Beranda / Romansa / THE HEIR / Isyarat Cinta

Share

Isyarat Cinta

Penulis: Olivia Yoyet
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-23 22:56:31

-6-

Setibanya di kediaman orang tua Nadine, sebuah mobil hitam mewah sudah terparkir di depan garasi. Theo mengarahkan mobil ke sebelah kanan dan berhenti. Segera turun dari mobil dan membukakan pintu untuk bos-nya, yang sebentar lagi akan menjadi pengantinnya. 

Nadine jalan memasuki rumah dari pintu samping yang berhubungan dengan garasi. Pekikan kecil terdengar dari bibirnya, saat tubuh tiba-tiba dirangkul dari belakang dan diiringi dengan jitakan kecil di kepala. 

"Bagus, ya! Mau nikah nggak ngomong-ngomong!" protes suara berat yang sangat dikenal. 

"Aduh, sakit tau, Ko!" hardik Nadine sembari membalikkan badan dan balas memeluk sang koko. 

"Rasain! Bisa-bisanya aku dilangkahi begitu aja. Untung tadi Mami langsung nelepon, jadi bisa cepat-cepat ke sini," sahut pria bertubuh sedang itu seraya tersenyum lebar. Mendaratkan kecupan di dahi sang adik dan kembali memeluknya. 

"Ehm, Ko, engap!" protes Nadine yang membuat kokonya terkekeh. 

"Permisi," ucap Theo sambil jalan memasuki ruang tengah. 

Seorang perempuan muda langsung menyalaminya dan mendaratkan kecupan di pipi kanan dan kiri, yang membuat Theo seketika merasa rikuh. "Kamu tega banget, Theo. Udah bikin aku kayak gini, ehh malah mau nikahin adik ipar. Jahat!" seru perempuan yang sedang mengandung itu sambil memukul-mukul dada Theo dengan gerakan slow motion ala sinetron. 

"Cici!" hardik Nadine. 

Perempuan berambut sebahu yang tak lain adalah Celina, menoleh dan berpura-pura merapatkan tubuh ke dada Theo. "Apa sih, Na? Biarin cici begini atuhlah, bawaan orok yeuh," balasnya dengan bahasa Sunda yang sangat fasih. (orok = bayi)

Celina adalah seorang perempuan keturunan Tionghoa dan Sunda. Pernikahannya dengan Samuel, kakak angkat Nadine tiga tahun yang lalu, menjadikan dirinya cukup dekat dengan Nadine dan keluarga. Saat ini Celina sedang mengandung buah hati pertamanya yang berusia lima bulan.

"Udah, jangan berantem rebutan cowok, mending kita makan, mami udah lapar," sela Bu Rianti sambil menggamit lengan suaminya dan jalan ke meja makan. 

"Ayo, Sayang, suapin aku, ya," pinta Celina dengan manja pada Theo yang membalas dengan senyuman lebar. Sementara Nadine hanya bisa mengelus dada menjadi bahan candaan sang kakak ipar. 

"Sejak kapan kalian pacaran?" tanya Samuel sambil berbisik. 

"Tiga bulanan, Ko," jawab Nadine dengan berbisik pula. 

"Loh, dua bulan lalu kalian ke Bandung kok nggak bilang-bilang?" 

"Masih dirahasiakan itu, aku pengen mastiin dia serius atau nggak." 

Samuel berhenti jalan dan memandangi wajah adiknya dengan lekat. "Kalau sekarang, sudah yakin?" tanyanya. 

Nadine menoleh sekilas dan beradu pandang dengan Theo yang sudah duduk di kursi sebelah Celina. Tatapan hangat pria itu membuat sudut hatinya mencair. 

"Iya, Ko, semoga dia yang terbaik untukku," sahut perempuan berleher jenjang itu seraya mengulaskan senyuman. 

"Koko hanya berharap yang terbaik buatmu, Na. Kita harus memastikan bahwa orang yang akan menjadi pendamping itu benar-benar mencintai kita, bukan harta." 

Nadine mengangguk, sangat paham maksud perkataan kokonya. "Aku mengenalnya cukup lama, Ko, bukan hitungan hari. Selama ini, cuma dia yang tahan banting dengan kelakuanku yang aneh," jelasnya, berharap sang koko bisa memahami maksud ucapannya tersebut. 

