Home / Urban / THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan / Bab 32- Transformasi Thomas - Part I

Share

Bab 32- Transformasi Thomas - Part I

Author: Aljum'ah R
last update Last Updated: 2025-02-17 22:25:12

Setelah berminggu-minggu menjalani latihan intensif di akademi, Thomas mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Ia menjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih waspada. Namun, dalam setiap latihan, ia juga mulai menyadari batasannya. Meskipun telah melalui berbagai skenario pertempuran, Thomas tahu bahwa ia masih jauh dari kata siap untuk menghadapi ancaman Black Dawn yang sesungguhnya.

Sebuah komunikasi rahasia terjadi di salah satu markas Heptagon. Mr. Ice, salah satu The Council, telah berbicara dengan George Simbian secara langsung.

"Anak itu punya potensi," kata Mr. Ice dengan suara dingin khasnya. "Tapi dia belum siap. Jika dia ingin bertahan dalam perang berikutnya, dia harus menjadi lebih dari sekadar prajurit biasa."

George menyilangkan tangan. "Kau ingin aku melatihnya secara khusus?"

"Ya. Tapi aku tidak ingin kau menawarkan diri. Jika Thomas benar-benar siap, dia akan datang kepadamu sendiri."

George mengangguk paham. "Baik. Jika dia cukup cerdas untuk menyadari kelemahannya, aku akan menempa dia menjadi sesuatu yang lebih kuat."

Sore itu udara terasa dingin dan sunyi dari biasanya, setelah sesi latihan fisik dan psikologis yang melelahkan, Dengan secangkir kopi Thomas berdiri di atap asramanya, menikmati matahari tenggelam diufuk barat. Bayangan misi di Afrika masih menghantui pikirannya. Dalam keheningan, ia menyadari bahwa jika ia ingin bertahan di dunia ini, ia harus lebih dari sekadar prajurit berbakat ia harus menjadi sesuatu yang lebih kuat, lebih tangguh, lebih berbahaya.

Keputusan itu membawanya ke depan pintu kantor George Simbian. George yang sedang membaca laporan hanya melirik sekilas.

Thomas tidak terkejut dengan respons George yang sangat datar. Tanpa basa-basi langsung memohon kepada George "Tolong latih aku tuan George. Aku tahu aku masih sangat lemah untuk bertahan dalam perang yang akan datang."

George tersenyum tipis. "Jadi akhirnya kau menyadarinya."

Tanpa berkata lebih banyak, George bangkit dan berjalan ke arah jendela. "Baik. Tapi ini bukan latihan biasa. Ini akan menghancurkanmu sebelum membangunmu kembali. Apakah kau siap untuk itu?"

Thomas mengangguk tanpa ragu. "Aku siap."

Besok juga kita akan berangkat, persiapkan dirimu,

Malam Setelah pertemuannya dengan George, Thomas Kembali berlatih di ruang pelatihan Akademi, suara hantaman keras bergema saat tinju Thomas mengenai samsak dengan kekuatan penuh. Keringat menetes dari dahinya, tetapi ia tidak berhenti. Napasnya teratur, fokusnya tajam. Namun, ia tidak sendiri.

Di dalam ruangan, Alex, Diego, dan Flynn mengamati dengan diam. Mereka telah melihat perubahan dalam diri Thomas sejak kepulangannya dari Afrika. Ia lebih pendiam, lebih fokus, lebih ganas dalam setiap gerakannya. Dan malam ini, mereka akhirnya berhadapan dengannya.

"Thomas," Alex memecah keheningan. "Apa yang sebenarnya kau kejar? Apa ini semua untuk balas dendam?"

Thomas menghentikan pukulannya. Ia menoleh, napasnya masih berat. "Aku bukan mencari balas dendam, Alex."

Diego melipat tangannya, matanya menyipit. "Lalu apa? Kau melatih diri seperti orang gila setiap malam. Kami hampir tidak bisa mengenalmu lagi."

Flynn, yang selama ini selalu mencoba menenangkan situasi, akhirnya ikut angkat bicara. "Kami hanya ingin tahu apa yang terjadi. Kami tim, bukan? Jika kau memiliki rencana, kami juga harus tahu."

Thomas menghela napas, mengambil botol airnya, dan meneguk isinya sebelum berbicara. "Aku akan pergi."

Tiga pasang mata menatapnya tajam. Keheningan sejenak melingkupi ruangan sebelum Alex akhirnya bertanya, "Pergi ke mana?"

"Aku akan dilatih secara khusus oleh George. Selama setahun penuh. Tidak di akademi ini, tapi di suatu tempat yang bahkan aku sendiri belum tahu."

Diego menatapnya dengan ekspresi tidak percaya. "Kau bercanda, kan. Memangnya kau punya berapa nyawa?"

Thomas menggeleng. "Tidak. Aku sadar setelah misi di Afrika bahwa aku belum cukup kuat. Jika ingin bertahan, aku harus menjadi lebih dari sekadar seorang prajurit. Aku harus menjadi seseorang yang tidak bisa dikalahkan."

Alex menggerakkan rahangnya, menahan emosi. "Jadi kau benar-benar ingin pergi dan meninggalkan kami?"

"Ini bukan tentang meninggalkan kalian." Thomas menatap mereka satu per satu. "Ini tentang bertahan hidup. Aku tidak bisa hanya berharap aku akan cukup kuat di saat berikutnya aku berhadapan dengan kematian. Aku harus memastikan bahwa aku bisa menghadapinya."

Keheningan kembali melanda. Tidak ada yang berbicara selama beberapa saat. Lalu, Diego menggeleng pelan dan tertawa hambar. "Sial. Dan aku pikir kita sudah cukup gila berlatih selama ini."

Flynn menyandarkan diri ke dinding, matanya berkaca-kaca meski ia berusaha menutupinya dengan senyum tipis. "Kau selalu punya jalan sendiri, ya?"

Thomas tersenyum kecil. "Aku hanya ingin memastikan bahwa aku bisa melindungi kalian juga."

Alex menatapnya dalam-dalam. "Kalau begitu, kami juga harus berkembang."

Thomas mengernyit. "Apa maksudmu?"

Alex menarik napas dalam. "Aku tidak ingin suatu hari nanti kita kembali bertemu, dan kau sudah jauh di atas kami. Jika kau berpikir kau perlu berkembang, maka kami juga harus berkembang. Kami tidak akan membiarkanmu melampaui kami begitu saja."

Diego menepuk bahu Alex dan mengangguk. "Ya, kita tidak akan membiarkanmu menjadi satu-satunya yang kuat di sini."

Flynn tersenyum. "Jika kau pergi ke neraka untuk berlatih, kami juga akan menemukan cara kami sendiri untuk menjadi lebih baik."

Thomas menatap mereka, melihat api yang menyala di mata mereka. Untuk pertama kalinya dalam beberapa waktu, ia merasa sesuatu yang hangat di dadanya. Ini bukan hanya tentang dirinya.

Ia mengangguk. "Kalau begitu, aku akan menunggu kalian di puncak." Karna kita adalah saudara bukan?. Flynn menimpali "Tahan dulu, sebelum benar-benar menjadi saudara mari kita lakukan ritual sumpah sedarah, sekarang juga atau tidak sama sekali."

Alex, Thomas dan Diego mengangguk setuju dan paham apa yang harus mereka lakukan.

Malam semakin larut di. Cahaya lampu di ruang latihan redup, hanya diterangi oleh sisa-sisa sinar bulan yang menerobos melalui jendela besar. Thomas, Alex, Diego, dan Flynn duduk melingkar di lantai kayu, mengelilingi sebuah gelas kosong yang mereka tempatkan di tengah. Mereka tahu, ini bukan sekadar perpisahan. Ini adalah pengukuhan bahwa mereka bukan hanya tim tetapi saudara sedarah.

