TIDAK ADA NAMAKU
(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)Tidak perlu menunggu esok hari untuk memberi pelajaran pada Rini yang sudah sangat keterlaluan pada Zizah, meski tadi simbok berusaha melarangku."Rini … Rin, keluar!" teriakku. Kali ini tidak peduli mau dinilai seperti apa oleh warga RT 01. Lelah, sudah terlalu lama aku diam.Berkali-kali aku menggedor pintu sangat keras."Astaga, janda g*t*l. Ngapain kamu teriak-teriak di rumahku?" ucap Rini setelah membuka pintu.Aku langsung menjambak rambutnya yang penuh dengan roll."Sitiii … apa-apaan kamu. Sudah g*l*, ya," teriaknya berusaha melepaskan tanganku.Satu per satu tetangga dekat pun mulai keluar."Kamu boleh menghinaku, Rin. Tapi sekali saja menyakiti anakku, bahkan berani menyentuhnya. Tidak akan aku biarkan begitu saja. Selama ini aku berusaha sabar. Tapi tidak untuk kali ini dan seterusnya, Rini Iswati …." Aku semakin kencang menarik rambutnya sampai roll'nya lepas."Semua, tolongin saya. Jangan cuma lihatin. Mas Agus … kamu ke mana, mantan istrimu kesurupan," teriak Rini berkali-kali.Emosiku benar-benar sudah memuncak. Mungkin karena selama ini hanya bisa memendam setiap dihina.Ada beberapa tetangga yang terlihat maju, sepertinya mereka ingin membantu Rini."Satu langkah saja kalian berani maju lagi, akan saya pastikan bernasib seperti perempuan tidak punya hati ini."Mereka kembali mundur. Hanya berani berbisik dan saling menyenggol."Ada apa rame-rame?" Mas Agus muncul dari belakang orang-orang."Siti, kamu apain istriku?" Kini Mas Agus mendekat dan menarik tanganku. Tenaganya yang pasti lebih kuat mampu melepas tanganku. Rambut Rini sudah awut-awutan. Mungkin kalau tidak ada Mas Agus, sudah rontok semua."Mas, aku peringatkan sama kamu sebagai bapak kandungnya Zizah. Jangan pernah membiarkan istri kamu menyakiti anak kita. Sebagai suami harus berani tegas kalau istrinya salah. Dan kamu Rin, sekali lagi menyakiti Zizah, tidak ada ampun."Aku pergi melewati kerumunan orang yang menatapku sampai melongo.Hah … aku menghembuskan napas. Entah dari mana mendapat keberanian seperti ini.***Tidak seperti kemarin, pagi ini ibu-ibu yang sedang belanja satupun tidak ada yang menatap ke arahku. Mereka justru sibuk memilih sayuran.Tumben, batinku."Mari, Bu," sapaku seperti biasa."Iya, Sit …. Berangkat kerja, ya?" jawab mereka hampir bersamaan. "Zizah, cantik banget kamu," sambung lainnya.Aku juga tidak melihat Rini. Biang kerok yang biasanya bikin onar."Siti," panggil Mbak Win."Iya, Mbak. Ada apa?"Tiba-tiba dia mengacungkan dua ibu jari ke arahku. "Hebat kamu, Sit. Akhirnya, ada juga yang berani.""Berani?""Iya, kejadian tadi malam viral sampai RT 05. Pasti sekarang si Rini sedang ngumpet di rumah karena malu. Biar jadi pelajaran buat warga RT 01 yang lainnya. Sebenarnya aku juga sering sakit hati, Sit, sama warga RT 01. Tapi aku tidak berani.""Saya hanya tidak suka ada orang yang menyakiti anak atau keluarga saya, Mbak. Ya sudah, saya permisi. Mau kerja dulu.""Hati-hati, ya." Mbak Win melambaikan tangan.Ternyata dampak dari keberanian'ku semalam bagus juga. Jadi ngga pada ember tuh ibu-ibu yang biasanya suka banget gibah.