Share

CHAPTER 2

Dua bulan setelah insiden dengan Ketua Serikat Pekerja, CEO baru kembali dari kunjungan pabriknya di Kota xx. Beliau baru sampai di bandara dan langsung diserbu cercaan wartawan yang bertanya apakah benar rumor yang menyebutkan bahwa CEO telah semena-mena terhadap Ketua Serikat Pekerja yang menyebabkan Ketua Serikat itu harus diberhentikan dari pekerjaannya.

Dengan nada santai CEO tersebut berkata kepada wartawan bahwa siapapun melanggar aturan perusahaan maka orang tersebut akan mendapat sangsi tegas dari perusahaan, dan sangsi terberatnya adalah pemutusan hubungan kerja. Menurutnya hal itu sudah sesuai dengan aturan dari perusahaan dan tidak bertentangan dengan hukum perlindungan hak pekerja karena perusahaannya membayar penuh pesangon Ketua Pekerja itu. Setelah berkata demikian diapun pergi meninggalkan wartawan kemudian masuk kedalam mobilnya.

”Kita pulang ke rumah saja pak. Aku ingin istirahat dulu hari ini.” ucap CEO itu ke supirnya.

Mobil menuju ke tempat tujuan. Tampak rumah yang begitu besar tetapi hanya berpenghunikan ART dan tuan rumahnya seorang. CEO masuk ke rumahnya dan langsung menuju kekamarnya, melepas bajunya dan menuju bathtub untuk berendam. Pikirannya melayang-layang. Pandangannya tertera pada dinding berwarna perak yang melapisi ruangan kamar mandinya itu. Ada rasa getir di hatinya. Entah kenapa rasa itu selalu muncul menghantui kehidupannya selama ini. Pikirnya saat semua sudah berhasil ia dapatkan ia akan hidup bahagia,  tetapi ternyata tidak seperti itu. Masih ada beberapa kekosongan di hatinya yang kerap ia rasakan. Ia pun memejamkan matanya, merebahkan kepalanya ke sisi bathtub. Tak terasa airmata sedikit mengalir ke ujung matanya.

Di tempat lain seorang anak SMA sedang duduk  di bangkunya. Tiba-tiba sebuah pukulan mendarat di kepalanya.

“Heh si miskin lagi nganggur nih, belikan gue susu strawberry dan roti! Buruan sana! Gue belum sarapan nih!” perintah seorang anak yang ternyata adalah sosok yang terkenal jagoan badung di daerah itu.

“T-tapi aku tidak punya uang lagi! Semua sudah kuberikan padamu minggu ini.” jawab anak SMA itu dengan ketakutan.

“Dasar manusia sialan! Jadi kau menuduhku mencuri uangmu?!” hardiknya sembari menendang kursi anak itu sampai anak itu terjatuh terjerungkup ke lantai.

Lalu si anak badung itu mengajak temannya yang baru datang untuk menendang anak yang sudah jatuh itu. Si anak malang itu hanya bisa menerima pukulan demi pukulan yang menghujam badannya.

”Pergi dari hadapanku, dasar kau anak miskin!” ucap anak badung itu sembari meninggalkan anak itu.

Petra, nama anak malang itu. Petra berdiri. Tampak baju nya kotor karena terjatuh dan ditendang, dia pun pergi meninggalkan kelas sembari berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Tanpa terasa badannya bergerak masuk ke bilik kamar mandi, di sana ia menangis sejadi-jadinya sembari bertanya apa kesalahannya sehingga ia harus selalu dibully oleh anak-anak badung itu.

Setelah Petra keluar dari bilik kamar mandi, ia mencuci mukanya dan segera kembali ke kelas. Di tengah jalan menuju kelas dia bertemu dengan seorang anak perempuan. Namanya Nadia, seorang anak perempuan cantik yang cukup populer di sekolah. Dia adalah teman masa kecil Petra.

“Hai Pet! Kenapa bajumu kotor begitu?” tanya Nadia padanya.

“Oh.. gapapa kok tadi aku jatuh dari tangga karena melamun, hehe..” jawab Petra.

“Ya ampun Petra.. lain kali hati-hati.” Ucap Nadia dengan lembut.

“Iya, makasih. Aku kembali ke kelasku dulu ya.”

