Share

Halu

"Oalah Tina, punya harga diri dikitlah jadi wanita, terang-terangan mengatakan kalau mau jadi istri kedua."

"Ya, namanya juga usaha Kak, siapa juga yang ga mau dimanjakan suami dengan hidup berkecukupan," ucapnya sambil memilin-milin ujung rambutnya, kasihan si Tina ini, seolah-olah tidak ada lagi lelaki lain sampai minta jadi istri kedua, kalau saja dia mengetahui fakta yang sebenarnya, bisa sawan mungkin dia saat minta jadi istri kedua Bang Rahmat. 

"Kalau berkecukupan, mana mungkin aku dagang keliling begini,  Tina, sebaiknya kau kau pikir-pikir lagi jika ingin menjadi istri kedua Bang Rahmat."

"Cemburu ya Kak? Hahaha, paling Kak Salma yang ga bisa mengatur keuangan, wajar sih, kata Bang Rahmat Kak Salma ini terkejut badan, karena dulu dari keluarga miskin yang ga biasa megang duit banyak. Tapi sekarang dapat suami yang bisa memanjakan Kak Salma  dengan uang, jadinya Kak Salma lupa diri." 

Matahari yang mulai terik membuat cuaca semakin panas, ditambah mendengar celotehan Tina yang jauh dari kenyataan, untungnya aku sedang berpuasa, kalau enggak,  udah aku ajak gelut saja wanita satu ini, bukan karena cemburu, tapi omongannya yang menyudutkan aku tanpa tau kenyataan yang sebenarnya. 

"Kamu itu kalau  bicara jangan ngasal, Tina. Bang Rahmat itu seorang satpam dengan gaji tiga juta sebulan dengan dua anak yang masih sekolah, kalau mau jadi istri keduanya, siap-siap aja kau nanti banting tulang untuk menopang perekonomian, kau tu masih muda dan cantik, masa levelmu Bang Rahmat, sih? Lucu kali aku melihatmu Tina,  kayak ga ada aja laki-laki lain."

Saat aku bicara seperti itu, Tina bukannya sadar, malah dia tersenyum sinis ke arahku.

"Tapi kan Bang Rahmat ada kerja sampingan, jadi marketing perumahan," ucap Tina.

 

"Aku aja istrinya aja, ga tau kalau Bang Rahmat punya usaha sampingan."

"Berarti Bang Rahmat ga nyaman sama Kak Salma, masa sama aku cerita, tapi sama Kak Salma ga cerita, hehehe," ujar Tina lagi sambil cengengesan dan menyombongkan diri. Aku cuma menghela nafas, sepertinya buang-buang waktu jika meladeni wanita seperti Tina ini, mungkin maksudnya untuk membuat aku cemburu, padahal … entahlah, perasaan cemburu itu tidak muncul sama sekali di hati ini, aku hanya ingin fokus membahagiakan kedua buah hatiku,  hanya itu tujuanku saat ini. 

Akupun melenggang pergi tanpa memperdulikan omongan Tina, lagian Ini sudah waktunya menjemput kedua anakku Kia dan Vita, sekalian aku ingin menawarkan pada wali murid yang sedang menjemput, ya sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui, sekalian menjemput anak sekolah, sekalian berdagang, rezekipun datang.

"Banyak laku, Bun?" tanya Vita sambil membantuku mengangkat barang dagangan ke bagian depan sepeda motor supra, saat kedua anakku sudah selesai sekolah pada hari itu. 

"Alhamdulillah, ya sudah, kita pulang sekarang ya," ucapku pada kedua anakku, walaupun cuaca hari ini begitu panas dan terik hingga membuat godaan bagi yang berpuasa semakin bertambah karena rasa haus yang begitu menyerang, apalagi aku yang sedari tadi berkeliling menjajakan dagangan. Tetapi ada perasaan puas dan bangga di hati ini karena bisa punya bisnis sendiri untuk masa depan kedua anakku. 