-"Zizah, kamu ngga capek?" Pertanyaan yang selalu aku lontarkan ketika dia ikut jualan cilok."Ngga, Mak. Zizah 'kan sudah biasa ikut Emak jualan," jawabnya begitu semangat sembari mengayunkan kantong plastik berisi jajanan pemberian Bu Anggit–orang yang memberiku pekerjaan buruh cuci serta berjualan cilok produksi keluarga mereka.Zizah memang anak pengertian. Meski harus ikut jalan jauh, tapi dia tidak pernah mengeluh. Tawa riang selalu dia tunjukkan. Di sepanjang perjalanan, Zizah selalu bernyanyi atau menghafal doa-doa yang diajarkan simbok padanya.Saat berjualan bersama Zizah, aku lebih sering berhenti. Sekedar minum atau meluruskan kaki sebentar sembari menunggu kalau ada pembeli.Tin tin tin ….Terdengar suara klakson di belakang kami. Aku segera menepikan gerobak dan menoleh.Mobil itu? Seperti mobil milik bapak kemarin. Tapi yang punya mobil seperti itu 'kan banyak."Emak capek?" tanya Zizah.Aku menggelengkan kepala."Ayo, Mak, jalan lagi. Nanti berhenti di sana saja." Zizah menunjuk ke arah taman. Dia memang senang kalau aku jualan di sana. Karena dia bisa bermain."Ayo."Saat hendak mendorong kembali gerobaknya, tiba-tiba ada yang memanggil."Mbak. Saya mau beli ciloknya." Orang tersebut mendekat."Bapak yang kemarin?" ucapku."Panggil saja Pak Baskoro," terang beliau. "Bisa kebetulan ketemu di sini, ya, Mbak?" sambungnya lagi.Aku hanya tersenyum sambil membuka tutup dandang."Mungkin jodoh." Ucapan yang membuatku tersentak kaget."Jo-doh?" Aku menegaskan kata tersebut."Maksudnya?" Bingung kenapa beliau tiba-tiba bilang begitu."Saya mau yang isi abon sama telur." Bapak tersebut mengalihkan pembicaraan.Aku mengangguk ragu karena masih memikirkan ucapan pria paruh baya yang memperkenalkan diri dengan nama–Pak Baskoro."Dia …." Pak Baskoro menunjuk Zizah."Zizah, namanya Zizah. Dia putri saya.""Oh …. Ikut jualan keliling?""Iya, Pak. Sudah dari dulu ikut saya jualan.""Anak pintar. Hebat," puji beliau."Ini mau pakai bumbu atau saus?""Tidak usah pakai saus atau bumbu apapun, original saja,""Ini." Pak Baskoro memberiku uang lima lembar seratus ribuan."Harganya lima ribu saja, Pak." Aku memberikan kembali uang tersebut."Iya, saya tahu. Kan ada tulisannya di gerobak.""Terus, kenapa Bapak membayar dengan uang sebanyak itu?""Ambil saja, buat jajan Zi-zah." Pak Baskoro meletakkan uang tersebut di gerobak. "Semoga kita bisa bertemu lagi. Dah Zizah …." Beliau melambaikan tangan.Sejenak aku berpikir keras sambil menatap ke arah beliau."Apa dia yang disebut tua-tua keladi? Astaghfirullah, ngomong apa aku ini." Menutup bibir dengan tangan.Tin ….Terdengar lagi suara klakson saat Pak Baskoro melajukan mobilnya.Aku mengangguk dengan bibir yang masih tertutup tangan."Mak, uangnya Zizah masukin. Nanti hilang." Zizah memasukkan uang yang diberikan Pak Baskoro ke dalam laci gerobak.BersambungTIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)POV AgusRini melotot, dia menghempaskan tanganku. Marah. "Kamu itu ke mana saja, Mas? Ngelayap terus. Sampai-sampai aku jadi tontonan warga karena diamuk mantan istrimu," omelnya."Y-ya aku ngga tahu kalau akan ada kejadian seperti ini. Tadi aku cuma ngopi di warung Mak Nah.""Ngga tahu, ngga tahu. Kamu itu memang ngga pernah tahu apa-apa, Mas. Yang kamu tahu cuma enak-enakan doang. Ngerokok, ngopi, molor. Itu terus kerjaannya." Rini nerocos tanpa henti. Aku yang kena sasaran."Itu 'kan salah kamu, Sayang. Karena kemarin ….""Apa kamu bilang? Salah aku. Salahnya di mana, coba bilang? Aku cuma memperingatkan bocah itu biar ngga selalu panggil bapak setiap lihat kamu. Sebel dengernya." Rini memotong ucapanku. Zizah 'kan memang anakku. Wajar saja dia memanggilku dengan sebutan Bapak, ucapku dalam hati. Aku memang tidak pernah berani protes ataupun membantah Rini. Bisa-bisa ditendang dari rumahnya. Memilih Rini dan meninggalkan
