Han Yu Shi mengusap bulir-bulir peluh yang membasahi wajahnya. Sinar matahari siang ini lebih terik dari biasanya, atau mungkin hanya karena ia bekerja jauh lebih berat dari hari-hari sebelumnya. Raja Tukhestan, Yerzhan, baru saja menikahkan puterinya. Sang Raja ingin membangun istana baru yang dipenuhi limpahan emas dan permata, dan karenanya para penambang harus mampu mengumpulkan bebatuan berharga tersebut dengan cepat pula dalam jumlah besar. Para penjaga membentak-bentak kasar dan akan memukulkan cambuk berduri jika mereka melihat pekerja berhenti bekerja bahkan hanya untuk sebentar saja. Yu Shi sudah dua tiga kali terkena cambukan mereka.
Pemuda itu memandangi telapak tangannya yang kini terbalut keringat bercampur darah. Kepalanya sakit, serta pening luar biasa, pening yang ditimbulkan dari rasa haus yang amat sangat. Ia bergegas menghampiri sumur pengambilan air. Ia harus buru-buru, para penjaga tidak mengizinkan penambang beristirahat lama-lama dan akan menyiksa mereka yang terlambat bahkan hanya untuk beberapa detik.
Ia datang cukup terlambat. Rekan-rekannya yang lain telah mengelilingi sumur, menggunakan airnya untuk minum, ataupun membasuh keringat serta luka-luka. Ia lantas mengikuti jejak mereka. Percikan air sumur terasa amat segar membasuh wajahnya, dan terasa lebih segar lagi saat memasuki kerongkongannya yang kering dan perih.
Seseorang menepuk bahunya. Yu Shi menoleh. Cao Xun, sesama rekan penambang yang merupakan temannya yang paling akrab.
"Kau tidak seharusnya melamun saat itu. Kita semua tahu hari ini Raja mengutus Kaskyrbai yang terkenal akan keganasannya."
"Tidak apa-apa," Yu Shi menjawab tabah. "Luka sebegini kecil tidak akan membuatku mati."
Cao Xun hendak menjawab, namun seruan kasar penjaga mencegahnya berbicara. "Heh budak-budak, cepat kembali! Waktu istirahat kalian sudah habis!"
Terpaksa Cao Xun menutup mulutnya. Diikuti Yu Shi, ia beserta para penambang yang lain bergegas melangkahkan kaki kembali ke area perbudakan.
***
Malam akhirnya tiba. Bulan purnama yang sangat besar muncul menghiasi langit hitam keunguan.
Di barak luas yang pengap dan penuh bau keringat manusia, Yu Shi menghela nafas. Hari ini benar-benar melelahkan, dan ia tidak yakin ia akan bisa bertahan hidup melewati satu tahun bila Kaskyrbai tidak berhenti menyiksanya. Saudara-saudaranya yang lain telah lebih dulu meninggalkannya, hanya ia seorang yang tersisa dari keluarganya yang masih bertahan hidup. Namun sebentar lagi ia juga akan menyusul mereka.
Dan setelahnya, jejak seluruh keluarganya akan musnah. Dengan begitu hina dan menyedihkan, padahal keluarganya dulu adalah penguasa negara terbesar di dunia, Kekaisaran Han.
Yu Shi kembali menghela nafas. Bola matanya mendadak terasa berat, dan ia juga tidak mau menghabiskan malam ini dengan merutuki nasibnya. Ia pun segera merebahkan dirinya ke atas kasur jerami berbau apak yang sudah sembilan tahun ditidurinya sejak ia pertama kali tiba di barak ini.
Saat bencana itu terjadi, Yu Shi kecil berusia sembilan tahun, dan masih merupakan salah satu anggota keluarga kerajaan yang terhormat. Ayahnya masih merupakan penguasa kekaisaran Han yang paling disegani di seluruh dunia, walaupun sekarang nama dinastinya telah dimusnahkan ke dasar bumi. Kemewahan dan kegemerlapan senantiasa menyelimuti dirinya. Ke manapun ia melangkah, para pelayan dan pengawal akan membuntutinya dan orang-orang yang berpapasan dengannya akan membungkuk memberi hormat. Ia pula merupakan seorang pangeran yang tampan pula cerdas, semua orang memuji dan menyayanginya. Hidupnya bagaikan di surga, ketika Perdana Menteri kepercayaan ayahnya membunuh sang Kaisar. Keesokan harinya, seluruh anggota keluarga istana mendapatkan mereka terpelanting ke roda kehidupan terbawah. Yang pria dihukum buang untuk menjalani hidup bagaikan budak, sementara yang wanita dipaksa menjadi selir para menteri pembantu sang Kaisar baru.