"Oke, sepertinya koko memang harus merelakan kamu menikahi lelaki pilihan. Karena sejak tadi tatapan kalian itu mengisyaratkan cinta," ucap Samuel sambil merangkul pinggang adiknya dan kembali melangkah menuju meja makan. 

Sepanjang acara makan malam, pikiran Nadine seolah-olah melayang tak tentu arah. Dia sedikit kaget karena Samuel mengatakan bahwa tatapannya dengan Theo adalah tatapan cinta. 

Nadine nyaris tidak mendengarkan obrolan yang lainnya karena terlalu sibuk memperhatikan Theo. Pria itu sesekali balas melirik dan membuat hatinya berdebar kencang. 

"Sssttt. Melamun. Jawab atuh pertanyaan Papi," ujar Celina sambil melambaikan tangan di depan wajah Nadine yang seketika tergagap. 

"Eh, apa, Ci? Gimana?" tanya perempuan berparas cantik itu dengan tatapan bingung. Semburat merah di pipinya muncul saat yang lain mentertawakannya. 

***

Keesokan harinya, tepat pukul 10 pagi Nadine dan Theo berpamitan pada keluarga. Keduanya berjanji akan datang kembali bersama dengan orang tua Theo secepatnya. 

Mobil melaju dengan kecepatan sedang menembus keramaian jalan Kota Bogor. Kota yang terkenal sebagai kota hujan ini semakin ramai dikunjungi para pelancong dari daerah lain, terutama dari Jakarta dan sekitarnya. 

Setibanya di sebuah restoran yang menyajikan makanan khas Korea, kedua orang tersebut memasuki ruangan yang ditata dengan apik dan sangat menarik. Seorang pelayan laki-laki mengantarkan mereka ke ruangan khusus VVIP, di mana Hera, sahabatnya Nadine telah menunggu. 

"Sayang, aku ikut bahagia," sambut Hera dengan pelukan hangat. 

"Makasih, Sayang," jawab Nadine. Menjauhkan diri sejenak dan memandangi wajah sahabatnya itu yang semakin membulat. "Sepertinya kamu sangat bahagia setelah menikah dengan Andi," ujarnya. 

"Ssstt, jangan keras-keras ngomongnya, nanti hidungnya tambah mekar," sahut Hera. 

Andi yang tengah bersalaman dengan Theo pun berbalik dan menatap kedua perempuan itu dengan tatapan lembut. "Akuilah, Sayang, kamu memang bahagia denganku," ucapnya dengan penuh percaya diri. 

"Tuh 'kan, kubilang juga apa," keluh Hera. 

Nadine tersenyum lebar, dalam hati merasa ikut berbahagia dengan pernikahan kedua sahabatnya itu. Mereka bertiga, Santi dan Elsa sudah bersahabat sejak lama. 

Tidak ada yang menyadari bahwa Andi sudah lama menyimpan rasa pada Hera. Pria humoris itu sangat pandai menutupi hatinya. Saat tiba-tiba dia melamar Hera tahun lalu, Nadine, Santi dan Elsa pun terkejut. 

Hera yang saat itu baru putus dengan pacarnya, sempat ragu-ragu untuk menerima lamaran Andi. Namun, berkat bujukan Nadine dan kedua sahabat lain, akhirnya Hera mau menerima lamaran pria bermata bulat tersebut. 

"Oke, sekarang mari kita bahas konsep pernikahan yang kamu mau," ucap Hera, sesaat setelah obrolan basa-basi mereka berakhir. 

"Aku cuma pengen pernikahan sederhana, Ra. Hanya orang-orang terdekat yang hadir. Tidak mau pesta mewah," jelas Nadine dengan lugas. 

"Oke, sudah menentukan temanya?" tukas Hera. 

"Romantic wedding, bertabur bunga di mana-mana. Ehm, kalau bisa, bunga tulip." 

"Wow, that's a good idea, Honey. Aku suka!" seru Hera sambil bertepuk tangan. 

"Rencananya mau diadakan di mana?" sela Andi. 

