“Ah, si Papi gangguin anaknya aja. Ngapain sih nongol tiba-tiba di sana. Udah kayak jelangkung aja,” gerutu Esa ikut bangkit dari rebahannya.
“Papi gak sengaja kok lewat kamar Tria. Pintunya kebuka, jadi Papi iseng aja ngintip diam-diam,” tukas om Gaga mencengangkan.
Aku mengerjap tak percaya. Itu, om Gaga, kan? Dia papinya Esa, kan? Usianya bahkan udah dia atas level dewasa, kan? Tapi dari cara berbicaranya, kenapa om Gaga terlihat biasa aja di saat seharusnya seorang ayah akan menegur anaknya jiga berada di kamar lawan jenisnya dalam keadaan posisi kami seperti tadi.
“Iseng sih iseng, tapi jangan sampe ngerusak suasana lah!” protes Esa cemberut.
Aku perhatikan secara seksama, kenapa dia mendadak terlihat lucu ya saat sedang cemberut begitu?
“Iya deh maafin Pa
Aku sedang berjalan terburu-buru di sepanjang koridor. Selama berjalan pun aku memfokuskan perhatianku ke layar ponsel. Sebuah referensi penting sedang aku baca dan aku harus segera sampai di perpustakaan untuk mencari beberapa buku yang akan ku gunakan sebagai bahan pokok makalah yang baru aku dapatkan lagi dari dosen yang berbeda.Bruk.“Aduh.” Secara serempak, aku dan juga seseorang lainnya saling mengaduh.Aku merunduk, memungut sebuah kamus tebal yang mungkin terlepas dari genggaman orang yang bertabrakan denganku tanpa disengaja. Sebenarnya ini salahku, karena sepanjang aku berjalan fokus ku hanya di layar ponsel. Sementara jalanan yang ku lalui tidak terlalu aku pedulikan. Sampai akhirnya, seseorang harus menjadi korban tabrakan dengan tubuhku ini.“Maaf, gue lagi buru-bur—“ Seketika, aku menggantungkan ucapanku saat melihat siapa yang ada di hadapanku sekarang.“Merlin,” gumam ku menyebut nama orang yang sudah ku tabrak barusan.Dia tersenyum
AUTHOR’S POVKu tatap dua bola matamu.Tersirat apa yang kan terjadi.Kau ingin pergi dariku, meninggalkan semua kenangan.Menutup lembaran cerita.Oh sayangku aku tak mau....Ku tahu semua akan berakhir.Tapi ku tak rela lepaskan mu.Kau tanya mengapa aku tak ingin pergi darimu.Dan mulutku diam membisu.Salahkah bila diriku terlalu mencintaimu.Jangan tanyakan mengapa karena ku tak tahu.Aku pun tak ingin bila kau pergi tinggalkan aku.Masihkah ada hasrat mu tuk mencintaiku lagi.Apakah yang harus aku lakukan.Tuk menarik perhatianmu lagi.Walaupun harus mengiba agar kau tetap di sini.Lihat aku duhai sayangku....Salahkah bila diriku terlalu mencintaimu.Jangan tanyakan mengapa karena ku tak tahu.Aku pun tak ingin bila kau pergi tinggalkan aku.Masihkah ada hasratmu tuk mencintaiku lagi.(Fatin Sidqia Lubis – Salahkah aku terlalu mencintaimu)Seorang perempuan menyeka air matanya pasca lagu ya
Akhirnya, acara tiup lilin dan potong kue pun sudah terlaksana. Sekarang para tamu pun sudah kembali sibuk dengan acaranya masing-masing. Ada yang cekikikan dengan gengnya sambil menikmati makanan yang tersedia, ada yang menunggu tak sabar di dekat stage yang katanya akan menampilkan seorang penyanyi terkenal yang keluarga Viona undang dan ada juga yang hanya keliling-keling saja seperti yang sedang Tria dan Esa lakukan sekarang.“Gue kebelet nih,” celetuk Esa tiba-tiba.Tria pun meliriknya sambil berjengit. “Ya lo ke toilet lah bukan malah curhat!” ujarnya mengerling jengah.“Iya rencananya juga gue mau kesana, lo mau ikut?” ajaknya dengan muka sok polos.“Ih apaan sih lo, udah sana lo pergi. Lo pikir gue peliharaan lo yang ke mana-mana harus ikut buntutin majikannya!” selorohnya sarkastik.“Kali aja lo mau nemenin gue masuk toiletnya,” kekeh Esa menatap mesum. Sontak, membuat Tria harus
Bosan.Rasa itulah yang tengah hinggap di benak Tria sekarang. Berdiam diri di atas ranjang tidur tanpa bisa melakukan aktivitas seperti biasa, membuat Tria nyaris terbunuh oleh rasa bosan yang menderanya.Ya, sudah dua hari Tria terkurung di dalam kamar. Sama sekali tidak diizinkan untuk sekadar keluar kamar oleh Esa. Padahal, dia sudah mengutarakan beberapa alasan agar dia bisa keluar dari kamar, tapi seolah tidak mendukung Esa justru selalu punya cara untuk membuatnya tetap berada di sini.“Sampe kapan coba gue harus mendekam terus di kamar kayak gini? Kan gue boseeen....” rengeknya mengeluh.Meskipun dia tahu tidak ada orang di sekitarnya, tapi tetap saja dia terus mendumel. Entah apa saja yang menurutnya bisa diajak bicara, maka tanpa pikir panjang dia pun pasti mengeluarkan seluruh unek-uneknya pada benda itu.“Gue tuh sebel tau, kenapa dia mengekang gue kayak gini. Padahal, gue kan bukan bocah yang harus mendapat larangan i
Siang ini selepas menyelesaikan rapat gabungan untuk acara festival perayaan dua hari lagi di dalam aula musik, Esa dan Tria masih betah berdiam diri di sana. Sebenarnya, bukan Tria yang merasa betah tidak ingin beranjak, melainkan sang ketua senat lah yang menahan Tria agar tidak dulu pergi dengan beberapa alasan.“Gue rasa ada yang kurang deh dari seluruh persiapan ini,” cetus Esa menggigiti ujung bolpoin nya sambil tak lepas menekuni beberapa arsip di tangannya.Tria mengerling jengah. Dia tahu, itu hanya akal-akalan Esa saja untuk menahannya lebih lama lagi. Karena di dalam rapat tadi, semua tim sudah jelas tidak ada yang keberatan lagi. Malah, Esa sendiri pun mengatakan bahwa seluruh persiapannya sudah benar-benar matang. Jadi, Tria pikir saat ini Esa hanya sedang berakting sok fokus saja.“Gimana menurut lo? Gue bener kan?” tegurnya melayangkan pandangan bertanya pada Tria yang baru selesai menguap.“Lo gak pernah salah
Tria memasuki kediaman Geraldo. Setelah merasa tenang, akhirnya dia pun memutuskan pulang. Walau tidak sepenuhnya, kehadiran Viona bisa sedikit membantu melupakan masalahnya.Tria membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk menenangkan diri, maka saat langit sudah menggelap gadis itu pun baru tiba di dalam rumah.“QUEEN!” seru Esa lantang, dia langsung menuruni tangga setelah melihat Tria yang memasuki halaman rumah dari balkon kamarnya.Tanpa melihat suasana hati Tria seperti apa, dengan kasar Esa pun meraih bahu Tria lantas mengguncangnya.“Lo dari mana aja, hah? Kenapa lo pulang jam segini? Abis ngapain aja lo di luaran sana? Terus, kenapa lo mesti kabur dari gue saat seharusnya lo pulang bareng sama gue,” cerocos Esa tanpa jeda, membombardir Tria dengan rentetan pertanyaannya.Tria hanya menatap Esa datar. Meskipun bahunya sedikit ngilu ketika diguncang kasar oleh
Tria dibuat panik saat tanpa diduga Esa membawanya ke bandara. Setelah merasa puas tertidur dengan waktu yang amat cukup panjang, Tria terbangun. Namun sebelum ia sempat menyadari apapun dalam keadaan setengah sadar, tiba-tiba Esa memasuki kamarnya dengan setelan yang sudah rapi.“Syukurlah lo udah bangun. Jadi tanpa harus repot-repot bangunin lo, gue bisa langsung minta lo buat mandi sekarang juga,” titah Esa sangat mendadak.Bahkan nyawa Tria pun belum terkumpul seluruhnya, tapi tak ada angin tak ada hujan dengan sangat tiba-tiba ia malah disuruh untuk mandi di waktu sepagi ini.“Ayo cepat! Kenapa masih bengong aja sih?” sentaknya membuat gadis yang sedang melongo itu terperanjat.“Tapi mau ke mana? Kenapa lo nyuruh gue mandi sepagi ini? Hari ini kan gue ada jadwal kuliah jam satu siang,” protes Tria kebingungan.Esa berkacak pinggang sembari menghela napas. “Hari ini, baik lo maupun gue, gak ada ya
“Tria!” panggil Esa ketika gadis itu sedang duduk bersantai di teras.Yang di panggil pun menengok. “Apa?” sahutnya.“Cari makan yuk! Gue laper,” ajaknya seraya menepuk perut kotak-kotaknya.“Bukannya tadi udah makan?” ujar Tria kembali berkutat dengan ponselnya yang sedari tadi sibuk bermain game.“Ck, itu kan cemilan. Gak bisa di kategoriin sebagai makanan padat yang bisa bikin kenyang,” balasnya mendengus.“Yang penting perut lo kan udah keganjel makanan,” sahut Tria semakin tidak perduli dengan perut Esa yang sudah mengeluarkan suara-suara ghaib.Merasa kesal tak digubris, Esa pun mengeluarkan jurus andalannya. Pekikan kaget terloloskan dari mulut Tria ketika dengan tiba-tiba Esa memposisikan dirinya tepat di hadapan Tria yang terjebak di antara kungkungan tangan Esa dan dinding kayu yang disandarinya.Tenggorokan Tria bergerak turun naik saat Esa mulai