Hari ini adalah akhir pekan, Rina berencana pergi ke toko buku untuk melihat-lihat, mungkin saja ada buku yang bisa ia jadikan referensi untuk perkuliahannya, lagipula ia merindukan hobi lamanya untuk membaca komik. Ketika keluar dari apartemen ia menemukan Jaesung berada di depan lift.
“Kau ingin kemana?” sapa Rina kepada Jaesung.
“Hanya berkeliling untuk mengistirahkan fikiranku, kau sendiri? Bukankah biasanya wanita jika di akhir pekan lebih suka dirumah untuk berberes rumah?” Jaesung sangat mengetahui kebiasaan ibunya yang selalu berusaha menghabiskan akhir minggu untuk membersihkan rumah dan merawat tanaman-tanaman hiasnya.
“Aku ingin ke toko buku, mencari beberapa referensi dan komik.” Rina mengikuti Jaesung yang sudah memasuki lift.
“Apa ingin aku temani? Setidaknya kau butuh guide ketika berkeliling di tempat baru bukan?” Jaesung menawarkan diri, lagipula tidak ada salahnya menemani Rina mencari buku, bisa jadi ia menemukan beberapa bahan bacaan untuk persiapan ujiannya.
“Begitukah? baiklah.” Rina tersenyum ringan kepada Jaesung.
Sesampainya di toko buku, Rina dan Jaesung memutuskan untuk berpencar dan mencari kebutuhan masing-masing, Rina mencoba mencari beberapa buku mengenai bisnis, sedangkan Jaesung berjalan menuju rak buku persiapan ujian, mereka berjanji akan bertemu di luar satu jam kemudian.
Setelah berkeliling cukup lama, Jaesung merasa tidak ada buku yang cocok dengan yang ia cari dan memutuskan untuk keluar dari toko tersebut, ia menyebrangi jalan menuju cafe, tidak ada salahnya untuk menunggu gadis tadi dengan menikmati secangkir americano dingin kesukaan Jaesung, dengan tetap memperhatikan pintu masuk toko buku yang ada diseberangnya. Jaesung mencoba membuka ponsel, tapi seketika ia teringat akan pesan guru dan kepala sekolahnya mengenai pencurian malam itu.
“Apa yang sebenarnya hilang dari sana? Kenapa mereka terlihat cukup panik mengenai pencurian itu, apa mereka tidak bisa mengecek cctv?” Pertanyaan-pertanyaan itu muncul di kepala Jaesung, tetapi Jaesung memaksakan untuk tidak memikirkan hal tersebut, ia tidak mau hal seperti itu mengganggu fokus nya di akhir semester ini.
Setelah 30 menit menikmati minumannya, Jaesung melihat Rina sudah berjalan ke arah pintu keluar, dengan bergegas Jaesung keluar agar gadis itu tidak kebingungan mencari dirinya. Ketika telah keluar dari cafe, Jaesung melambai ke arah Rina, ketika telah memastikan tidak ada kendaraan yang melintas, Jaesung menyebrangi jalan tersebut untuk menemui Rina.
“Ini untukmu,” ujar Jaesung sembari memberikan americano dingin kepada Rina.
“Oh terimakasih, saat ini aku memang benar-benar haus,” ucap Rina. Mereka memutuskan untuk duduk di salah satu bangku trotoar yang kosong, untungnya itu berada di bawah pohon yang cukup rindang.
“Apa kau ada rencana lain hari ini?” tanya Rina memastikan.
“Memangnya kenapa? Sepertinya tidak.”
“Hm, aku fikir kau punya rencana ingin pergi ke suatu tempat dan butuh teman, setidaknya ini sebagai rasa terimakasihku karna kau telah menemaniku ke toko buku hari ini.” Rina merasa ini masih wajar dan tidak terlalu berlebihan untuk membalas kebaikan Jaesung. “Dan tentunya untuk americano ini,” Rina mengangkat minumannya yang sudah hampir habis.
