Siti, warga RT 01 yang selalu dipandang sebelah mata. Bahkan saat acara piknik RT, dia dan anaknya tidak terdaftar. Tidak sampai di situ saja, Siti pun harus menghadapi perlakuan jahat dari mantan suami--Agus dan istri barunya--Rini. Serta para tetangga julid. Siti difitnah dengan sangat kejam.
View MoreTIDAK ADA NAMAKU
(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)Menggandeng tangan Azizah sambil mencari tempat duduk yang kosong. Menatap bangku satu ke bangku lainnya, dari belakang sampai depan. Tapi aku tidak menemukan satu bangku pun yang tersisa.Berjalan menghampiri Bu RT yang duduk di belakang sopir bus. "Bu, maaf, saya tidak kebagian tempat duduk," terangku.Bu RT menatapku datar. "Lho, Mbak Siti 'kan memang tidak terdaftar di acara piknik RT. Wajar kalau tidak mendapatkan tempat duduk.""Kok begitu, Bu. Saya 'kan juga warga RT 01.""Tapi kamu 'kan tidak pernah ikut kumpulan RT. Jadi kami semua sepakat kalau kamu tidak didaftar," sambung Bu Rita–pemilik warung kelontong tak jauh dari rumahku."Meski saya selalu absen kumpulan RT, tapi saya tetap bayar kas, nabung dan bayar iuran lainnya, Bu."Karena keadaan'lah yang membuatku tidak bisa ikut berbagai kegiatan serta guyup rukun seperti warga lainnya. Waktuku habis untuk mencari rupiah dengan menjadi tukang buruh cuci di perumahan dan berjualan cilok keliling dari jam dua siang sampai malam. Semua kulakukan agar kebutuhan tercukupi.Di mana suamiku? Aku sudah berpisah dengannya ketika Azizah baru berumur satu tahun. Kini Mas Agus–mantanku tersebut telah menikah dengan Rini–perempuan yang tak lain tetangga kami masih satu RT. Mereka memadu kasih disaat aku sedang hamil.Awalnya aku masih berusaha sabar mempertahankan rumah tangga kami demi anak. Tapi ternyata apa yang kulakukan salah. Justru semakin bersabar, harga diriku semakin diinjak oleh dua manusia tak punya hati."Memangnya kamu nitip sama siapa? Tidak ada catatan yang menunjukkan kamu selalu bayar, tuh," tanya Bu RT."Saya nitip sama Mbak Narti. Iya 'kan Mbak. Saya selalu nitip uang RT-nan." Aku menoleh ke arahnya."Lhoh, kok bawa-bawa saya. Mbak Siti jangan cari masalah deh. Ngga, Bu RT. Saya tidak pernah dititipin uang sama dia."Astaghfirullah, kenapa Mbak Narti mengelak? Padahal jelas-jelas aku selalu titip sama dia. Karena tidak mungkin membayarkan langsung pada bendahara RT yang tak lain Rini. Hubungan kami memang tidak baik.Bukan karena aku sakit hati dia merebut Mas Agus. Tapi karena dia selalu merendahkan'ku dengan hinaan dan cacian yang selalu terlontar dari bibirnya."Kapan berangkat pikniknya kalau sibuk ngurusi satu orang ngga penting," celetuk Mas Agus yang membuatku mengalihkan pandangan ke arahnya."Aku memang tidak penting, tapi setidaknya mata kamu tidak buta untuk anak yang aku gandeng.""Drama. Mau kamu apa, Sit? Bikin masalah saja. Kami semua ini mau senang-senang. Eh … malah diajak ribut. Kalau memang tidak terdaftar, ya, terima saja. Cepetan turun dari bus!" sambung Rini.Semua orang memandangku dengan berbagai ekspresi."Nak, kita turun, ya. Nanti jalan-jalan sama Emak ke taman perumahan.""Zizah ngga jadi naik bus, Mak?" tanyanya begitu polos dengan ucapan khas seorang anak-anak."Jadi, Nak. Tapi tidak sekarang," jawabku menahan sesak di dada. Dari semalam Zizah sangat antusias menanti hari ini tiba. Dia melontarkan banyak pertanyaan padaku. Sampai-sampai tidur larut malam karena saking tidak sabarnya."Zizah ngga ikut piknik, Zizah ngga