"Tapi mengapa Ayahanda begitu mudahnya dibunuh dan kita begitu mudahnya dibuang ke neraka ini? Seharusnya mereka tidak bisa menyentuh kita seujung jaripun. Kita adalah keluarga kekaisaran!"
Yu Shi yang sudah lebih dewasa dan mulai dapat mengerti getir pahitnya kehidupan, menuntut penjelasan saudara terakhirnya yang saat itu masih hidup. Sang kakak menarik nafas panjang.
"Karena Ayah terlalu terlena akan kebahagiaan duniawi dan melakukan perbuatan-perbuatan laknat yang bukan hanya merugikan seluruh rakyat, namun juga merugikan dirinya serta keluarganya pada akhirnya."
Yu Shi tidak langsung dapat menerima alasan kakaknya. Kakak Yu Shi itu menaruh tangannya di atas bahu adiknya. "Kau harus tegar, Yu Shi. Kau tidak boleh lemah dan cengeng. Ingat, kau adalah putera dari Kaisar Han Shang Xing dan cucu dari Kaisar Han Wen Xing Yang Agung. Pewaris sah Penguasa Dunia ini. Kaulah yang akan mengambil alih takhta dunia selanjutnya."
"Kakak juga putera pewaris Kekaisaran Han. Kita berdua akan kuat, dan bersama-sama mengambil kembali takhta Ayahanda!"
Sang kakak tersenyum. Semula Yu Shi tidak menyadari arti senyumannya, dan baru mengetahuinya beberapa minggu kemudian setelah sang kakak wafat. Rupanya kakaknya itu telah mengidap penyakit kronis yang tak tersembuhkan, dan karena ia tidak ingin adiknya mengkhawatirkannya, ia berusaha keras menyembunyikannya. Dan Yu Shi hanya bisa memandang kelu jasad kakaknya terbujur kaku di hadapannya. Ia memandang nanar pemuda yang senantiasa menyemangati dan mendukungnya itu. Satu-satunya saudara sekandungnya yang masih tersisa, namun yang kini telah meninggalkannya untuk selamanya.
Sekelompok manusia menendang jasad sang kakak dengan kasar. Terbakar amarah, Yu Shi sontak bangkit berdiri.
"Dia sudah mati, dipelototi seabad pun tidak akan menghidupkannya! Daripada kau membuang-buang waktu, lebih baik cepat kembali bekerja!" Mandor penambangan membentak keras.
Yu Shi mencoba berargumen, "Aku baru saja ingin menguburkannya..."
"Budak seperti kalian tidak akan memperoleh prosesi mewah macam penguburan!" Si mandor berteriak ke orang di sebelahnya. "Lemparkan mayat orang ini ke dalam sumur!"
"Kalian selalu membuang keluargaku yang telah mati ke dalam sumur!" Yu Shi berseru penuh emosi. "Kumohon pada kalian... Sekali ini saja, tolong berikan aku kesempatan menguburkannya..."
Kaki si mandor melesat menghantam wajahnya. Ia jatuh terpelanting ke tanah.
"Bocah kecil sombong! Sekali lagi kau memprotes, kau akan segera menyusul keluargamu! Cepat bekerja! Kau sudah menghabiskan begitu banyak waktuku!"
Si mandor membalikkan tubuhnya. Di belakangnya, Yu Shi memandang hampa budak-budak lain menyeret jasad kakaknya untuk dilemparkan ke dalam sebuah sumur bau yang menjadi makam massal para budak yang mati kelelahan karena bekerja. Ia masih belum bergerak, bahkan ketika para budak telah mencapai sumur dan membuka penutupnya. Baru saat mereka mengangkat jasad sang mantan pangeran, Yu Shi melompat berdiri, melesat ke arah mereka bagaikan memecah angin.
Ia tiba tepat di saat mayat kakaknya baru saja dilempar ke dalam sumur.
"Kakak!" Yu Shi menjerit. Dirasakannya matanya memanas, bulir-bulir air mata mengaburkan pandangannya dan membasahi wajahnya. Kedua tangannya yang bertumpu di atas mulut sumur bergetar hebat. Ia mengarahkan pandangannya jauh ke dasar sumur, di mana tubuh kakaknya kini tergeletak di atas tulang belulang dan sisa-sisa potongan tubuh mayat lainnya yang telah hancur.