“Aku tidak ada fikiran untuk pergi kemanapun, karna ini weekend, dan aku hanya ingin mengistirahatkan pikiran ku sejenak”, kesibukan belajar Jaesung akhir-akhir ini memang gila.
“Kalau begitu bagaimana kalau kita mencari tempat yang nyaman untuk membaca buku, aku baru membeli beberapa komik Eskizu keluaran terbaru.”
Jaesung menatap Rina “Apa kau benar-benar menyukai komik?” Jaesung bertanya keheranan, “Bukankah itu sedikit tidak wajar di usiamu sekarang?” Jaesung berfikir komik hanya akan cocok dengan anak-anak, ya paling tidak remaja.
“Ya! Aku masih muda, bahkan pertumbuhanku belum terhenti, aku masih bertambah tinggi, kau anggap aku ini umur berapa huh!?” Rina mulai menaikkan intonasinya, dianggap lebih tua benar-benar membuat rasa sensitifnya kian meningkat.
“Aku rasa umurmu sudah tua, hanya saja kau terlihat awet muda” Jaesung yang berkata demikian sembari melihat wajah Rina dengan seksama. Mendapati ia ditatap oleh Jaesung dengan jarak dekat seperti ini membuat jantung Rina sedikit berbedar lebih cepat.
“Kenapa? Apa aku salah?” Jaesung mulai mengalihkan pandangannya, “Aku perkirakan usia mu sudah masuk kepala tiga” Jaesung menaikkan salah satu alisnya sembari tersenyum meledek Rina.
“aissss, kau...” Seketika Jaesung melarikan diri dari amukan gadis itu, Rina yang sadar akan ejekan dari pemuda disampingnya mencoba untuk membuka salah satu sepatunya, berharap lemparannya akan tepat sasaran mengenai kepala Jaesung.
***
“Kenapa kau memutuskan kuliah sejauh ini? bukankah lebih nyaman di negara sendiri? Pastinya kau akan tetap dekat dengan keluarga.” Jaesung mencoba untuk memulai pembicaraan.
Rina yang merasa pertanyaan tersebut untuknya, mencoba menutup komik yang ada di tangannya. “Keluarga? Aku tidak memiliki itu.” ada getaran halus dalam nada suara Rina.
“Tentu saja punya, orang yang peduli dengan mu adalah keluarga,” balas Jaesung kemudian, “Keluarga tidak hanya di dapatkan dari pertalian darah, kita bisa menjumpai dan mendapatkan keluarga dimanapun Rina.” Jaesung mencoba untuk memahami kondisi serta memberikan penjelasan eksplisit mengenai makna keluarga yang sesungguhnya Jaesung maksudkan.
“Begitukah? Aku harap di negara ini aku akan menemui keluarga.” Rina tersenyum hambar, “Aku hanya ingin keluar dari zona nyamanku, dan terfikir untuk melanjutkan pendidikan keluar negeri, dan aku putuskan ke negara terdekat,” Rina menjelaskan.
“Aku sudah terbiasa sendiri sejak 5 tahun yang lalu, banyak hal baik terjadi kepadaku, hanya saja yang terlambat aku sadari adalah kesendirian ternyata bukanlah hal baik, dan selama itu aku selalu dalam kondisi tersebut.” Jaesung kembali menghadap Rina, pemuda itu yakin bahwa kehidupan gadis di sampingnya ini benar-benar sulit dalam kesendirian.
“Apa aku terlalu menyedihkan?” Rina tertawa mendapati Jaesung menatapnya dengan tatapan iba, Jaesung segera menggeleng dan juga ikut tersenyum.
“Bukankah kehidupan memang seperti itu? Ada hal baik ada hal buruk, semua selalu berdampingan seperti itu, dan hal yang seperti itulah yang menjadikan hidup kita lebih berwarna, aku harap kedepannya kau lebih menikmati hidupmu, kesendirian tidak selalu buruk, ada saatnya kau butuh itu, tapi tentunya sesekali kita juga mengharapkan keramaian.”