ikut piknik." Terlontar ucapan berkali-kali dari teman-teman sebayanya.Mata Zizah mulai mengembun mendengar hal tersebut. Aku segera menuntunnya keluar dari bus."Nak, kamu pengen jajan apa? Emak beliin. Es krim? Donat? Zizah bilang saja!" Aku berusaha menghibur bocah umur empat tahun tersebut agar tidak sedih.Dia menggelengkan kepala. "Zizah 'kan sudah punya jajan, Mak." Dia menunjukkan kantong plastik berisi makanan ringan yang dibeli kemarin. Jajanan tersebut tadinya untuk bekal saat piknik.Aku segera memeluk erat Zizah. Mengangkat wajah agar bulir bening yang sudah membendung di pelupuk mata tidak jatuh.Salahku, kenapa tidak konfirmasi dulu soal ini, yang ada jadi mengecewakan Azizah. Kasihan dia.Maafin, Emak, Zizah. Karena Emak belum bisa membahagiakan kamu. Tapi Emak janji, suatu saat nanti, Emak bisa mewujudkan apapun yang menjadi keinginan kamu, Nak.BersambungTIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)Kurang lebih tiga puluh menit perjalanan, kami pun sampai di sebuah masjid yang tak jauh dari tempat resepsi akan digelar. Kami disambut hangat oleh keluarga Pak Baskoro yang ada di luar masjid. Memang aku belum mengenal semua keluarga beliau. Hanya beberapa saja yang aku tahu. Karena Aarav pernah mengajakku. Pak Baskoro dan Aarav sendiri sudah menunggu di dalam beserta penghulu dan beberapa saksi. Pak RT, Bu RT, serta rombongan yang datang tidak lama setelah kami langsung menghampiri. Pun dengan Mbak Dira. Sedangkan perias langsung menuju tempat resepsi. Kami semua sama-sama masuk ke dalam masjid karena ijab qobul sebentar lagi dimulai. Doa serta salam tidak lupa kami ucapkan. Serentak semua orang yang ada di dalam masjid pun menjawab salam dari kami. Aku merasa semua tatapan mengarah padaku yang membuat jantung ini berdegup semakin cepat.Kini aku telah duduk di samping Aarav. Sedikitpun tidak berani menatapnya. Pandangan
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Kok bisa, ya. Pria seperti Aarav suka sama kamu, Sit. Mana janda pula. Memangnya dia tidak bisa cari perempuan yang sepadan apa." Sepanjang perjalanan pulang dari butik, Mbak Tiwi bicara tanpa henti. Aku sampai merasa tidak enak hati dengan sopir keluarga Pak Baskoro yang mengantar kami. "Jodoh tidak ada yang tahu. Semua rahasia Allah. Harusnya kamu ikut bahagia karena adik iparmu mendapat calon suami yang baik seperti Nak Aarav," jawab simbok."Tapi Tiwi masih tidak habis pikir. Sampai sekarang rasanya tidak percaya kalau Siti mau menikah sama anak orang kaya.""Memangnya kenapa, Mbak? Ada yang salah?" sahutku yang dari tadi sudah berusaha diam. "Aku yang anak juragan beras malah cuma dapet suami ngga punya apa-apa," celetuk Mbak Tiwi membuat Mas Agus yang duduk di depan langsung menoleh ke arah belakang. "Maksud kamu apa bicara seperti itu, Dek?"Mbak Tiwi melengos memalingkan wajah ke arah jalan. Dia tidak menggubris uc
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)Berusaha memupus rasa takut, bimbang dan kekhawatiran yang selama ini kurasakan. Dengan mengucap Basmallah, aku pun memberi sebuah jawaban.Setelah memohon petunjuk pada Allah. Akhirnya aku memantapkan hati untuk melanjutkan hubungan bersama Aarav ke jenjang yang serius yaitu pernikahan. "Alhamdulillah." terucap rasa syukur dari simbok, Pak Baskoro dan Aarav. Senyum mengembang membingkai bibir mereka."Soal pernikahan ini, Ibu dan kamu tidak perlu khawatir. Saya akan mengurus semuanya," terang Pak Baskoro pada kami.—------------Aku dan simbok datang ke rumah Mas Antok dan Mbak Tiwi untuk memberi kabar. Karena nantinya Mas Antok juga akan menjadi wali'ku–pengganti bapak."Apa, Mbok. Siti mau menikah?""Sudah kuduga, pasti mau menikah siri dengan Agus 'kan," sahut Mbak Tiwi sebelum simbok menjawab."Astaghfirullah, Wi. Jaga ucapan kamu. Adikmu mau menikah dengan anaknya Pak Baskoro–Aarav.""Pak Baskoro? Baskoro … Aarav …," Mas
