Penyamaran & Penyusupan
Beberapa hari kemudian, tim mereka berangkat ke Kinshasa. Dengan identitas baru, mereka menyamar sebagai kelompok pedagang senjata internasional yang memiliki koneksi luas di pasar gelap.
Mereka memasuki sebuah klub mewah yang menjadi tempat transaksi ilegal Black Dawn. Lampu neon redup berkedip-kedip, musik bass berdentum memenuhi ruangan, sementara orang-orang berpakaian mahal berbicara dalam berbagai bahasa.
Eleanor memimpin mereka menuju sebuah ruangan VIP di lantai atas. Di dalamnya, seorang pria bertubuh kekar dengan setelan mahal sedang menunggu. Rahangnya tegas, tatapan matanya tajam dan penuh kewaspadaan.
"Jadi, kalian ingin berbisnis dengan Black Dawn?" pria itu membuka percakapan tanpa basa-basi.
Thomas mengangguk. "Kami punya barang yang mungkin menarik bagi kalian."
Pria itu menyilangkan tangan di dadanya. "Kalian bukan pemasok biasa. Aku tidak kenal kalian."
Eleanor mengambil alih. "Kami tidak perlu dikenal. Kami hanya perlu dipercaya."
Pria itu tertawa kecil. "Kepercayaan tidak datang begitu saja. Aku ingin bukti."
Isabelle mengambil koper yang mereka bawa dan membukanya. Di dalamnya, berbagai jenis senjata eksperimental tersusun rapi, barang-barang yang bahkan belum beredar di pasar gelap global.
Mata pria itu berbinar. "Menarik…"
Thomas tahu mereka berhasil menarik perhatian orang yang tepat. Tetapi, masih ada satu rintangan terakhir.
"Bukti tambahan," kata pria itu dengan senyum tipis. "Aku ingin melihat kalian membuktikan keterampilan di medan tempur."
Jamal mengerutkan kening. "Maksudmu?"
Pria itu berdiri. "Kami punya tempat khusus di mana kami menguji setiap mitra baru. Jika kalian benar-benar seperti yang kalian klaim, kalian akan bertahan."
Thomas bertukar pandang dengan Eleanor, yang mengangguk perlahan. Mereka tahu ini bukan sekadar uji coba biasa ini adalah pertarungan hidup dan mati.
Black Dawn & Politik Global
Setelah persetujuan awal dari eksekutif Black Dawn, mereka dibawa ke fasilitas rahasia di pinggiran Kinshasa. Bangunan itu tampak seperti gudang tua dari luar, tetapi di dalamnya adalah pusat operasi canggih dengan teknologi mutakhir.
Di sana, mereka mendapatkan akses ke beberapa dokumen internal Black Dawn. Thomas dan Eleanor diam-diam menyelidiki dokumen-dokumen itu, mencoba mencari tahu seberapa dalam pengaruh organisasi ini.
Apa yang mereka temukan membuat darah mereka membeku.
Dokumen itu berisi rencana terperinci untuk mempengaruhi pemilu AS tahun 2004.
Eleanor membaca dengan cepat, suaranya rendah namun penuh ketegangan. "Mereka memiliki koneksi di dalam pemerintahan. Ini bukan sekadar organisasi kriminal biasa. Ini lebih besar dari yang kita duga."
Thomas menggertakkan giginya. "Jika mereka berhasil, mereka bisa mengendalikan pemimpin negara adidaya dunia. Itu berarti mereka akan memiliki kekuatan untuk mengguncang seluruh tatanan global."
Dante, yang ikut membaca, menghela napas panjang. "Jadi ini bukan hanya perang antar organisasi kriminal. Ini adalah pertempuran untuk masa depan dunia."
Jamal menatap Eleanor. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Eleanor menggulung dokumen itu dengan hati-hati. "Kita harus menyelesaikan penyamaran ini tanpa dicurigai. Jika mereka tahu kita telah menemukan ini, kita tidak akan keluar dari sini hidup-hidup."
Thomas mengangguk. "Misi kita baru saja berubah. Ini bukan hanya tentang menyusup ini tentang menggagalkan rencana mereka sebelum semuanya terlambat."
Di dalam fasilitas Black Dawn, Thomas dan timnya mulai menyadari bahwa situasi berubah jauh lebih cepat dari yang mereka perkirakan. Setelah menemukan dokumen tentang rencana besar Black Dawn untuk mengguncang stabilitas global, mereka tahu bahwa penyamaran ini tidak bisa berlangsung lama.
Eleanor berbisik, "Kita harus segera keluar dari sini. Jika mereka tahu kita menemukan dokumen ini, kita tidak akan bertahan lebih lama."
Dante mengangguk, "Tapi bagaimana? Tempat ini dijaga ketat, dan jika kita keluar begitu saja, kita akan langsung dicurigai."
Jamal menghembuskan napas berat. "Ada satu cara… Kita harus membuat keributan."
Thomas menatapnya dengan penuh perhatian. "Kau ingin kita memicu perang di dalam sarang mereka?"
Jamal mengangguk. "Jika kita bisa membuat fraksi dalam Black Dawn saling menyerang, itu bisa menjadi celah bagi kita untuk kabur dan membawa dokumen ini ke Heptagon."
Eleanor berpikir sejenak, lalu tersenyum kecil. "Itu bukan ide buruk. Black Dawn memang memiliki beberapa fraksi yang saling bersaing untuk mendapatkan kendali lebih besar. Kita bisa memanfaatkan itu."
Mereka segera merancang rencana untuk menyebarkan informasi palsu di antara pemimpin fraksi Black Dawn, menanamkan bibit kecurigaan bahwa ada pengkhianat di antara mereka.
Hanya butuh satu jam sebelum efeknya mulai terlihat.
Suara tembakan tiba-tiba menggema di seluruh fasilitas.
Thomas dan timnya segera bergerak, memanfaatkan kekacauan untuk menyelinap keluar. Di koridor utama, mereka melihat beberapa anggota Black Dawn saling menembak, persis seperti yang mereka rencanakan.
Eleanor berbisik, "Mereka mulai saling mencurigai. Ayo pergi sebelum keadaan semakin buruk."
Namun, saat mereka hampir mencapai pintu keluar, seorang pria bertopeng yang sebelumnya Thomas temui di kamp pemberontak muncul di depan mereka. Matanya tajam, penuh amarah.
"Kalian bukan pedagang senjata. Siapa kalian sebenarnya?"
Thomas menatap pria itu tajam. "Kau sudah tahu jawabannya."
Tanpa peringatan, pria itu menarik senjatanya dan menembak ke arah mereka. Tim Thomas segera berlindung di balik dinding, membalas tembakan dengan cepat.
Pertempuran pecah di pintu keluar fasilitas Black Dawn.
Mereka tahu bahwa ini adalah momen penentuan. Jika mereka gagal keluar dari sini, mereka akan mati di tempat.
Dante dan Jamal menembak ke arah pria bertopeng itu, memaksanya untuk mundur. Eleanor memberikan isyarat kepada Thomas untuk bergerak ke sisi lain, mencari celah untuk melarikan diri.
Thomas melihat celah sempit di antara kontainer dan memberi isyarat kepada timnya. "Ke sini! Kita bisa keluar lewat jalur ini!"
Mereka berlari secepat mungkin, melompati mayat-mayat yang berserakan akibat perang antar fraksi Black Dawn yang telah mereka picu.
Saat hampir mencapai kendaraan yang telah mereka siapkan sebelumnya, suara ledakan besar mengguncang tanah. Fasilitas Black Dawn mulai runtuh akibat pertempuran sengit di dalamnya.
Mereka berhasil mencapai mobil dan langsung melaju dengan kecepatan penuh keluar dari zona konflik. Saat mereka menatap ke belakang, mereka bisa melihat api berkobar di langit malam.
Eleanor, yang duduk di kursi penumpang, menoleh ke Thomas. "Kita berhasil, tapi ini belum berakhir."
Thomas mengepalkan tangannya. "Ya. Black Dawn sekarang tahu bahwa Heptagon telah bergerak."
Mereka akhirnya tiba di markas Sebastian di Afrika Selatan, disambut oleh tim The Heptagon yang sudah menunggu.
Sebastian berjalan mendekati mereka, matanya penuh dengan kewaspadaan. "Kalian membawa sesuatu?"
Eleanor mengeluarkan dokumen yang mereka curi dari fasilitas Black Dawn dan meletakkannya di meja.
Sebastian membaca sekilas sebelum akhirnya berkata, "Kita sudah memiliki alasan untuk bertindak. Black Dawn sudah melewati batas."
Namun, sebelum mereka sempat mendiskusikan lebih lanjut, seseorang memasuki ruangan.
Sosok tinggi besar, mengenakan setelan putih sambil menggendong dan mengelus anak singa ditangannya dengan mata tajam yang penuh dengan aura kematian.
Semua orang terdiam.
Sebastian menegakkan tubuhnya, menundukkan kepala, memberikan hormat dengan penuh respek.
"Mr. Savanna."
Thomas dan timnya langsung menyadari bahwa mereka sedang berhadapan dengan salah satu The Council pemimpin tertinggi dalam Heptagon.
Mr. Savanna melangkah perlahan ke depan, mengambil dokumen dari meja, membacanya sejenak, lalu tersenyum tipis.
"Sudah cukup." Suaranya berat dan penuh otoritas. "Black Dawn telah menginjak terlalu jauh ke dalam wilayah kita."
Ia meletakkan dokumen itu dengan tenang, lalu menatap Sebastian. "Bersiaplah. Kita akan menghapus mereka dari Afrika."
Thomas merasakan bulu kuduknya meremang. Ada sesuatu dalam cara Mr. Savanna berbicara yang terasa final tidak ada negosiasi, tidak ada peringatan kedua.
Hanya ada satu tujuan: Pembersihan total.
Mr. Savanna menatap langsung ke arah Thomas, matanya seolah bisa menembus pikirannya. "Selamat datang di perang yang sesungguhnya, anak muda."
Lalu, tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan melangkah pergi.
Di luar ruangan, suara helikopter mulai terdengar, pertanda bahwa pasukan Heptagon mulai bergerak.
Thomas menatap teman-temannya, menyadari bahwa mereka baru saja membuka pintu ke perang yang jauh lebih besar daripada yang pernah mereka bayangkan.
Perang antara The Heptagon dan Black Dawn baru saja dimulai.
Langit mulai berubah menjadi warna jingga saat senja menjelang. Angin dingin berembus melewati lapangan akademi, membawa keheningan yang terasa semakin berat. Di tengah area terbuka itu, Thomas berdiri berhadapan dengan Alex, Diego, dan Flynn tiga sosok yang dulu ia kenal sebagai teman seperjuangan, tetapi kini telah menjadi sesuatu yang lebih. Thomas tidak segera berbicara. Matanya menyapu wajah mereka satu per satu, mencoba menemukan jejak masa lalu di balik perubahan besar yang kini terpampang di hadapannya. Namun, yang ia lihat adalah sesuatu yang lebih kuat, lebih tajam mereka bukan lagi hanya sekadar rekan, mereka adalah saudara dalam peperangan. Alexlah yang pertama melangkah maju, dengan ekspresi percaya diri yang tetap sama seperti dahulu. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam caranya menatap Thomas. Bukan hanya rasa hormat, tetapi juga kebanggaan. "Jadi, kau akhirnya kembali." Suara Alex terdengar mantap, tanpa keraguan sedikit pun. Thomas mengangguk pelan. "Aku tidak pe
Ia menghindari pukulan lurus dengan gerakan slipping, memiringkan kepala hanya beberapa inci dari tinju George.Hook kanan datang cepat, tetapi Thomas mengangkat sikunya untuk menangkis, merasakan benturan yang nyaris mematahkan tulangnya.Saat tendangan putar melesat, Thomas melompat mundur, menggunakan momentum George untuk memperhitungkan serangan balasan.Dan di situlah momen itu datang.Saat sikutan George mengarah ke lehernya, Thomas menurunkan tubuhnya, merendah, lalu meluncurkan uppercut langsung ke ulu hati George.DUG!Untuk pertama kalinya, George terdorong mundur.Thomas tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan kecepatan yang ia pelajari dari pertarungan ke-99, ia menyerang balik.Elbow strike ke rahang.Tendangan rendah ke lutut.Sebuah pukulan straight ke arah dada.Namun, George bukan lawan yang mudah. Saat serangan ketiga hampir mengenai, George tiba-tiba berbalik, menggunakan energi Thomas sendiri untuk menjatuhkannya dengan teknik grappling.Thomas terhuyung, teta