Mendapat jawaban yang cukup panjang dari Jaesung membuat Rina merasa beban ada di dadanya mulai berkurang, walaupun Jaesung lebih muda darinya, tapi ia memiliki pemikiran yang jauh dewasa dibandingkan kakaknya Jaewoon.
“Baiklah, aku akan berusaha untuk menikmati hidup ini mulai sekarang,” Rina tersenyum sembari menatap Jaesung.
Akhirnya matahari mulai tenggelam, tak terasa seharian rina menghabiskan waktu dengan Jaesung, membuat gadis itu semakin mengenal dan nyaman dengan pemuda di sampingnya. “Aku akan singgah sebentar ke mini market, ada beberapa yang harus aku beli.” Rina mengisyaratkan Jaesung untuk pulang terlebih dahulu.
“Begitukah? Aku akan menunggu disini.” terang Jaesung
“Apa kau tidak lelah? Jika ingin pulang terlebih dahulu pun tak apa,” rina mencoba meyakinkan Jaesung yang akhirnya dijawab anggukan oleh Jaesung.
“Baiklah kalau begitu, aku duluan, terimakasih untuk hari ini.” Senyum Jaesung yang terlihat tulus di mata rina membuat gadis itu terdiam beberapa detik. Jaesung melambaikan tangan ketika meninggalkan rina dan menghilang di balik pintu masuk gedung apartemen mereka.
Setelah memastikan semua kebutuhan rina cukup, ia menuju kasir untuk melakukan pembayaran. Rina benar-benar tidak bisa merencanakan list belanja mingguan dengan baik, menjadikan gadis itu harus sering ke mini market untuk mendapatkan sesuatu yang dirasa kurang atau tidak ada di dalam kulkasnya.
Ketika akan memasuki gedung apartemen, rina melihat Jaesung berdiri di depan lift, "Apa yang dilakukan anak itu?” gumam rina. Gadis itu menghampiri Jaesung yang diikuti oleh keterkejutan pemuda tersebut.
“Apa liftnya rusak? Kenapa masih disini?” tanya rina. Seketika Jaesung bingung harus menjawab pertanyaan rina.
“Mmm, tadi aku bertemu dan berbincang sebentar dengan seseorang.” Jaesung mulai mengusap tengkuknya pertanda ia sedang menyembunyikan sesuatu.
“Baiklah kalau begitu, ayo naik,” ajak rina, ntah mengapa rina merasakan gelagat aneh dari tingkah Jaesung. Setelah sampai di lantai 5 keduanya pun turun, rina mendapatai Nyonya Song berdiri di depan apartemen nya.
“Selamat malam nyonya, maaf saya sudah keluar sejak pagi tadi.” sapa rina kepada Nyonya Song.
“Kau bersama Jaesung ternyata, aku berencana ingin mengajakmu makan malam, karna kalian sudah disini, ayo masuk, semua sudah berkumpul di dalam.” Nyonya Song masih ramah seperti biasanya.
Sebenarnya rina agak canggung untuk makan malam dengan orang lain, selama 5 tahun ini dia menghabiskan banyak waktu sendirian ketika makan malam.
“Ayo,” Jaesung dengan refleks menarik tangan rina memasuki apartemennya.
“Silahkan duduk.” sapa seorang lelaki paruh baya yang rina yakini sebagai Tuan Han.
“Jadi ini wanita cantik yang selalu diceritakan oleh jaewoon, ternyata memang cantik.” Tuan Han mencoba membuka percakapan malam itu dengan candaan, mendengar hal itu, Rina hanya menanggapi dengan senyuman sembari menatap Jaewoon.
“Maaf karna terlambat memperkenalkan diri, saya Rina,” sapa rina dengan ramah. “Bagaimana kabar anda?” lanjut rina.