Dan di kemudian hari, mayat-mayat lain yang akan menimpa jasad kakaknya.
Kakinya tak sanggup lagi menopang berat tubuhnya, iapun jatuh berlutut, terisak di mulut sumur. Cao Xun menepuk pundaknya. "Aku turut berduka, Yu Shi."
Budak-budak lain yang merupakan rekan senasib Yu Shi ikut menyatakan belasungkawa. Betapapun, simpati mereka tidak bisa menghilangkan kesedihan Yu Shi. Ia terus menangis, sembari memanggil-manggil kakaknya beserta seluruh keluarga lainnya.
"Budak kecil tidak tahu diri! Siapa yang menyuruhmu menangis di situ?! Cepat bekerja!"
Menyadari bawahannya tidak mengikuti perintahnya, si mandor lantas menarik Yu Shi, memaksanya berdiri meninggalkan mulut sumur. Seraya berteriak ke arah budak lainnya. "Kalian juga! Jangan coba-coba memakai alasan solidaritas untuk melarikan diri! Kerja, cepat!"
Yu Shi tahu dirinya tak punya pilihan lain. Ia mengerlingkan pandangan ke arah sumur, kemudian menggertakkan gigi.
Aku akan bertahan hidup. Dan aku harus tetap hidup, agar aku dapat merebut kembali semua yang seharusnya menjadi milikku. Suatu hari, akan kurebut semuanya itu!
Delapan tahun telah berlalu. Delapan tahun penuh penderitaan, dan sudah puluhan kali ia nyaris tergoda untuk menyerah. Biasanya yang kembali membangkitkan semangatnya adalah bayangan anggota keluarganya yang mati secara tak layak. Membayangkan mereka akan selalu membuat semangat Yu Shi kembali tumbuh.
Akan tetapi, kali ini sepertinya telah mencapai puncaknya. Dalam tidurnya yang tak pulas, Yu Shi bergumam rendah, "Aku telah berusaha hidup selama sembilan tahun, dan tak ada perubahan tingkat yang bisa kucapai bahkan sekecil apapun, aku masih tetap seorang budak. Jadi, apa gunanya aku terus memaksakan diri bertahan hidup?"
Yu Shi menoleh ke arah Rong Xun. Sahabatnya mengangguk kecil. Walaupun tidak terucapkan kata-kata, namun pandangannya telah mengucapkan ribuan kata yang tak terungkap dengan teramat jelas. Yu Shi menengadahkan wajahnya, menegakkan tubuhnya, dan keluar dari tempat persembunyiannya, berjalan tepat menuju Tuan Li dan Feng Lan yang tak ayal sangat terkejut melihat kedatangannya. Feng Lan sampai terbelalak lebar. Sementara Tuan Li berdehem, dan pelan-pelan meninggalkan tempat mereka tanpa suara. Keadaan menjadi sangat hening. Mereka berdua hanya saling berhadapan tanpa berucap sepatah katapun. Sinar bulan berkedip, cahayanya menjadi lebih terang semenjak awan bergeser menjauhinya. Yu Shi mendehem. "Putri Feng Lan... aku telah mendengar seluruh percakapanmu dengan Guru Li..." Muncul semburat merah menghiasi pipi Feng Lan. "Ak
"Guru! Ini bukan soal dendam pribadi! Mereka adalah tawanan negara!" Rong Xun memotong. "Aku tidak sedang bicara padamu!" Rong Xun tergugu. "Tetapi kepadamu, Yu Shi. Walaupun kau kaisar, namun kau tetaplah muridku. Karenanya aku harus membimbingmu." Yu Shi hanya diam membisu. "Kakekmu adalah seorang yang terus menyimpan amarah masa lalu dan penderitaan yang tak bisa ia ungkapkan. Karenanyalah, ia bertindak sadis dan semena-mena terhadap orang lain. Karena ia tidak bisa memaafkan dunia dan masa lalunya. Tapi, walaupun ia telah meraih banyak kesuksesan, apakah ia bahagia? Tidak, ia selalu menderita. Makanya ia sangat menyesali mengapa tak daridulu ia membuang semua dendam dan amarahnya, dan saat ia ingin melakukannya, kematian telah menunggunya. Yu Shi, tahukah kau? Kau yang sekarang sama dengan kakekmu! Kau dikuasai amarah dan dendam! Padahal kakekmu mengharapkan keturunannya menjadi