Setelah sampai di rumah, Vita dan Kia berganti pakaian dan istirahat di kamar mereka, sedangkan aku kembali berkeliling untuk menjajakan dagangan ku kembali entah mengapa semangat ini begitu menggebu ingin mengumpulkan uang, mungkin sudah terlalu lama merasakan sakit hati terhadap Bang Rahmat yang tidak peduli kepada kami sehingga membuatku ingin balas dendam tetapi dalam hal yang positif yaitu dengan kesuksesan dengan caraku sendiri. Capek rasanya hatinya seperti pengemis terus, saat meminta uang tambahan, entah kata apa saja yang Bang Rahmat lontarkan terhadapku saat meminta uang lebih, uang ga dapat, sakit hati yang ada. 

Tepat jam setengah empat sore, aku kembali lagi ke rumah, setelah mencatat dan menghitung penghasilanku hari ini, sisa dagangan aku simpan di belakang lemari pakaian kedua anakku, uang yang aku dapatkan juga aku simpan di bawah tempat penyimpanan beras semua aku lakukan agar tidak diketahui oleh Bang Rahmat, setelahnya dengan gerakan cepat aku memasak untuk berbuka hari ini karena dalam beberapa jam lagi waktunya berbuka puasa dan tentunya Bang Rahmat pun sudah pulang ke rumah ini. 

" Sebagai seorang istri, seharusnya kau bisa menjaga Marwah suamimu ini, Salma. Kau pikir udah hebat kali kau rupanya sampai menjelekkan aku di lingkungan ini." Terpaksa aku menghentikan pergerakan tangan ini yang sedang memegang sejumput nasi dan tempe goreng yang hendak dimasukkan ke mulut, ada apa lagi ini? Batinku bertanya. 

"Salah apalagi aku,  Bang?"

"Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tau pula kau."

"Hadeh, langsung sajalah Bang, jangan pake pantun segala, lagian berbukalah dulu Abang, setelah ini ke mushola tarawih, ramadhan bentar lagi berakhir, lebih baik kita manfaatkan ramadhan ini dengan ibadah, ini pahala di depan mata, tapi Abang sibuk mencari pahala yang salah kaprah."

"Maksud kau apa pahala salah kaprah? Jangan membelokkan topik pembicaraan ya, kau sudah mencemarkan nama baikku di lingkungan ini."

"Mencemarkan nama baik? Makin ga ngerti aku Bang."

"Wajar kalau kau ga ngerti, karena otakmu hanya se ons saja, karena kau ga ngerti juga, ku kasi tau letak kesalahanmu ya, dengan kau jualan keliling saja sudah mencemarkan nama baikku sebagai kepala keluarga, tapi karena kau  jualan untuk membalikkan uang yang telah kau curi, tidak apa-apa aku izinkan, tapi kenapa kau bilang sama orang-orang kalau aku ngasi uang belanja sedikit dan kau kekurangan selama berumah tangga sama aku, bagus- bagus mulut kau tu."

"Lagian Abang  ngapain pake bohong segala, bilang ngasih uang belanja yang berlimpah kepadaku tetapi karena aku dari keluarga miskin sehingga aku tidak bisa mengatur keuangan, Ngapain abang ngomong kayak gitu sama orang, sama saja Abang menjellekan namaku."

"Kapan aku bilang begitu?"

"Kak Miah yang bilang, trus si Tina juga bilang, ngapain lah Abang berbohong seperti itu, sampai-sampai si Tina pengen jadi istri kedua Abang gara-gara omongan Abang yang terlalu meninggi, jangan seperti itulah Bang, Lagian apa maksud dan tujuan Abang berkata seperti itu?"

"Oh, jadi kau cemburu?"

"Dih," ucapku sambil mengerutkan kedua alis, aneh saja Bang Rahmat ini. 

" Aku akui kau beruntung mendapatkan suami seperti aku, apalagi aku memiliki tampang yang cukup rupawan, wajar jika si Tina ingin menjadi istri keduaku, Jadi tidak perlulah kau menjelek-jelekkan namaku agar para janda di lingkungan tempat kita tinggal ilfil padaku, seharusnya kau bisa menjaga harkat dan martabat suamimu ini."

Rasanya pengen muntah saat mendengar Bang Rahmat bicara seperti itu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Rasanya pengen getok pake palu kepalanya Rahmat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status