“Saya Tuan Han, jangan terlalu formal Rina, kau bisa memanggilku dengan sebutan ahjussi,” rina tersenyum mendengar penuturan Tuan Han.
“Anggaplah kami sebagai keluargamu, bukankah kita hanya dipisahkan oleh lorong kecil?” Tuan Han kembali tertawa.
“Benar rina, mulai sekarang kau boleh memanggilku ahjumma,” Nyonya Song segera menimpali.
Ada gejolak aneh yang rina rasakan di dalam dadanya, gadis itu seperti bertemu kehangatan yang sudah lama ini tidak ia rasakan, “Baiklah”, jawab rina singkat.
Mereka menikmati makan malam dengan tenang, sesekali disertai candaan dari jaewoon, rina merasakan keluarga ini benar-benar harmonis.
“Jadi kau akan menjadi juniornya?” tanya Jaesung, saat ini mereka tengah duduk santai menikmati buah-buahan di ruang tamu.
“Ya, kemarin aku bertemu jaewoon oppa ketika menyerahkan berkas pendaftaran”.
“Op- oppa? Makhluk itu kau panggil oppa?” Jaesung tercengang dengan penuturan gadis itu. “Bukankah memang begitu? Jika wanita lebih muda memanggil lelaki yang lebih tua dengan sebutan oppa?” tanya Rina.
“Sebaiknya kau panggil namanya saja.” Ada sedikit kekesalan dalam kalimat Jaesung.
“Ya! Apa kau iri, kalau begitu kau tinggal meminta rina memanggilmu oppa juga kan,” ledek Jaewoon.
“Hyung, aku lebih muda darinya,” Jaesung menatap tajam ke arah Jaewoon.
“Maka dari itu kau tak perlu iri dengan gelar OPPA ku kan”, jaewoon mencoba untuk menekankan kata oppa pada kalimatnya.
Rina yang melihat dua makhluk di depannya terkekeh pelan, jadi seperti itulah keadaan ketika kita memiliki saudara, benar-benar menyenangkan.
Gadis itu melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan hampir pukul 9 malam, Rina rasa ia harus pamit.
“Baiklah Nyonya, aku pamit, sepertinya ini sudah larut, terimakasih atas makan malamnya.”
“Rina~ jangan memanggilku seperti itu,” nyonya song mencebikkan bibirnya. Rina yang melihat tingkah laku wanita di depannya menjadi tertawa kecil.
“Ah maafkan aku lupa, kalau begitu aku pamit ahjumma.” Rina mengulang kembali perkataannya.
“Baiklah, kau jangan enggan untuk mampir kesini, sering-seringlah datang, kau tau kan, hanya aku wanita di rumah ini, kita bisa berbincang lebih lama tentunya.” Nyonya Song tersenyum lembut kepada Rina.
“Oh ahjussi kemana?” tanya rina kembali.
“Dia sedang mengurusi beberapa berkas, nanti akan aku sampaikan salammu,” jelas Nyonya Song. “Jaesung-a, tolong antarkan Rina ke depan.” pinta Nyonya Song kepada anak bungsunya tersebut.
Jaesung bangkit untuk mengantarkan rina, “Terimakasih untuk hari ini, aku sangat menikmatinya.” Jaesung tersenyum sembari mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Ia memberikan sebuah gelang berbentuk anyaman dengan gantungan bintang di ujungnya.
“Apa ini?” tanya rina.
“Anggaplah ini sebagai pembawa keberuntungan dan kebahagiaan.” Jaesung segera meraih tangan RIna dan meletakkan gelang tersebut pada telapak tangannya.
“Kau percaya takhayul ya?” Rina menaikkan salah satu alisnya.
“Jangan meledekku, tak tau kah kau kekuatan dari sugesti?” terang Jaesung, “Kembalikan jika tidak mau,” Jaesung mencoba merebut gelang itu kembali.
Secepat kilat Rina menyembunyikan gelang itu dibelakang tubuhnya, “Tak baik mengambil yang sudah kau berikan ke orang lain Jaesung-ssi,” Rina kembali melihat gelang itu, terlihat simple namun tetap cantik, “Dimana kau mendapatkannya?” tanya Rina.
“Aku hanya memungutnya dari jalan tadi.” Rina tertawa mendengar jawaban Jaesung, pemuda di depannya benar-benar menggemaskan.
“Baiklah, terimakasih atas gelang keberuntungannnya, aku akan memakainya.”
mendengar hal itu, Jaesung tersenyum lebar, benar-benar lebar.
“Baiklah kalau begitu aku masuk dulu.” Rina memasuki apartemennya meninggalkan Jaesung yang masih berdiri di lorong tersebut, tanpa disadari, Jaesung merasakan sesuatu dalam dirinya dan sebuah senyuman kecil pada bibirnya.
“Ternyata seperti ini rasanya.” Jaesung kembali menetralkan wajahnya sebelum berbalik dan masuk ke dalam apartemennya.
Mendapati adiknya yang tiba-tiba pergi meninggalkan mereka, akhirnya Jaewoon memutuskan untuk menyelesaikan acara sarapan paginya secepat mungkin, begitupun Rina, kini gadis itu sudah terlihat tak berselera setelah mendapati sikap tak menyenangkan Jaesung sebelumnya.“Apa kau baik-baik saja?” tanya Jaewoon, menurutnya gadis itu cukup syok mendapati perlakuan adiknya yang sudah keterlaluan.“Aku tak apa-apa oppa,” ucapnya ragu. “Apa Jaesung sedang ada masalah? Kenapa tiba-tiba ia menjadi kesal?”Jaewoon merasa tidak memiliki hak untuk memberikan penjelasan mengenai berita yang baru saja menayangkan masalah percintaan yang dialami adiknya, “Aku pun tak tau, mungkin nanti dia akan menjelaskan kepadamu.” Akhirnya Rina mengangguk pasrah, ia berfikir sikapnya semalam terhadap Jaesung lah yang membuat pemuda itu menjadi lebih sensitif.Sesampainya mereka di rumah, Rina telah memukan Jaesung membawa sebuah ransel, “Kau, akan kemana?” ucapnya sembari menahan lengan pemuda itu. Jaesung yang tel
Seharian Rina mengurung diri di kamar, menyesali perbuatannya dan kembali menangis sesegukan, apa ia benar-benar telah menyakiti hati Jaesung? Mendadak ia membeku, merasa mengerti akan semua ini, jadi ia melihat kontak Jeong min dengan simbol hati? Dan karena itu ia mengira bahwa telepon tersebut dari pacarku? Akhirnya Rina paham atas sikap Jaesung, apalagi ketika semalam ia tak memberi jawaban atas perasaan pemuda tersebut. Memikirkan hal itu membuat dadanya semakin sesak, ia tak tahu harus bersikap seperti apa, ia ingin meluruskan semuanya, hanya saja ia tak ingin membuat masalah dengan karir Jaesung, ada dilema mendalam yang sangat menyiksannya dan karena kelelahan, akhirnya Rina terlelap.Ketika pertama membuka mata, ia mencoba mencari ponsel dan mengecek pukul saat ini. ia kaget karena sekarang sudah mulai gelap, sebegitu lelahkah ia hingga bisa tidur selama itu? Ia mulai berjalan ke kamar mandi dan mendapati wajahnya sangat berantakan, matanya yang sembab dan w
Pagi ini rumah Tuan Han terdengar ramai, entah apa yang terjadi, membuat Rina terbangun lebih awal, ia berusaha mengumpulkan nyawa dan berjalan ke ruang tamu, disana gadis itu telah mendapati Nyonya Song dan Tuan Han yang telah bersiap-siap untuk berangkat. “Ahjumma, akan kemana pagi-pagi sekali?” “Aku ada urusan mendadak, mungkin akan pulang malam nanti atau besok, maafkan aku Rina.” Ucapnya sembari berjalan mendekati Rina. “Padahal aku yang memaksamu untuk kesini, tapi aku malah jadi sibuk begini.” “Tak masalah Ahjumma, aku baik-baik saja kok, lagipula, aku masih di Korea.” Rina tidak ingin memberatkan Nyonya Song dan Tuan Han yang telah sangat baik kepadanya. “Hati-hati di jalan.” Ucapnya lagi. “Rina-ya, jika butuh apa-apa, kau bisa minta saja kepada Jaewoon ya, jangan merasa sungkan, kita adalah keluarga.” ucap Tuan Han yang diangguki oleh Rina. Akhirnya pintu itu tertutup dan meninggalkan gadis itu sendirian di ruang ta
Setelah menyelesaikan sesi lepas kangen dengan Jeong min, Rina memutuskan untuk keluar, mencoba mencari kegiatan yang bisa ia lakukan untuk mengisi waktu luang, seperti membersihkan rumah mungkin? Apa aku terlalu nyaman dengan keluarga ini? Ia membiarkan ponselnya tergeletak di atas tempat tidur dan mulai melangkah keluar dari ruangan tersebut, Rina menuruni tangga sambil sesekali melihat-lihat apa yang bisa ia lakukan. Dan langkah pada anak tangga terakhir menjadi terhenti ketika melihat Jaesung tengah menikmati waktu santai dengan rebahan di sofa ruang tamu. Rina sebenarnya merasa kasihan melihat anak itu, ia tahu semalam bahwa Jaesung menghabiskan malam dengan hanya tidur di sofa. “Kenapa kau tidak tidur di dalam saja?” seketika Rina sudah berdiri di samping sofa tersebut. “Aih, kau mengejutkanku.” Jaesung mencoba untuk bangkit dan duduk bersandar dengan nyaman. “Aku tak ingin mengganggumu, kau seharusnya istirahat setelah perjalanan panja
Malam ini akhrinya Jaesung mengistirahatkan dirinya disamping kerbau kesayangannya. Mendapati sinar matahari yang mencoba masuk melalui celah tirai membuat Jaesung mencoba mengerjapkan matanya beberapa kali, tampak kali ini ia menggeliatkan tubuhnya agar terasa lebih ringan. Seketika ia duduk dan mendapati Jaewoon sudah tidak ada di sampingnya. “Ada apa ini? Kenapa dia bisa bangun lebih pagi dariku?” Sesekali ia menggaruk pusarnya yang tidak gatal, Jaesung berjalan ke kamar mandi untuk sekedar mencuci wajahnya, dan turun ke bawah untuk mencari sarapan. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati Jaewoon sudah sok sibur di dapur bersama Rina dan ibunya. “Hyung, apa yang kau lakukan?” Jaewoon tampak enggan membalas pertanyaan adiknya, kali ini matanya benar-benar tersiksa akibat potongan bawang yang sedang ia hadapi. “Jangan berbicara kepadaku!” Jaesung mengambil sebuah mug kecil berisi susu hangat yang terletak di atas meja makan se
“Eomma, kenapa tidak beritahu jika Rina akan datang?” tampak pemuda itu tengah merajuk sembari duduk di depan meja makan, memperhatikan ibunya yang tengah mengupas apel untuk makanan pencuci mulut malam itu. “Haruskah aku beritahu? Kau seperti selalu mengabari jika ingin pulang saja,” ucap Nyonya Song yang mulai memotong apel itu ke dalam ukuran kecil agar mudah untuk dilahap. “Lagipula aku juga baru tahu tadi pagi ketika tidak sengaja menghubunginya, ternyata ia sudah di bandara.” Mendengar hal itu membuat Jaesung menghela nafas sesaat, ia tak tahu bagaimana mengatakan kegelisahannya kali ini, ia merasa telah berdosa kepada Rina ketika harus pergi tanpa megabari, tapi di satu sisi, ia benar-benar merindukan gadis itu. “Apa kau akan lama di rumah?” ucap Nyonya Song membuyarkan lamunan Jaesung. “Mungkin hanya dua atau tiga hari ini.” “Baguslah, kalau begitu, kau bisa menikmati waktu istirahatmu dengan Rina.” Ucap Nyonya S
