Share

2

Tiba-tiba ... .


... Klanggg!

Suara sebuah piring yang terjatuh ke lantai berhasil membuyarkan fokus para murid yang tengah makan di kantin. Lebih kaget lagi, saat mereka melihat seorang gadis asing, lebih tepatnya Vey yang tidak sengaja menumpahkan bekas makanannya ke seragam milik Rachel

"Arrgh! Sh*t!" teriakan Rachel menggema di kantin, dia mengibaskan tangannya ke seragam yang tengah dia pakai, keempat sahabatnya pun sibuk membersihkan baju Rachel.

Rachel menatap tajam Vey, "Heh, lo buta? jalan nggak pake mata!" teriak Rachel memaki Vey dengan kesal.

Vey yang awalnya tersenyum sinis langsung mengubah ekspresi wajahnya menjadi panik, "Aduh … maaf ya, Kak. Aku nggak sengaja, soalnya aku jalan pake kaki bukan mata, jadi buta deh!" ucapnya sambil membereskan tumpahan bekas makanannya di lantai.

Semua murid yang ada di kantin terlihat kaget, bagaimana tidak? Baru pertama kali mereka melihat seorang murid yang berani menjawab dengan begitu santai pada si Ratu Killer alias Princess Rachel.

Rachel tak kalah terkejut. Geram, dia pun berusaha menginjak tangan Vey yang tengah membersihkan bekas makanannya itu. Namun, bukannya mengenai tangan Vey, kakinya malah terpeleset oleh saus bolognaise.

Vey segera berdiri dan menangkap tangan Rachel, namun bukannya berterima kasih, Rachel malah menepis tangan Vey dengan kasar. Maklum, tangan Vey juga kotor akibat bekas saus bolognaise itu.

"Duh, maaf banget ya, Kak," ucap Vey dengan mata berkaca-kaca.

"Kak … Kak! Gue bukan kakak lo! panggil gue Princess Rachel!" 

"Hah? princess? Aku nggak salah denger ya, Kak? Muka kakak keliatan lebih dewasa, jadi aku panggil kakak biar sopan," balas Vey berusaha selugu mungkin.

Mata Rachel terbelalak lebar, keempat sahabatnya pun ikut terperangah. Air muka Rachel begitu merah padam menandakan amarahnya yang telah memuncak. Tangannya bergerak cepat berusaha menampar Vey, namun lagi-lagi gagal. Kali ini Vey berhasil mengelak, dia berjongkok sambil berpura-pura membenahi tali sepatunya.

Sayangnya, Rachel yang tak siap akan reflek dari Vey, akhirnya terjerembab ke atas meja. Sehingga wajahnya jatuh tepat di bekas makanan yang ditumpahkan oleh dirinya sendiri.

"Kyaaaa!" suara melengking Rachel berhasil memekakan telinga para murid.

Vey segera berdiri, kemudian dia menutup mulutnya menggunakan kedua telapak tangannya, lebih tepatnya dia menyembunyikan seringai liciknya.

"Loh, kak … kenapa bisa jatuh?" pertanyaan sok polos dari Vey berhasil mengundang gelak tawa dari para murid di kantin.

Rachel segera bangun dibantu oleh keempat sahabatnya itu, air mukanya terlihat merah padam. Dia menatap Vey dengan tatapan penuh kebencian, sedangkan Vey malah memasang ekspresi polos dan lemah.

"Awas lo, ya! Tunggu pembalasan dari gue!" tuding Rachel sambil mengacungkan jari telunjuknya ke arah Vey seraya pergi meninggalkan kantin diikuti keempat sahabatnya dengan langkah tergopoh mengikuti.

Vey hanya tersenyum sinis, 'Siapa yang menanam, dia akan mendapat balasannya.' Batinnya.

Sekali lagi, ekor matanya menangkap bayangan seseorang tengah memperhatikannya. Vey celingukan, tapi nihil. Hanya terlihat para murid yang tertawa, mungkin karena tingkah Vey.

Seseorang menyentuh lengan Vey, dia mendongak. Gadis berkacamata itu yang menyentuhnya. "A-anu, ini ... tanganmu kotor," ucapnya terbata sambil menyodorkan tissue.