Thomas menarik napas dalam, menatap satu per satu sahabatnya yang telah bertarung bersamanya dalam misi hidup dan mati. "Jika aku pergi, aku ingin kalian tahu satu hal. Ini bukan akhir. Kita akan bertemu lagi, dalam keadaan yang jauh lebih kuat dari sekarang."

Alex menatap Thomas dengan mantap, lalu melirik Diego dan Flynn. "Kita bukan lagi sekadar teman yang dipertemukan oleh keadaan. Kita adalah keluarga. Dan keluarga tidak akan pernah meninggalkan satu sama lain."

Diego mengeluarkan pisau kecil dari sarungnya, menghunusnya ke arah lampu temaram. "Jika itu yang kau inginkan, maka kita harus memastikan bahwa ini bukan sekadar janji kosong."

----------------------->Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 35 - Transformasi Thomas - Part 04

    Ia menghindari pukulan lurus dengan gerakan slipping, memiringkan kepala hanya beberapa inci dari tinju George.Hook kanan datang cepat, tetapi Thomas mengangkat sikunya untuk menangkis, merasakan benturan yang nyaris mematahkan tulangnya.Saat tendangan putar melesat, Thomas melompat mundur, menggunakan momentum George untuk memperhitungkan serangan balasan.Dan di situlah momen itu datang.Saat sikutan George mengarah ke lehernya, Thomas menurunkan tubuhnya, merendah, lalu meluncurkan uppercut langsung ke ulu hati George.DUG!Untuk pertama kalinya, George terdorong mundur.Thomas tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan kecepatan yang ia pelajari dari pertarungan ke-99, ia menyerang balik.Elbow strike ke rahang.Tendangan rendah ke lutut.Sebuah pukulan straight ke arah dada.Namun, George bukan lawan yang mudah. Saat serangan ketiga hampir mengenai, George tiba-tiba berbalik, menggunakan energi Thomas sendiri untuk menjatuhkannya dengan teknik grappling.Thomas terhuyung, teta

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 34 - Transformasi Thomas - Part 03

    Serigala itu tidak sendiri. Ada lima ekor lain yang mengintainya dari balik pepohonan.Thomas tahu bahwa ia harus bertarung.Ia mengambil tongkat besar yang terbakar di ujungnya dan mengayunkannya ke arah serigala pertama. Hewan itu mundur, tetapi lima lainnya bergerak mendekat. Ia tidak bisa melawan mereka semua.Pilihannya hanya satu "Lariiiii."Dengan cepat, ia berbalik dan berlari melewati hutan, napasnya tersengal. Ia melompati akar pohon, menerobos semak-semak, sementara suara cakar-cakar tajam mendekatinya dari belakang. Ia tidak bisa berhenti.Setelah hampir satu menit penuh berlari, ia melihat celah sempit di antara dua batu besar. Tanpa berpikir panjang, ia meluncur masuk dan menekan tubuhnya ke dalam ruang kecil itu. Serigala-serigala itu berhenti di luar, menggeram marah, tetapi tak bisa menjangkaunya.Ia menunggu, menahan napas, hingga akhirnya suara mereka menghilang.Malam itu, ia tidak bisa tidur. Ia menyadari satu hal: tempat ini tidak akan memberinya belas kasihan. J

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 33 - Transformasi Thomas - Part II

    Ia menggoreskan bilahnya ke telapak tangannya sendiri. Darah segar menetes ke dalam gelas kosong di tengah mereka.Tanpa ragu, Flynn mengambil pisau itu dan mengikuti, menyayat telapak tangannya sendiri sebelum meneteskan darahnya ke dalam gelas. "Setiap misi, setiap pertempuran, setiap kejatuhan… kita tetap satu."Alex, dengan tatapan penuh tekad, mengulangi ritual yang sama. "Kita tidak akan pernah berdiri sendirian. Kita adalah satu jiwa dalam empat tubuh."Akhirnya, Thomas mengambil pisau itu, merasakan dinginnya baja di kulitnya sebelum menyayat telapak tangannya sendiri. Darahnya bercampur dengan darah saudara-saudaranya, mengukuhkan sumpah yang lebih kuat dari sekadar kata-kata.Ia mengambil gelas itu, memutarnya pelan sebelum meneguknya. Darah hangat mengalir di tenggorokannya, bukan sebagai simbol kelemahan, tetapi sebagai bukti tak terbantahkan bahwa mereka telah memilih jalan yang sama. Tanpa ragu, gelas itu berpindah ke Alex, lalu ke Diego, dan terakhir ke Flynn. Mereka me

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 32- Transformasi Thomas - Part I

    Setelah berminggu-minggu menjalani latihan intensif di akademi, Thomas mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Ia menjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih waspada. Namun, dalam setiap latihan, ia juga mulai menyadari batasannya. Meskipun telah melalui berbagai skenario pertempuran, Thomas tahu bahwa ia masih jauh dari kata siap untuk menghadapi ancaman Black Dawn yang sesungguhnya.Sebuah komunikasi rahasia terjadi di salah satu markas Heptagon. Mr. Ice, salah satu The Council, telah berbicara dengan George Simbian secara langsung."Anak itu punya potensi," kata Mr. Ice dengan suara dingin khasnya. "Tapi dia belum siap. Jika dia ingin bertahan dalam perang berikutnya, dia harus menjadi lebih dari sekadar prajurit biasa."George menyilangkan tangan. "Kau ingin aku melatihnya secara khusus?""Ya. Tapi aku tidak ingin kau menawarkan diri. Jika Thomas benar-benar siap, dia akan datang kepadamu sendiri."George mengangguk paham. "Baik. Jika dia cukup cerdas untuk menyadari kelemahannya,

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 31 - Bayangan dan Ancaman- Part II

    Thomas tersenyum, tetapi ia tahu ada kebenaran dalam ucapan mereka. Ia memang berubah. Setelah melihat kematian, menyaksikan bagaimana Heptagon mengendalikan dunia kriminal, dan mengalami langsung pertarungan brutal, ia tidak bisa kembali menjadi siswa biasa yang hanya menjalani pelatihan tanpa memahami konsekuensinya.Keesokan harinya, Thomas kembali ke rutinitas akademi tetapi dengan nuansa yang berbeda. Di lapangan latihan, setiap tatapan yang diarahkan padanya terasa berat. Sebagian besar siswa lain melihatnya dengan rasa hormat, beberapa dengan iri, dan yang lain dengan waspada.Tidak seperti biasanya, Saat sesi Latihan kali ini, George Simbian adalah instruktur hari itu menggantikan Antonov, dan dia telah menanti terlebih dahulu dilapangan. "Hayooo….berkumpul lebih cepat, PARA BAJINGAN, kalian fikir kita sedang-piknik". Mendengar teriakan George. para siswa panik, berlari dan segera cepat membentuk barisan. Diego mendengar suara yang tidak asing baginya, spontan menepuk jidatn

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 30 - Bayangan dan Ancaman- Part I

    Langit malam di Afrika Selatan terbentang luas, bertabur bintang yang bersinar di atas kota Johannesburg. Thomas berdiri di balkon kamar hotelnya, menghirup udara malam yang segar, tetapi pikirannya jauh dari ketenangan yang ditawarkan kota ini. Sudah dua minggu sejak operasi besar-besaran Heptagon menghancurkan Black Dawn di Afrika, tetapi jauh di dalam dirinya, ia tahu bahwa ini bukanlah akhir. Perang yang sebenarnya baru saja dimulai.Di belakangnya, suara langkah kaki mendekat. Thomas menoleh dan melihat Sebastian N'Dour berdiri dengan tangannya disilangkan di dada, ekspresi wajahnya tetap setenang biasanya."Kau seharusnya menikmati malam terakhir di Afrika sebelum kembali ke akademi," ujar Sebastian.Thomas mengangguk pelan. "Sulit untuk merasa lega ketika kita tahu bahwa ini belum selesai."Sebastian tersenyum tipis dan mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya sebuah pisau berbilah hitam dengan ukiran tribal khas Afrika. Ia menyerahkannya kepada Thomas."Ini sebagai kenang-kenan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status