“Na wasseo.” Terdengar suara tutupan pintu, menampilkan sosok pemuda yang kelelahan dan sangat merindukan masakan rumah. Tapi sapaannya hanya dibalas dengan udara ruangan kosong tersebut, padahal lampu rumahnya tampak menyala. “Eomma?” Ulang pemuda tersebut, memastikan bahwa ruangan itu masih diisi oleh keberadaan keluarganya. Apa ia salah masuk rumah? Tidak mungkin. Jaesung menggelengkan kepala dengan cepat. Pemuda itu akhirnya memutuskan untuk naik ke kamarnya, mencoba mencari keberadaan manusia yang selalu mengganggu hidupnya. Benar saja ketika ia mencoba membuka pintu di sebelah ruang tidurnya, kembali Jaesung menemukan ‘kerbau’ itu tengah tertidur dengan sangat lelap. “Hyuuung, apa kau tidak mendengarku masuk?” Ia mencoba berinteraksi dengan benda setengah hidup tersebut. Dan – sia-sia. Ia mencoba mengambil bantal dari kamarnya dan memukul pantat kerbau itu dengan keras. “Ya! Bagaimana mungkin kebiasaa
Hari ini lagi-lagi Rina dikejutkan dengan kehadiran Jeong min di depan pintu apartemennya. “Apa yang kau lakukan disini? Kenapa tidak mengabari terlebih dahulu?” “Nuna akan kemana?” tanya Jeong min. Kali ini Rina mengangkat kantong plastik yang terikat rapi tanpa memberikan jawaban kepada Jeong min. “Masuklah, aku akan segera kembali.” Jeong min memasuki ruangan itu, seperti biasa ia menempatkan dirinya dengan nyaman di atas sofa, mencoba meneliti ruangan itu yang sebentar lagi akan ditinggal oleh pemiliknya. “Ada apa?” tanya Rina yang mengejutkan Jeong min. “Kita akan berangkat dua hari lagi nuna, aku sudah mendapatkan informasi mengenai ‘orang’ itu.” Untuk sejenak Rina menatap Jeong min. Merasa pantas untuk menanyakan arti tatapan itu, akhirnya membuat pemuda itu kembali bersuara. “Kenapa? Ada yang salah?” Pikirannya benar-benar berkecamuk kali ini, padahal ia telah mendapatkan bayaran dari kerja kerasnya be
Rutinitas Jesung sebagai seorang Idol membuat pemuda tersebut jarang bertemu dengan keluarganya, kesibukan yang sedemikian rupa menyita banyak waktu berharga bagi Jaesung, tetapi tak ayal membuat semangat Jaesung surut, ia tahu bagaimana perjuangan yang harus ia lewati hingga bisa debut. Apa kau sudah makan? Ucap Nyonya Song di seberang sana, untungnya komunikasi yang sudah canggih bisa mengobati rasa rindu Jaesung kepada keluarganya. “Sudah, bagaimana keadaan Appa? Aku sudah lama tak mendengar kabar dari nya.” Yah begitulah, kesibukannya telah menyita banyak waktu bersama kita, bahkan appa sudah jarang makan malam di rumah, hanya tinggal aku dan Jaewoon. Apa kau tidak ada rencana pulang ke rumah? “Aku masih ada beberapa kesibukan, kemungkinan akhir bulan ini aku akan pulang eomma, bersabar yaa.” Sorot mata Jaesung yang sarat akan kerinduan kepada keluarganya membuat Nyonya Song menghela nafas. Baiklah,