Vey menerimanya, segera dia membersihkan tangannya yang kotor akibat membersihkan bekas makanannya. "Terima Kasih," ucap Vey tulus.

Gadis berkacamata itu mendongak lalu tergagap, "Ti-tidak usah berterima kasih, harusnya aku yang berterima kasih,"

Mila dan Loli segera menghampiri Vey, mereka berdua terlihat gugup dan ketakutan. "Aduh ...Vey! Udah gue bilang, lo itu nggak usah cari masalah sama mereka!"

"Mereka pasti bakalan ngincer lo terus, lo itu murid baru, harusnya jaga image dong, jangan cari masalah apalagi sama Princess Rachel," sambung Mila dan Loli panjang lebar menasehati.

"Ma-maaf, seharusnya kamu tidak perlu bertindak seperti pahlawan untuk menolongku, mereka orang jahat. Mereka pasti akan mengganggumu." sela si gadis berkacamata itu.

Vey menghela nafas perlahan kemudian tersenyum tenang, "Gue bukan mau jadi pahlawan, tapi gue cuma nggak mau ada tindak bully di sekolah ini, karena gue tau gimana rasanya di bully," ucap Vey dengan mata menerawang.

"Oh, ya! nama lo siapa?" tanya Mila pada gadis berkacamata itu.

"Namaku Laras, aku juga satu kelas dengan kalian." ucap Laras masih menunduk.

Mila dan Loli saling berpandangan sedangkan Vey sibuk membersihkan tangannya. "Lo anak kelas kita? kok kayaknya asing," ucap Mila sambil matanya menelaah.

"I-iya, mungkin karena aku cupu, jadi kalian tidak mengenalku," jelas gadis berkacamata itu.

Vey tersenyum kemudian beradu mata dengan Mila dan Loli sembari memberi isyarat. Mereka berdua mengangguk paham. Kemudian mengajak Vey serta Laras untuk kembali ke kelas karena jam istirahat sebentar lagi habis. Awalnya  Laras menolak, dia merasa segan apalagi selama ini ia hampir tak pernah disapa oleh siapapun. Tapi setelah dibujuk beberapa kali, akhirnya dia setuju untuk ikut bersama kembali ke kelas.

***

Waktu pembelajaran sebentar lagi usai, hanya tinggal menghitung menit. Saat masuk ke dalam kelas, Vey menemukan banyak surat di laci meja miliknya. Mungkin dari penggemar rahasia. Bukan hanya satu, tapi ada 3 surat sekaligus. Dia sama sekali belum membuka atau pun membacanya, dia memilih untuk memasukan ketiga surat itu ke dalam tas.

Kringgg!

Akhirnya bel yang ditunggu yaitu tanda jam pelajaran telah berakhir berbunyi. Para murid sibuk membereskan alat tulis mereka. Setelah itu, mereka bersiap untuk berdo'a lalu berlanjut untuk pulang ke rumah.

Mila dan Loli segera menghampiri Vey, "Vey, pulang bareng yuk!" ajak Mila.

"Oh, maaf. Gue udah ada yang jemput," balas Vey dengan perasaan tak enak.

"Yah, padahal pengen gue ajak jalan-jalan dulu,"

Mila dan Loli tersenyum kecut, sedangkan Vey tersenyum canggung sambil menggaruk kulit kepalanya yang tak gatal. Mila dan Loli akhirnya memaklumi dan beranjak untuk pulang bersama dan berpisah di area tempat parkir.

Saat Vey sampai di area tempat parkir, Pak Jonathan si asisten pribadi dari sang Ibunda sudah siap sedia bersama mobil jenis B*W berwarna hitam elegan. Beliau tersenyum melihat Vey baik-baik di sekolah barunya.

Pria itu dengan cekatan membuka pintu mobil, "Mari Nona," ujarnya sambil mempersilahkan Vey untuk duduk. 

Gadis itu tersenyum dan duduk dengan patuh. Akhirnya, mobil hitam elegan itu melaju dengan pelan. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang tengah memperhatikan kepergian mereka.

***

Mobil hitam elegan itu memasuki halaman luas dari sebuah rumah mewah bercorak warna putih berpadu cat berwarna keemasan. Vey turun dari mobil sembari menenteng tas miliknya. Dia mempersilahkan Pak Jonathan untuk membawanya masuk ke dalam.