“Oke, bye.”

Mereka pun berpisah dan Petra kembali ke kelasnya .

Tetapi baru saja dia masuk ke pintu kelas, tiba-tiba kepalanya dilempar penghapus papan tulis. Lemparan sukses mendarat di mukanya sehingga meninggalkan jejak yang cukup jelas. Seisi kelas tertawa terbahak bahak. Petra hanya bisa tertunduk pasrah dan duduk di bangkunya.

“Nih minum dan habiskan!”

Tiba-tiba anak badung  itu datang ke meja Petra dan membawa 2 botol air mineral berisi masing-masing 1 liter. Dia memaksa Petra untuk meminumnya sampai habis, tetapi Petra tidak sanggup sehingga ia memuntahkan air itu.

“HOEKKK!”

“Hei anak miskin! Kau buang-buang air!” hardik si anak badung.

Si anak badung  kembali mencecoki Petra dengan air mineral sampai botolnya kosong.

Tidak terbayang betapa mualnya karena lambungnya penuh dengan air.

Kemudian anak badung itu mengancam Petra, bahwa dia tidak boleh sekalipun ke toilet selama jam pelajaran berlangsung, atau dia akan menghajar Petra sampai babak belur.

“Heh bangsat! Awas lu ya! Kalau sampai kau berani ke toilet, kau tidak akan bisa pulang hari ini!” ancamnya.

Petra hanya bisa tertunduk lesu.

Pelajaran jam pertama pun dimulai. Baru setengah jam berlalu, rasa yang sangat ditakutkan oleh Petra muncul. Yaitu rasa ingin buang air kecil yang makin lama makin memuncak. Rasa gelisah menyeruak begitu tajam, dan hal itu disadari oleh anak badung yang duduk di belakangnya. Dia sengaja menendang-nendang kursi Petra dari belakang.

“Kenapa hah? Mau ke WC?” tanyanya sambil cengengesan.

“I-iya” jawab Petra.

“Awas lu kalau berani ke WC” ancamnya kembali.

Dan seperti yang sudah bisa ditebak, Petra tidak tahan lagi. Sudah sejam lamanya dia menahan hasrat ingin buang air kecil yang begitu menyiksanya, dia tidak dapat menahan lagi dan akhirnya ia pun terpaksa buang air kecil di celana sambil menangis.

“Bu guru lihat! Si Petra kencing dicelana!” teriak anak badung itu sambil menunjuk ke arah Petra yang sedang memegangi celananya sambil menunduk.

Dan semua mata pun menuju ke arah Petra. Seisi kelas pun menertawakan Petra. Ibu guru yang mengajar pun terkejut, tapi hanya bisa terdiam, tidak dapat berkata apa-apa.

Segera setelah itu Petra pun bangkit dan berlari ke luar kelas menuju ke toilet. Dia begitu malu dan merasa sangat payah, tak henti-hentinya seisi satu kelas menertawakan Petra.

Ibu guru menghentakkan tangannya di atas meja sambil menyuruh seisi kelas untuk diam, seketika suasana pun menjadi hening.

“KRIIINGGG!”

Bel istirahat berbunyi.

Bau pesing menyeruak di dalam kelas, sambil tertunduk Petra mengepel sisa air seninya.

“Dasar jorok!” hardik salah satu anak perempuan di kelas itu sembari melewatinya dengan menutup hidung sambil memasang wajah jijik.

Sekilas Petra menatap sepatunya yang basah terkena air kencingnya sendiri.

“HAHAHAHA!” anak badung itu tertawa mengejeknya sembari keluar kelas dengan ketiga anak badung lainnya.

Petra hanya bisa menatapnya dengan kesal sembari mengepalkan tinju, tampak raut kebencian bercampur kesedihan terpancar dari mukanya yang polos..

Keadaanlah yang membuatnya harus bertahan di sekolah itu, karena bagaimanapun juga ibunya hanya seorang single parent yang bekerja sebagai karyawan biasa. Ibunya tidak mampu membayar apabila Petra ingin pindah sekolah.

Cobaan hidup yang harus diterimanya dengan ikhlas dan lapang dada. Setidaknya sampai dia lulus dan bisa mencari pekerjaan meski hanya berbekal ijazah SMA..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status