"Itu dia, An. Aku sih pengennya di resort aja. Ruang terbuka hijau, garden party gitu. Di sini aja, karena kalau di Jakarta agak sulit dilakukan karena waktunya mepet," terang Nadine. 

"Sudah ketemu resortnya?" Andi bertanya kembali. 

"Aku udah nentuin satu tempat di sini," timpal Theo yang membuat ketiga orang itu menoleh padanya. 

***

Seusai pembicaraan seru dengan Hera dan Andi, Nadine dan Theo berpamitan untuk segera pulang ke Jakarta. Sengaja memilih waktu siang hari untuk pulang, karena sore dan malam hari jalan tol akan sangat padat. 

Selama perjalanan Nadine tertidur pulas. Meninggalkan Theo sendirian dan hanya ditemani suara radio. Setibanya di rumah mungil milik Theo di daerah Bekasi, pria bertubuh tinggi itu mengusap bahu Nadine dengan lembut. 

"Na, kita sudah sampai," ucapnya pelan. 

Nadine menggeliat dan memicingkan mata, saat sinar mentari menyorot tajam ke arahnya. Perempuan berparas cantik itu mengerjapkan mata beberapa kali sebelum akhirnya menyadari bahwa dia sudah berada di depan rumah Theo. 

"Kok kita ke sini?" tanyanya dengan bingung. 

"Ini rumah kita sekarang," jawab Theo sembari membuka pintu dan beranjak ke luar. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • THE HEIR   Musuh Jadi Sahabat

    -57- Beberapa hari kemudian. Di kediaman Theo tampak banyak pria tengah berkemas-kemas dan mengangkut berbagai perabotan ke mobil truk yang telah disewa. Mereka adalah karyawan bengkel yang sengaja diliburkan, serta beberapa sahabat Theo yang bersedia membantu. Sementara Nadine dan sahabat-sahabatnya telah lebih dulu berangkat menuju kediaman baru mereka di kawasan Kalibata. Para perempuan itu bersama ketiga calon nenek tampak sibuk mempersiapkan aneka menu makan siang buat para pria pengangkut barang. Di ruang tamu, keempat pria paruh baya tengah serius membahas perkembangan kasus mereka melawan Bisma Hartawan dan sang putra, Bagaskara Aditya Hartawan. Wajah Daniel tampak semringah karena yakin pihaknya akan menang di pertempuran kali ini, sebab pihak pengacara pihak Bisma telah menghubunginya dan meminta berdamai. Satu jam kemudian, rombongan yang dipimpin oleh Theo tiba di rumah modern mini

  • THE HEIR   Peraduan Panas

    -56-Waktu terus berjalan, proses persidangan Bagaskara dan anak buahnya berlangsung dengan alot. Hal ini disebabkan sikap Bagaskara yang enggan untuk mengakui perbuatannya, padahal semua bukti-bukti sudah sangat memberatkan.Pihak pengacaranya pun sudah lelah untuk memperjuangkan pria bertubuh tinggi besar itu, karena sikap arogan Bagaskara yang masih memandang rendah orang lain, serta kepongahan ayahnya, Bisma Hartawan.Pria paruh baya itu sampai melakukan tindakan frontal, melaporkan Fenita dan Theo dengan tuduhan palsu. Hal itu membuat Daniel murka, demikian pula dengan Herman Kween dan Toni Liem.Malam ini, ketiga pria paruh baya itu berkumpul di ruang tamu kediaman Theo. Sedangkan istri-istri mereka duduk bersama Nadine yang tengah hamil tua di ruang tengah.Theo, Anto dan Pak Dibyo juga ikut dalam obrolan serius para pria di depan. Keenam orang tersebut membahas berbagai rencana untuk melakukan serangan balik pa

  • THE HEIR   Tersisihkan tetapi tetap berkilau

    -55-Suasana kelenteng yang termasuk tertua di daerah Belitung itu tampak cukup ramai. Dua keluarga besar menghadiri acara penyematan dan pengubahan marga, hal yang sangat jarang terjadi bahkan nyaris tidak pernah dilakukan di tempat tersebut.Theo menjalankan berbagai ritual acara dengan penuh kesungguhan. Dengan didampingi oleh sang ayah dan ibu tiri di sebelah kanan, serta Herman Kween dan Ida Deswita di sebelah kiri.Nadine, Tania dan Evan berada di belakang mereka, bersama dengan Sherly dan Dessy, dua adik se-ayah Theo. Kesepuluh orang tersebut mengikuti setiap bagian acara dengan serius. Saat semuanya selesai, rombongan tersebut beserta seluruh keluarga besar yang mengikuti acara sejak awal, memasuki kendaraan masing-masing dan beriringan menuju restoran sekaligus hotel, yang telah dipesan oleh Toni Liem.Setibanya di tempat tujuan, semua penumpang turun dan memasuki restoran yang telah ditutup untuk umum selama satu ha

  • THE HEIR   Suami Tak Berguna

    -54-Theo mengusap wajah dan leher Nadine dengan menggunakan waslap basah, sangat berhati-hati ketika menyentuh leher istrinya yang tampak lebam. Hal yang sama juga dilakukannya di bagian lain, hingga tubuh bagian atas Nadine akhirnya terbasuh. Dengan sabar dan telaten Theo membantu Nadine berganti pakaian.Hati Theo berkecamuk, antara ingin marah sekaligus sedih. Beberapa lebam yang menghiasi tangan dan kaki Nadine membuatnya geram. Bertambah emosi ketika Nadine akhirnya bisa menceritakan tentang peristiwa dirinya yang nyaris diperkosa oleh Bagaskara, sebelum pria itu dipukul oleh Yuri dan jatuh pingsan."Sekarang dia tidak akan bisa mengganggu lagi, Sayang," ucap Theo dengan lembut sambil menyisiri rambut panjang Nadine dengan pelan."Kenapa?" tanya Nadine dengan suara parau. Cekalan tangan Bagaskara di leher dan rahang membuatnya kesulitan untuk berbicara."Dia sudah ditangkap. Om Dibyo memastikan bahwa peng

  • THE HEIR   Takut Kehilanganmu

    -53-Keempat orang di ruang kerja Elsa itu tampak sangat tegang. Theo tak henti-hentinya berjalan mondar-mandir sepanjang ruangan. Sementara Elsa dan Anto menelepon ke sana kemari, mencari informasi kemungkinan tempat Nadine dibawa. Sementara Santi nyaris tak berhenti menangis sambil menyandarkan tubuh ke sofa.Ketika sosok Pak Dibyo, pengacara perusahaan tiba bersama tiga orang asistennya, mereka langsung membahas tentang kejadian penculikan Nadine. Rekaman cctv di depan gedung kantor event organizer itu sayangnya tidak bisa menangkap nomor plat kendaraan tersebut. Demikian pula dengan sosok orang yang menarik Nadine masuk ke mobil. Yang tampak hanya sosok pemilik warung dan dua orang tenaga satuan pengamanan yang berteriak sambil berusaha mengejar mobil hitam itu. Namun, sayangnya mobil itu berhasil kabur."Om belum buat laporan ke polisi, karena ingin menyelidiki hal ini terlebih dahulu," ujar Pak Dibyo, sesaat setelah mereka selesai menon

  • THE HEIR   Over Protektif

    -52-Tangan Nadine bergetar hebat ketika melihat hasil alat tes kehamilan, yang baru saja digunakannya di toilet klinik praktek dokter. Bulir bening luruh dari matanya tanpa sempat ditahan lagi. Isak tangisnya terdengar hingga ke luar pintu, di mana Theo telah menunggu dengan cemas."Sayang, udah selesai?" tanya Theo sambil mengetuk pintu toilet.Saat pintu itu terbuka, pria tersebut menatap wajah sang istri yang masih menangis. Berjuta tanya muncul di dada ketika Nadine menghambur memeluk tubuh Theo dengan erat. "Gimana hasilnya?" tanya Theo, benar-benar penasaran.Nadine tidak menjawab, melainkan mengulurkan tangan dan memperlihatkan alat tes kehamilan itu ke arah Theo yang kebingungan."Ini, maksudnya apa? Aku nggak ngerti," ucap Theo sembari membolak-balikkan alat tersebut."Garis dua, Sayang," sahut Nadine."Artinya?""Positif. Aku ... hamil."Seper

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status