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Cuiihh …." Rini mencibirkan bibir ketika bertemu denganku saat berangkat kerja. Hari ini hari pertama aku kembali kerja di tempat Bu Anggit setelah tiga bulan digantikan Rini. Tadi malam beliau menelepon. "Nyosor terus sama suami orang," ucapnya sambil berjalan"Biarin saja, Sit, penyakit hatinya ngga sembuh-sembuh tuh orang."Alhamdulillah, sekarang warga RT 01 beserta Bu RT bersikap sangat baik padaku. Hanya Rini saja yang tidak berubah. Entah apa maunya.Baru juga menarik napas panjang atas sikap Rini. Mas Agus tiba-tiba nongol dan mengikuti langkahku. "Mana mungkin seorang pengusaha kaya membiarkan calon mantunya jalan kaki dan kerja keras menjadi buruh cuci serta jualan cilok. Ini sudah menunjukkan kalau dia hanya omong kosong. Sudahlah, Sit. Mendingan kita memperbaiki hubungan yang pernah hancur. Kita mulai dari awal, membuka lembaran baru dan hidup bahagia bersama Zizah," ucapnya panjang lebar. Sekalipun aku tidak m
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Tambah apa lagi, Mas? Biar ngga bolak-balik belinya," tanyaku pada Mas Agus yang sehari ini sudah tiga kali datang membeli pecel. Sebenarnya aku merasa kurang nyaman, tapi namanya pembeli harus dilayani sebaik mungkin."Cantik," celetuknya."Apa, Mas?""Kamu sekarang kok semakin cantik, Sit. Berubah drastis. Penampilan kamu juga.""Maaf, ya, Mas. Kalau sudah tidak ada yang dipesan, mending Mas Agus segera pulang.""Kenapa? Sekarang kita 'kan sama-sama single.""Maksud Mas Agus bicara seperti itu apa?""Aku tahu, kamu khawatir 'kan kalau sampai Rini tahu aku di sini.""Bukan khawatir, lebih tepatnya aku malas terseret dalam masalah kalian. Lagipula kamu belum resmi bercerai secara hukum, Mas.""Kalau sudah resmi bercerai secara hukum, apa boleh mendekati kamu lagi?"Semakin ditanggapi, Mas Agus semakin ngelantur bicaranya. "Siti sudah punya calon suami. Jadi jangan ganggu anak Simbok." Lagi-lagi simbok memberitahu hal tersebu
TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Apa benar, Sit, kamu penyebab perceraian Rini dengan Agus?" ucap Mbak Tiwi yang datang dan langsung menuduhku."Maksud kamu apa, Wi? Kenapa bilang begitu.""Rini sudah cerita semua sama Tiwi, Mbok. Katanya dia diceraikan Agus gara-gara Siti.""Gara-gara aku kenapa, Mbak? Mereka cerai tidak ada sangkut pautnya dengan Siti, Mbak.""Halah, Rini itu sampai nangis-nangis lho cerita sama aku.""Wi … Wi. Dari dulu sampai sekarang, selalu saja berpikiran tidak baik sama keluarga sendiri." Simbok mengusap dada. "Bilang sama Rini, jangan pernah menuduh Siti seperti itu. Karena Siti sudah memiliki calon suami," terang simbok.Mbak Tiwi tertawa. Entah perkataan simbok mana yang menurutnya lucu. "Mbok, Mbok. Sudah tua jangan suka bohong. Calon suami dari mana."Aku memang belum cerita pada Mas Antok dan Mbak Tiwi soal Pak Baskoro yang melamarku. Menggelengkan kepala ke arah simbok agar tidak meneruskan pembicaraan tersebut. "Biar, Sit.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments