-5-
Nadine merasakan pipinya kembali menghangat. Tidak mampu menolak saat bibir penuh pria tersebut menyusuri setiap inci wajahnya. Bergeser sedikit demi sedikit hingga menyentuh rahang lembutnya dan membuat Nadine mendesah tanpa sadar.Theo menurunkan bibir dan membasahi leher jenjang itu dengan kecupan basah. Sedikit berlama-lama untuk menikmati keharuman tubuh perempuan itu. Bertambah semangat saat Nadine meremas rambutnya dengan suara lenguhan kecil di bibir yang sensual.
Pria bertubuh gagah itu menarik diri dan mengusap pipi halus Nadine. Menatap sepasang mata sipit beriris cokelat muda itu sesaat, sebelum akhirnya mencumbui bibir Nadine yang merespon dengan hangat.
Pagutan melenakan itu membuat mereka lupa dengan keadaan bahwa mereka belum menikah. Keinginan untuk dipuaskan semakin menghebat. Tangan Nadine mencengkeram erat pundak Theo agar tubuh mereka menempel.
Tiba-tiba Theo menghentikan ciuman dan menarik diri. Menatap sepasang mata beriris cokelat itu mengerjap beberapa kali, sebelum akhirnya mengusap rambut Nadine seraya menyunggingkan senyuman.
Perempuan berhidung mancung itu seakan-akan linglung, sedikit bingung saat Theo menjauh. Nadine merapikan rambut dan pakaiannya dengan gugup. Tanpa sadar mengusap bibirnya dengan tangan. Merasa malu karena dirinya begitu mendamba diciumi Theo.
Pria berkulit kuning langsat itu berdehem untuk mengusir rasa canggung. Beringsut ke pinggir tempat tidur dan berdiri. Jalan menjauhi Nadine dengan kepala menunduk.
Theo berhenti tepat di depan pintu, menoleh sekilas dan berujar,"ayo, mandi, habis ini kita jalan-jalan."
"Ke mana?" tanya Nadine yang masih belum sepenuhnya menguasai diri.
"Ke mall, aku kan nggak bawa baju ganti."
***
Sepanjang perjalanan menuju pusat perbelanjaan di pusat kota, Theo tak henti-hentinya bersenandung lagu yang tidak jelas. Terkadang pria beralis tebal itu melirik perempuan di sebelahnya dengan tatapan memuja. Berpura-pura fokus menyetir saat Nadine memergokinya tengah melirik.
"Apaan?" tanya Nadine dengan alis terangkat.
"Kamu ... cantik banget," puji Theo dengan tulus.
"Gombal!"
"Aku serius, Na."
"Au ahh, udah, fokus nyetir aja. Jangan sampai nabrak."
"Siap, Nona. Jangan ragukan kemampuan mengemudiku. Bahkan dengan mata tertutup sekali pun, aku tetap akan bisa sampai ke mall," sahut Theo.
"Semoga bukan sampai ke unit gawat darurat," tukas Nadine yang membuat Theo terkekeh.
Gigi rapi dan terawat itu membuat penampilan Theo semakin menawan. Nadine merutuki diri saat menyadari bahwa dirinya tengah terpesona dengan ketampanan Theo.
Setiap hari bertemu dan cukup dekat membuat Nadine tidak terlalu memperhatikan penampilan pria tersebut. Namun, semenjak kejadian yang membuatnya harus menikahi Theo membuatnya sadar, bahwa selama ini dia mengabaikan sesosok pria yang nyaris sempurna.
Bagaimana tidak, garis rahang yang kokoh membingkai wajah lonjong pria itu. Alis tebal menaungi sepasang mata beriris hitam yang tidak terlalu sipit. Hidung Theo yang memiliki tingkat kemancungan lumayan itu menegaskan lekukan bibir penuh yang tidak terlalu lebar. Ditambah sebuah lesung pipi di sebelah kiri membuat tampilan dirinya semakin memukau.
Nadine mengalihkan pandangan ke luar kaca mobil sambil menggigit bibir bawahnya. Merasa malu dia ternyata masih bisa merasakan hangatnya ciuman mereka satu jam yang lalu. Benar-benar tidak menyangka bila dia semakin menyukai saat-saat bersama pria tersebut.
Setibanya di tempat tujuan, mereka jalan bersisian memasuki pusat perbelanjaan yang megah dan cukup ramai pengunjung. Nadine tidak menolak saat Theo menarik tangan dan menggenggam erat jemarinya.
Bergandengan layaknya sepasang kekasih ini membuat Nadine merasa takjub dengan perubahan hatinya. Theo yang sudah sangat mengenal dirinya, menciptakan ketenangan tersendiri dalam diri Nadine.
Kedua sejoli itu menyusuri jalan di pusat perbelanjaan ini dengan santai. Sesekali berhenti saat Nadine ingin melihat-lihat koleksi toko. Sementara Theo hanya mengikuti tanpa berani mengecek harga.
"Ini bagus nggak?" tanya Nadine sambil menunjukkan dua buah gaun sebatas lutut dengan model yang sama tapi warna yang berbeda.
"Bukannya gaun kamu udah banyak?" Theo balas bertanya.
"Model gini belum ada," jawab Nadine.
Theo memutar bola mata, kejadian seperti ini sudah sering terjadi. Nadine akan membeli apa pun yang dia suka, tapi barang-barang itu nantinya hanya akan menjadi penghias lemari.
"Nanti aja belinya, yang aku cari belum ketemu." Theo menarik lengan Nadine yang seketika mengerucutkan bibir.
"Kamu pasti gitu deh!" sungut perempuan berambut panjang itu sambil mengikuti langkah panjang Theo.
"Gitu gimana?" balas pria itu sambil berpindah ke toko sebelah dan mengecek koleksi pakaian pria yang dipajang.
"Tiap aku mau beli sesuatu, pasti dicegah."
"Gaunmu udah banyak, begitu juga dengan tas dan sepatu. Bahkan yang belum dikeluarkan dari paper bag pun masih ada. Sekarang mau beli lagi, buat apa?"
Nadine membuka mulut hendak menjawab, tapi diurungkannya saat menyadari tatapan Theo yang mengarah padanya.
"Ingat, sebentar lagi kamu akan menjadi orang biasa, bukan putri pengusaha terkenal lagi. Apa gaunnya mau dipamerin di bengkel?" canda pria berhidung separuh mancung itu seraya mengulaskan senyuman yang menggetarkan hati Nadine.
"Ehm, kamu beneran mau buka bengkel?" Nadine mengalihkan pembicaraan. Tidak bisa membayangkan dirinya jalan di lantai kotor penuh oli nantinya. Belum lagi harus membiasakan diri dengan kebisingan knalpot kendaraan yang sedang dibenahi.
Nadine menggeleng pelan, tidak sanggup meneruskan bayangan akan kehidupan yang nantinya akan dijalani bersama Theo.
"Iya, kemampuanku di situ, bukan urusan keuangan atau manajerial. Nanti keuangan bengkel kamu yang tangani."
"Mau buka di mana?"
Theo menghentikan aktivitas memilih kaus dan memandangi wajah perempuan yang tampak sangat menawan itu dengan hati yang berdebar. Entah kenapa, sejak kemarin dia seolah-olah tidak bisa menenangkan hati yang bergejolak setiap tatapan mereka bertemu. Padahal, sebelumnya sama sekali tidak ada rasa seperti ini bila mereka berdekatan.
"Dekat komplek perumahan ada satu bengkel yang hendak dijual. Pemiliknya kena stroke, tidak ada keluarga yang bisa meneruskan usaha. Jadi rencananya mau kuambil alih," jelas Theo. Kembali memfokuskan diri memilih kaus untuk tidur dan kemeja untuk esok hari.
"Laku nggak di situ?"
"Laku banget, makanya sayang kalau para pelanggan sampai kabur."
"Kamu dapat informasi dari mana kalau bengkel itu laku?"
"Tetangga sebelah rumah itu pemilik bengkelnya. Aku sudah mengobrol dengan beliau beberapa hari yang lalu. Beliau bersedia melepas bengkel dengan syarat, karyawannya masih tetap. Jangan dipecat, kasian katanya."
Nadine manggut-manggut mendengar penjelasan Theo. Mereka melanjutkan acara berbelanja itu dengan sesekali berdebat soal harga dan merek. Melangkah menuju kendaraan setelah semua yang dibutuhkan Theo didapatkan.
Langit terang sudah berubah menjadi gelap saat mobil yang dikemudikan Theo keluar dari tempat parkir pusat perbelanjaan. Pria berkulit kuning langsat tersebut kembali menyetir sambil bersenandung. Tak peduli tatapan tajam Nadine yang kesal dengan suaranya yang sangat menyumbangkan lagu, pria tersebut seolah-olah mengabaikan perempuan di sebelahnya.
-57- Beberapa hari kemudian. Di kediaman Theo tampak banyak pria tengah berkemas-kemas dan mengangkut berbagai perabotan ke mobil truk yang telah disewa. Mereka adalah karyawan bengkel yang sengaja diliburkan, serta beberapa sahabat Theo yang bersedia membantu. Sementara Nadine dan sahabat-sahabatnya telah lebih dulu berangkat menuju kediaman baru mereka di kawasan Kalibata. Para perempuan itu bersama ketiga calon nenek tampak sibuk mempersiapkan aneka menu makan siang buat para pria pengangkut barang. Di ruang tamu, keempat pria paruh baya tengah serius membahas perkembangan kasus mereka melawan Bisma Hartawan dan sang putra, Bagaskara Aditya Hartawan. Wajah Daniel tampak semringah karena yakin pihaknya akan menang di pertempuran kali ini, sebab pihak pengacara pihak Bisma telah menghubunginya dan meminta berdamai. Satu jam kemudian, rombongan yang dipimpin oleh Theo tiba di rumah modern mini
-56-Waktu terus berjalan, proses persidangan Bagaskara dan anak buahnya berlangsung dengan alot. Hal ini disebabkan sikap Bagaskara yang enggan untuk mengakui perbuatannya, padahal semua bukti-bukti sudah sangat memberatkan.Pihak pengacaranya pun sudah lelah untuk memperjuangkan pria bertubuh tinggi besar itu, karena sikap arogan Bagaskara yang masih memandang rendah orang lain, serta kepongahan ayahnya, Bisma Hartawan.Pria paruh baya itu sampai melakukan tindakan frontal, melaporkan Fenita dan Theo dengan tuduhan palsu. Hal itu membuat Daniel murka, demikian pula dengan Herman Kween dan Toni Liem.Malam ini, ketiga pria paruh baya itu berkumpul di ruang tamu kediaman Theo. Sedangkan istri-istri mereka duduk bersama Nadine yang tengah hamil tua di ruang tengah.Theo, Anto dan Pak Dibyo juga ikut dalam obrolan serius para pria di depan. Keenam orang tersebut membahas berbagai rencana untuk melakukan serangan balik pa
-55-Suasana kelenteng yang termasuk tertua di daerah Belitung itu tampak cukup ramai. Dua keluarga besar menghadiri acara penyematan dan pengubahan marga, hal yang sangat jarang terjadi bahkan nyaris tidak pernah dilakukan di tempat tersebut.Theo menjalankan berbagai ritual acara dengan penuh kesungguhan. Dengan didampingi oleh sang ayah dan ibu tiri di sebelah kanan, serta Herman Kween dan Ida Deswita di sebelah kiri.Nadine, Tania dan Evan berada di belakang mereka, bersama dengan Sherly dan Dessy, dua adik se-ayah Theo. Kesepuluh orang tersebut mengikuti setiap bagian acara dengan serius. Saat semuanya selesai, rombongan tersebut beserta seluruh keluarga besar yang mengikuti acara sejak awal, memasuki kendaraan masing-masing dan beriringan menuju restoran sekaligus hotel, yang telah dipesan oleh Toni Liem.Setibanya di tempat tujuan, semua penumpang turun dan memasuki restoran yang telah ditutup untuk umum selama satu ha
-54-Theo mengusap wajah dan leher Nadine dengan menggunakan waslap basah, sangat berhati-hati ketika menyentuh leher istrinya yang tampak lebam. Hal yang sama juga dilakukannya di bagian lain, hingga tubuh bagian atas Nadine akhirnya terbasuh. Dengan sabar dan telaten Theo membantu Nadine berganti pakaian.Hati Theo berkecamuk, antara ingin marah sekaligus sedih. Beberapa lebam yang menghiasi tangan dan kaki Nadine membuatnya geram. Bertambah emosi ketika Nadine akhirnya bisa menceritakan tentang peristiwa dirinya yang nyaris diperkosa oleh Bagaskara, sebelum pria itu dipukul oleh Yuri dan jatuh pingsan."Sekarang dia tidak akan bisa mengganggu lagi, Sayang," ucap Theo dengan lembut sambil menyisiri rambut panjang Nadine dengan pelan."Kenapa?" tanya Nadine dengan suara parau. Cekalan tangan Bagaskara di leher dan rahang membuatnya kesulitan untuk berbicara."Dia sudah ditangkap. Om Dibyo memastikan bahwa peng
-53-Keempat orang di ruang kerja Elsa itu tampak sangat tegang. Theo tak henti-hentinya berjalan mondar-mandir sepanjang ruangan. Sementara Elsa dan Anto menelepon ke sana kemari, mencari informasi kemungkinan tempat Nadine dibawa. Sementara Santi nyaris tak berhenti menangis sambil menyandarkan tubuh ke sofa.Ketika sosok Pak Dibyo, pengacara perusahaan tiba bersama tiga orang asistennya, mereka langsung membahas tentang kejadian penculikan Nadine. Rekaman cctv di depan gedung kantor event organizer itu sayangnya tidak bisa menangkap nomor plat kendaraan tersebut. Demikian pula dengan sosok orang yang menarik Nadine masuk ke mobil. Yang tampak hanya sosok pemilik warung dan dua orang tenaga satuan pengamanan yang berteriak sambil berusaha mengejar mobil hitam itu. Namun, sayangnya mobil itu berhasil kabur."Om belum buat laporan ke polisi, karena ingin menyelidiki hal ini terlebih dahulu," ujar Pak Dibyo, sesaat setelah mereka selesai menon
-52-Tangan Nadine bergetar hebat ketika melihat hasil alat tes kehamilan, yang baru saja digunakannya di toilet klinik praktek dokter. Bulir bening luruh dari matanya tanpa sempat ditahan lagi. Isak tangisnya terdengar hingga ke luar pintu, di mana Theo telah menunggu dengan cemas."Sayang, udah selesai?" tanya Theo sambil mengetuk pintu toilet.Saat pintu itu terbuka, pria tersebut menatap wajah sang istri yang masih menangis. Berjuta tanya muncul di dada ketika Nadine menghambur memeluk tubuh Theo dengan erat. "Gimana hasilnya?" tanya Theo, benar-benar penasaran.Nadine tidak menjawab, melainkan mengulurkan tangan dan memperlihatkan alat tes kehamilan itu ke arah Theo yang kebingungan."Ini, maksudnya apa? Aku nggak ngerti," ucap Theo sembari membolak-balikkan alat tersebut."Garis dua, Sayang," sahut Nadine."Artinya?""Positif. Aku ... hamil."Seper