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Mbok, ada apa? Kenapa Simbok menangis?" tanyaku khawatir ketika melihat simbok duduk di tepi tempat tidur dengan air mata bercucuran. Entah apa yang terjadi karena aku dan Zizah baru saja pulang. "Apa ada yang sakit, Mbok? Siti antar ke dokter, ya," tanyaku lagi.Simbok menggelengkan kepala. "Sit, tadi Rini …." Beliau menghentikan ucapan.Rini? Bikin ulah apa lagi dia? Kenapa Simbok sampai menangis?"Rini kenapa, Mbok?""Tadi dia ke sini bersama beberapa warga RT 01. Dia menunjukkan foto pada Simbok.""Foto? Foto apa, Mbok?""F-foto kamu bersama seorang bapak. Rini bilang sama Simbok, kalau kamu sudah mencoreng warga RT 01. Si-Simbok percaya sama kamu, Sit. Tidak mungkin kamu melakukan perbuatan seperti yang dikatakan Rini.""Memangnya Siti melakukan perbuatan apa?" "Katanya kamu menj*al d*ri." Tangis simbok semakin tergugu. "Rini bilang seperti itu, Mbok? Simbok percaya 'kan sama Siti? Siti tidak mungkin melakukan hal ters
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)Pak Baskoro, beliau yang bisa membantuku untuk menyelesaikan masalah ini. Tapi … aku tidak tahu rumah beliau di mana. Hanya bisa berharap, semoga besok bertemu lagi saat jualan.—-----------Sudah tiga hari keliling jualan cilok, tapi tidak bertemu dengan Pak Baskoro. Padahal beliau adalah kunci untuk membuktikan bahwa semua tuduhan Rini salah besar. "Mak, ciloknya sudah habis. Kok kita ngga pulang-pulang?" tanya Zizah. Biasanya setelah dagangan habis, aku langsung mengajak Zizah pulang. Kasihan. "Sepuluh menit lagi, ya, Zah." Sebenarnya aku menunggu Pak Baskoro, siapa tahu hari ini bertemu. Menatap jam yang melingkar di tangan. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan lebih sepuluh menit. Menoleh ke arah Zizah, dia beberapa kali menutup mulut karena menguap. Semalam Zizah memang tidur agak larut."Kita pulang sekarang, yuk, Zah. Kamu sudah ngantuk 'kan? Zizah hanya mengangguk. Sepanjang perjalanan pikiranku tak lepas dari m
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Mbok, Antok tidak setuju Siti pergi sama dia. Simbok tahu 'kan berita Siti di luar seperti apa." Mas Antok yang sedari tadi diam, sekarang bersuara. "Aduh, Mas. Mana mungkin Simbok melarang. Simbok juga senang lah kalau Siti dikasih uang banyak. Makanya Simbok mendukung perbuatan Siti yang kotor itu." Mbak Tiwi sebelas duabelas sama Rini."Sit, berangkatlah! Zizah biar sama Simbok.""Iya, Mbok." Aku segera berpamitan pada Simbok dan Mas Antok serta Mbak Tiwi. Meski mereka tidak menggubris sama sekali. "Assalamu'alaikum," ucap Aarav sebelum akhirnya keluar.Rini dan ibu-ibu yang sedari tadi menguping. Mereka langsung menyebar ketika kami sudah sampai di ambang pintu. Aku menghentikan langkah menatap Rini dan ibu-ibu semua. "Astaga, sekarang sudah berani terang-terangan dia. Bahkan simboknya mendukung," ucap Rini pelan, tapi jelas di telingaku.Silahkan kalian mau bicara apa saja tentangku. Karena sebentar lagi, kebenaran ak