Di pihak lain, di dalam sel. Ternyata Xiu Lan telah masuk ke sana. Setelah seharian ia berpikir, hanya ia sendiri yang menjalani hidup bahagia dan tenteram sementara keluarganya yang lain akan menjalani hukuman mati, ia merasa sangat resah. Ternyata Xiu Lan merupakan anak yang baik, hanya perilakunya saja yang memang kurang matang, namun hatinya sungguh baik. Ia pun menyusup masuk ke dalam sel, dan menuntut untuk ikut menjalani eksekusi bersama. Ying Lan sampai menangis terharu dan memeluknya erat-erat. "Kakak, jangan menangis. Kau membuatku sedih," kata Xiu Lan. Ying Lan mengusap airmatanya. "Kalau saja aku tahu akan jadi begini, aku akan baik-baik terhadapmu!..." Saat itulah Feng Lan tiba. Ia juga tercegang melihat keberadaan Xiu Lan. Di pihak lain, orang-orang dalam sel juga sama tercegangnya saat melihatnya. "Feng Lan, kau juga sama seperti kami?..." Ying Lan bertanya tak percaya
Mereka kini berjalan menyusuri istana, aula istana, lorong-lorong, taman dalam... dan mereka semuanya diam, hening. Feng Lan meremas jari-jari tangannya. Perjalanan yang mereka tempuh sungguh panjang, sebelum mereka tiba di akhir perjalanan mereka; Paviliun Shu Ling. Dikelilingi taman yang indah, Paviliun Shu Ling merupakan paviliun yang amat asri dan rindang. Seharusnya senantiasa terjadi percakapan yang menyenangkan hati di sana, namun kali ini suasananya berbeda - suasana yang dipenuhi ketegangan. Feng Lan meremas tangannya kuat-kuat. Ia pandangi Yu Shi yang masih tetap berjalan di depannya dan memunggunginya walaupun mereka telah sampai di tempat tujuan, sangat lama. Dan ketika Yu Shi membalikkan tubuhnya, Feng Lan dapat melihat ekspresi wajahnya yang sayu dan sendu. Feng Lan menggigit bibir. Ia sangat terkejut melihat raut wajah sang kaisar muda, yang kini banyak dipenuhi kerut, dan terdapat lingkar
Penyerangan Han ke Liang tidak memakan waktu lama. Sudah sangat terlambat bagi Liang untuk mempersiapkan diri. Walaupun kini Ying Lan bekerja ekstra keras untuk menutupi kegagalannya, ia tetap harus menerima bahwa, hanya dalam kurun waktu tiga minggu pintu gerbangnya telah dibuka dan para prajurit musuhpun dapat dengan mudah meringkus para anggota kerajaan. Termasuk pula Feng Lan. Feng Lan memang datang di saat yang tidak tepat. Saat ia tiba di istana bersamaan dengan saat ketibaan para prajurit Han. Otomatis ia ikut tertangkap. Tapi tak apa. Aku jadi bisa bertemu dengan Yu Shi, pikirnya saat berada dalam kereta tawanan. "Kakak... aku takut..." Di sebelahnya, Xiu Lan berkata, tangannya yang gemetaran hebat memegang erat tangan kakaknya. Feng Lan mengusap rambut adiknya. "Tenanglah. Ada kakak di sampingmu..." &
"Kabar baik, Paduka! Song telah kita kuasai!" Komandan Besar Rong Xun memberi laporan. Duduk di singgasana, Yu Shi mengangguk. "Bagus," jawabnya singkat. Kini, ia memang terkenal suka memberikan jawaban singkat. Jangan mengharapkan jawaban panjang darinya. Rong Xun melanjutkan, "Dan kini kami tengah mengarah ke sasaran terakhir kita - Liang." Seluruh menteri di aula yang sangat luas itu mendesah, bergairah. Pula mereka tahu bahwa menaklukkan Liang adalah harapan terbesar pemimpin mereka. Ketika Liang ditaklukkan, maka Han akan mengulang kejayaannya menguasai dunia seperti dahulu kala. Tidak sesuai dengan dugaan orang-orang, mimik Yu Shi sama kakunya dengan sebelumnya. "Laksanakan," katanya pendek. "Perintah dari Paduka Yang Mulia, Laksanakan!" Rong Xun berseru. Setiap orang pun langsung masuk ke posnya masing-masing, siap be