Serigala itu tidak sendiri. Ada lima ekor lain yang mengintainya dari balik pepohonan.Thomas tahu bahwa ia harus bertarung.Ia mengambil tongkat besar yang terbakar di ujungnya dan mengayunkannya ke arah serigala pertama. Hewan itu mundur, tetapi lima lainnya bergerak mendekat. Ia tidak bisa melawan mereka semua.Pilihannya hanya satu "Lariiiii."Dengan cepat, ia berbalik dan berlari melewati hutan, napasnya tersengal. Ia melompati akar pohon, menerobos semak-semak, sementara suara cakar-cakar tajam mendekatinya dari belakang. Ia tidak bisa berhenti.Setelah hampir satu menit penuh berlari, ia melihat celah sempit di antara dua batu besar. Tanpa berpikir panjang, ia meluncur masuk dan menekan tubuhnya ke dalam ruang kecil itu. Serigala-serigala itu berhenti di luar, menggeram marah, tetapi tak bisa menjangkaunya.Ia menunggu, menahan napas, hingga akhirnya suara mereka menghilang.Malam itu, ia tidak bisa tidur. Ia menyadari satu hal: tempat ini tidak akan memberinya belas kasihan. J
Ia menggoreskan bilahnya ke telapak tangannya sendiri. Darah segar menetes ke dalam gelas kosong di tengah mereka.Tanpa ragu, Flynn mengambil pisau itu dan mengikuti, menyayat telapak tangannya sendiri sebelum meneteskan darahnya ke dalam gelas. "Setiap misi, setiap pertempuran, setiap kejatuhan… kita tetap satu."Alex, dengan tatapan penuh tekad, mengulangi ritual yang sama. "Kita tidak akan pernah berdiri sendirian. Kita adalah satu jiwa dalam empat tubuh."Akhirnya, Thomas mengambil pisau itu, merasakan dinginnya baja di kulitnya sebelum menyayat telapak tangannya sendiri. Darahnya bercampur dengan darah saudara-saudaranya, mengukuhkan sumpah yang lebih kuat dari sekadar kata-kata.Ia mengambil gelas itu, memutarnya pelan sebelum meneguknya. Darah hangat mengalir di tenggorokannya, bukan sebagai simbol kelemahan, tetapi sebagai bukti tak terbantahkan bahwa mereka telah memilih jalan yang sama. Tanpa ragu, gelas itu berpindah ke Alex, lalu ke Diego, dan terakhir ke Flynn. Mereka me
Setelah berminggu-minggu menjalani latihan intensif di akademi, Thomas mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Ia menjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih waspada. Namun, dalam setiap latihan, ia juga mulai menyadari batasannya. Meskipun telah melalui berbagai skenario pertempuran, Thomas tahu bahwa ia masih jauh dari kata siap untuk menghadapi ancaman Black Dawn yang sesungguhnya.Sebuah komunikasi rahasia terjadi di salah satu markas Heptagon. Mr. Ice, salah satu The Council, telah berbicara dengan George Simbian secara langsung."Anak itu punya potensi," kata Mr. Ice dengan suara dingin khasnya. "Tapi dia belum siap. Jika dia ingin bertahan dalam perang berikutnya, dia harus menjadi lebih dari sekadar prajurit biasa."George menyilangkan tangan. "Kau ingin aku melatihnya secara khusus?""Ya. Tapi aku tidak ingin kau menawarkan diri. Jika Thomas benar-benar siap, dia akan datang kepadamu sendiri."George mengangguk paham. "Baik. Jika dia cukup cerdas untuk menyadari kelemahannya,
Thomas tersenyum, tetapi ia tahu ada kebenaran dalam ucapan mereka. Ia memang berubah. Setelah melihat kematian, menyaksikan bagaimana Heptagon mengendalikan dunia kriminal, dan mengalami langsung pertarungan brutal, ia tidak bisa kembali menjadi siswa biasa yang hanya menjalani pelatihan tanpa memahami konsekuensinya.Keesokan harinya, Thomas kembali ke rutinitas akademi tetapi dengan nuansa yang berbeda. Di lapangan latihan, setiap tatapan yang diarahkan padanya terasa berat. Sebagian besar siswa lain melihatnya dengan rasa hormat, beberapa dengan iri, dan yang lain dengan waspada.Tidak seperti biasanya, Saat sesi Latihan kali ini, George Simbian adalah instruktur hari itu menggantikan Antonov, dan dia telah menanti terlebih dahulu dilapangan. "Hayooo….berkumpul lebih cepat, PARA BAJINGAN, kalian fikir kita sedang-piknik". Mendengar teriakan George. para siswa panik, berlari dan segera cepat membentuk barisan. Diego mendengar suara yang tidak asing baginya, spontan menepuk jidatn