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)Berdiri di depan jendela kamar yang sengaja kubuka. Menatap gelap malam, merasakan dinginnya hembusan angin. "Sit, boleh Simbok masuk?" Aku mengalihkan pandangan ke arah pintu. "Masuk saja, Mbok." "Ada apa, Sit? Dari pulang kerja, kamu langsung masuk kamar. Apa karena Rini dan ibu-ibu tadi?" "Siti sudah tidak kaget dengan mereka, Mbok.""Lantas, apa yang membuatmu sedih?"Menghembuskan napas panjang. Tidak tahu harus mulai dari mana cerita sama simbok. "Tadi bagaimana? Kamu sudah bicara sama Pak Baskoro? Dia mau membantu meluruskan permasalahan yang sedang kamu hadapi 'kan?"Aku hanya menggelengkan kepala. "Maksudnya, Pak Baskoro tidak mau membantu? Kenapa?""Bukan tidak mau membantu, Mbok. Tapi Siti belum cerita sama beliau.""Kamu tidak cerita?""Mbok, kalau besok Siti harus angkat kaki dari RT 01, Simbok jangan sedih, ya. Simbok harus tetap bertahan di sini. Biar ditemani Zizah.""Kok kamu bicara seperti itu, Sit? Mema
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Saya tidak akan mengajukan pertanyaan mau atau tidak atas keinginan saya tersebut pada kamu, Siti. Tapi saya mohon, beri kesempatan untuk Aarav mengenal kamu lebih.""Maaf, Pak. Saya belum ada keinginan membuka hati untuk pria manapun. Saat ini mau fokus kerja, membahagiakan anak dan juga orang tua.""Baiklah. Saya tidak mungkin memaksa. Kalau kamu memang tidak bisa." Meski tersenyum, tapi sangat jelas guratan kesedihan di raut wajah Pak Baskoro. Terdengar ribut-ribut di depan rumah yang membuat kami diam sejenak. Aku dan simbok beranjak dari tempat duduk untuk melihat ke depan."Orangnya di dalam Pak RT, Bu RT."Asataga … mereka lagi. Rasanya habis sudah kesabaranku menghadapi mereka. "Ada apa? Benar-benar tidak punya kerjaan, ya, kalian ini. Saya juga punya batas kesabaran.""Kenapa? Kamu mau marah? Kami 'kan hanya ingin RT 01 bersih dari perbuatan kotor seperti yang kamu lakukan. Nanti bisa bawa sial." Rini mulai menjadi
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)POV Rini"Mas … Mas Agus," teriakku ketika sudah sampai di rumah.Amarahku semakin memuncak ketika melihat Mas Agus enak-enakan masih mendengkur. Orang ini. Lama-lama bikin mu*k saja. Kerjaannya cuma makan dan tidur. Aku menuju kamar mandi mengambil air satu gayung. "Banguuuun." Menyiram kepala Mas Agus."Riniiii. Apa-apaan kamu. Kur*ng aj*r sama suami." Mas Agus bangun sembari mengusap wajahnya yang basah."Kamu itu yang kur*ng aj*r. Gara-gara foto tidak jelas itu. Aku kena masalah besar."Masalah besar apa?" tanya'nya santai."Aku dipermalukan di depan Pak RT, Bu RT dan juga ibu-ibu lain oleh mantan kamu itu.""Masa' kamu kalah lagi sama dia. Balas, dong. Gantian h*j*r. Begini," Mas Agus berlagak bak pendekar memberi contoh gerakan mirip orang kesurupan."Balas-balas. Kamu tahu, siapa pria yang ada di foto itu.""Ya mana aku tahu. Yang pasti pelanggannya Ning.""Dia pemilik perusahaan Wijaya Angkasa."Mas Agus langsung melo
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)Bukan mau suudzon, tapi kenapa aku merasa kedatangan Rini dan Mas Agus ada sesuatu yang tidak baik. Mengamati kantong plastik berisi baso yang diberikan Rini."Kenapa, Sit?""Siti merasa aneh dengan kedatangan mereka yang tiba-tiba nengokin Zizah, Mbok. Padahal setelah bercerai, Mas Agus tidak pernah peduli pada anaknya 'kan.""Mungkin karena masalah kemarin, Rini jadi sadar, Sit. Terus dia mau membuka lembaran baru pada keluarga kita.""Semoga saja memang begitu, Mbok."Aku langsung membuka baso tersebut ketika sudah berada di dalam. Kalau dingin nanti kurang enak."Bapak beliin kita baso, ya, Mak?""Iya, Zah. Ayo dimakan!" Menyodorkan mangkok berisi baso dengan mie campur. "Ini punya Simbok. Zizah makan dulu sama Mbah. Emak mau ganti baju." Pulang jualan cilok, aku lebih sering mandi di rumah Bu Anggit. Sekalian mengembalikan gerobak. Sampai rumah tinggal ganti baju.Selesai ganti baju, aku keluar kamar untuk makan bersama s