Rumah itu megah namun terlihat sepi, hanya ada beberapa maid yang berjejer di dekat pintu, bersiap untuk menyambut sang tuan rumah. Mata Vey celingukan tanda sedang mencari seseorang. "Pak Jo, apa bunda belum pulang?" 

"Nyonya sedang ada perjalanan bisnis, dia akan kembali sekitar satu minggu lagi. Nona." jelas Pak Jonathan.

Vey menghela nafas perlahan, "Apakah Ayah juga tidak pulang?"

"Ya, Nona. Tuan juga sedang mengurus bisnis di Paris," jelasnya sembari menatap Vey, ia paham betapa kesepiannya gadis itu.

Vey mengangguk tanda mengerti, Tanpa butuh waktu lama, dia bergegas naik ke kamarnya diantar oleh seorang maid. Tak lupa, dia memerintahkan agar tak ada seseorang pun yang mengganggunya. Dia butuh waktu sendiri, untuk menenangkan diri barangkali.

Pak Jonathan pun mengerti, segera memerintahkan para maid agar kembali ke pekerjaannya masing-masing. Setelah itu. ia pergi ke ruangan kerja miliknya.

***

POV Vey.

Aku memasuki kamar dengan langkah gontai. Saat pintu terbuka lebar, semerbak bau bunga lavender yang menenangkan menyeruak keluar menerpa indra penciumanku. Setelah menutup pintu, tas kulempar sembarangan ke atas tempat tidur. Lalu kuhempaskan tubuh ini di atas kasur berbusa empuk itu, nyaman. Perlahan mataku mulai terasa ingin terkatup. Sayup-sayup terdengar suara kicau dari burung liar yang terbang di luar rumah bagaikan lagu penghantar tidur, belaian lembut angin sejuk membuat tubuhku semakin lemas. Aku pun tertidur dengan seragam yang masih melekat di badanku.

Entah berapa lama aku tertidur. Aku terbangun saat mendengar suara ketukan pintu beberapa kali. Mataku reflek melirik jam di tangan kiriku, 'Sudah sore rupanya.'

Segera saja aku duduk di pinggir tempat tidur, masih dalam keadaan setengah sadar dan sesekali menguap perlahan. Aku melemaskan otot-ototku, lalu beranjak membuka pintu. Di depan pintu, telah berdiri seorang maid berwajah cantik dan terlihat masih muda, aku melirik pin namanya yang bertuliskan Lili. Ia membawakan camilan.

"Maaf, Nona. Pak Jo berkata bahwa anda belum makan siang, anda ingin saya bawakan makanan atau camilan?" 

"Ah … aku belum terlalu lapar, tolong bawakan aku camilan saja ya, hm … Lili?" ujarku sambil tersenyum.

Lili terperangah tak percaya tapi tak lama ia tersenyum sembari mengangguk dan pergi. Tak butuh waktu lama, ia datang dengan membawa sebuah nampan berisi camilan.

Aku menerima nampan berisi cemilan cookies dan segelas susu hangat. Setelah mengucapkan terima kasih, aku bergegas masuk ke dalam kamar kembali. Kubawa nampan berisi camilan itu ke balkon kamarku, pemandangan dari atas balkon cukup indah. Terpampang jelas taman belakang rumah yang megah ini, ditanami bunga dan pohon buah anggur. Indah sekali. Bahkan kicauan burung terdengar semakin jelas dan merdu.

Sembari memakan cemilan dan meminum susu hangat, aku membuka Handphone yang tak ku buka selama tiga hari. Aku memotret pemandangan indah dari balkon, tak lupa ku unggah di jejaring sosial Intaxgram. Tak butuh waktu lama, notifikasi dari aplikasi berwarna pink ungu itu berbunyi beberapa kali. Aku menghiraukannya, lebih memilih untuk terus menikmati pemandangan indah di sore hari, senja telah menampakan dirinya.

Setelah puas menikmati pemandangan yang memanjakan mata, aku bergegas untuk mandi. Air mengalir dari shower dengan irama sempurna yang perlahan membasahi tubuhku. Rasa segar dan menenangkan perlahan menjalar di seluruh tubuhku. Aku merasa mendapatkan suntikan energi kembali.

Next.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status