tak menentu bergejolak, khawatir. "J-." Cepat saja Joe mendekap mulut Pevita dengan tanganya begitu pintu baru terbuka setengah. "Sst!" Desis Joe. "Apa kamu sedang sibuk saat ini?" Tidak ada yang tau apa maksud Joe berkata seperti itu. Dalam situasi yang menegangkan begini, tidak terpikirkan oleh Pevita kalau Joe sedang mengajaknya berdiskusi apalagi becanda. Pevita menggeleng. "Kalau begitu, ikutlah denganku," pinta Joe. Kemudian Joe melepaskan tangannya yang sudah membuat separuh wajah Pevita tertutupi. Tentu saja membuat Pevita bingung sejadi jadinya, sampai kerutan di dahi menyiku tajam ke dalam. "Aku tidak mengerti," ucap Pevita. "Ikut saja. Nanti kamu akan segera memahami," sahut Joe. "Lalu, bagaimana dengan mereka semua?" "Biar saja. Anggap itu latihan mental untuk mereka," sahut Joe, sambil mengedipkan sebelah matanya. Joe bersikap seolah olah sedang tidak terjadi apa apa. Dengan begitu
"Ada apa Joe?" "Sebaiknya kita pergi," pinta Joe. Dia berusaha mengalihkan pembicaraan yang membuka luka lama yang menyedihkan. Perih. Dan Joe memilih untuk menghindari saja. Dia tidak berminat untuk membicarakan masalah pribadi dengan orang lain. "Kamu tidak ingin-." "Kalau begitu, sebaiknya aku cari taxi saja," potong Joe cepat. Joe sudah siap keluar dari mobil, namun Pevita mencegahnya. "Oke. Baiklah. Aku akan diam." Pevita memilih untuk mengalah saja. Dari pada harus kehilangan Joe, lebih baik dia menahan diri untuk sedikit bersabar. Dan kemudian, mobil Pevita pun melaju menuju suatu tempat yang sama sekali belum dia tahu mau kemana. Sungguh, mood Joe berantakan ketika membahas soal Jilly. Wanita yang sudah menyakiti hatinya itu terus terusan hadir dalam pikiran. Dia seperti menertawakan Joe. Karena ini, Joe hanya diam saja sepanjang perjalanan. "Joe, boleh aku tau kita mau ke mana?" Pevita yang tau kalau suasana hati Joe lagi kacau berantakan, dia jadi berhati hati
Hari ini bertepatan dengan ulang tahun Felicia. Se isi rumah keluarga Miller merencanakannya untuk makan malam di Carls Beef, resto keluarga terbesar yang mampu memberikan menu hidangan istimewa untuk keluarga berpunya.Hanya keluarga inti saja. Vino yang belum resmi menjadi suami Jilly, dia belum mendapatkan undangan makan malam dari keluarga Miller.Hanya saja setelah ini, Vino menunggu Jilly di hotel Century. Mereka akan menghabiskan malam bersama di atas ranjang penuh dosa.Sebelumnya, mereka tengah asik memperbincangkan Joe. Terutama Jilly yang begitu kesalnya dengan kejadian yang memalukan di bar tempo hari."Aku kemarin mendengar dari Mona kalau Joe mengambil mobil mewah dari Union Showroom. Ck ck. Rupanya dia hanya disuruh wanitanya. Tapi, bisa bisanya dia mengakui kalau itu kendaraan miliknya," seru Jilly sinis. Nampak sekali dari wajahnya dia begitu iri dengan Joe. Oh tidak, Jilly sebenarnya lagi terbakar api cemburu. Dia
"Apa yang ingin kamu sampaikan, Felice?"Dengan begitu, mereka semua memberikan Felicia kesempatan berbicara."Papa sama mama yang bilang kalau Pevita, putrinya tuan Jeriko itu dekat dengan Joe. Aku yakin, kalau kita mengendalikan si Joe, tentunya akan mudah membuat Pevita luluh dan akhirnya mengikuti semua keinginan Joe. Oh, bukan. Sebenarnya itu keinginan kita. Karena Joe berada dalam perintah dan arahan kita. Dengan begitu, papa akan mudah mempengaruhi Pevita untuk mendesak ayahnya agar segera menyetujui proposal yang papa sampaikan. Semua itu tentunya melalui si sialan Joe itu," terang Felicia.Beat!"Dengan kata lain, kita akan menggunakan si Joe sebagai boneka kita." Pada saat mengatakan ini, wajah Felicia mengulas senyum licik."Tidak! Mama tetap tidak setuju! Bagaimana kalau ternyata justru Joe yang mengambil kesempatan itu? Kita semua tau kalau Joe itu sangat licik. Haus akan harta. Itu bisa jadi bumerang untu
Semua nanar, begitu tau siapa yang Pevita tunggu."Joe," ungkap Jilly. Sampai membulat sempurna bola mata Jily bersamaan dengan dahinya yang mengerut tajam. Dia tidak habis pikir akan bertemu dengan Joe lagi dan lagi. Sungguh menjengkelkan!Bagaimana Joe bisa bebas begitu saja dari tangan Rayzen. Dan nampaknya dia sehat sehat saja. Tidak ada luka atau apapun yang menunjukan kalau Joe menerima kekerasan fisik. Apa yang terjadi? Padahal aku belum sempat berbicara dengan Rayzen untuk membahas nasib Joe. Padahal, yang sudah sudah tidak ada yang selamat dan bebas begitu saja kalau berurusan dengan Rayzen. Semua orang tahu siapa si tangan dingin itu. Pihak berwajib saja sampai kesulitan untuk menghadapi kekuasaan Rayzen, gumam Aland dalam hati menatap Joe heran.Sementara Rosita sudah geram ingin mencabik cabik wajah Joe. Hanya saja, Salika menahannya. Sambil itu dia berbisik di telinga sang mama, "ingat ma, kita punya misi dengan dia. Biarkan saja."