แชร์

Bab 4

ผู้เขียน: Emylia Arkana Putra
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-08-25 20:47:25

TIDAK ADA NAMAKU

(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)

Hari ini aku akan disibukkan dengan rutinitas seperti biasanya. Setelah kemarin dua hari tidak kerja. Sebenarnya tidak tega meninggalkan simbok yang belum sembuh. Tapi namanya buruh ikut orang, tidak bisa sesuka hati.

Hari ini Zizah memang tidak ikut. Dia aku suruh nungguin simbok. Dari semalam sudah aku wanti-wanti agar tidak bermain.

Saat berangkat, berjalan melewati ibu-ibu yang sedang belanja. Mereka memandangku dengan tatapan aneh. Entah ada hal apa lagi. Tapi aku tetap berusaha menyapa mereka.

"Ibu-ibu … cepetan pulang! Nanti suaminya disamperin perempuan ngga bener lho." Tiba-tiba saja Rini muncul yang entah datangnya dari mana. Aku juga tidak tahu maksud dia bicara seperti itu.

Ibu-ibu yang tadi berkerumun belanja, seketika bubar.

"Cepetan, nanti suami kita digodain janda," celetuk salah satu seseibu–Bu Nur yang lewat di depanku.

"Bu, tunggu!" panggilku, menyusul langkahnya.

Dia menatapku sinis. "Ada apa?" tanya Bu Nur ketus.

"Maaf sebelumnya, tadi kenapa Bu Nur bicara seperti itu, ya, di depan saya? A-pa saya ada salah sama Ibu?"

"Eh, Sit. Kamu itu 'kan janda. Harusnya sebagai janda bisa jaga diri. Jangan malah godain suami orang. Ibu-ibu RT 01 'kan jadi tidak tenang," jawabnya membuatku mengernyitkan kening. Jujur, aku belum paham.

"Godain suami orang? Memangnya selama saya menjadi janda, pernah godain suami Bu Nur? Saya tahu, bagaimana harus bersikap sebagai perempuan, apalagi dengan status janda yang sebagian orang berpikiran sempit akan memandang sebelah mata. Salah satunya seperti Bu Nur ini."

"Kalau bisa jaga diri, ngapain pagi-pagi sudah godain Mas Agus dan Pak RT?"

"Saya? Godain Mas Agus dan Pak RT? Ibu dengar dari siapa? Kalau tidak tahu yang sebenarnya, jangan mudah percaya, Bu. Jadinya fitnah lho."

"Dia itu sekarang memang pintar bicara, Bu Nur. Makanya pinter juga ngerayu suami orang." Dari belakang terdengar ucapan dari seseorang yang sudah bisa kutebak siapa.

Aku sengaja tidak menoleh, biar dia datang menghampiri.

Menatapnya dan hanya bisa mengulas senyum ketika Rini sudah berdiri di hadapanku. Selama ini simbok selalu menyuruhku sabar dan nerimo saat ada orang yang berbuat tidak baik. Tapi sepertinya, kesabaranku menghadapi warga RT 01 tidak akan berlaku lagi. Mereka memang harus dilawan. Terutama warga seperti Rini.

"Lagi-lagi kamu mengumbar fitnah tentangku. Heran. Maunya apa?"

"Memang kemarin pagi kamu mendatangi Mas Agus 'kan? Coba kalau ngga ada aku. Pasti sudah merayunya."

"Sepertinya otak kamu sudah geser, ya, Rin. Jelas-jelas aku datang untuk meluruskan masalah soal uang RT yang tidak kamu catat. Lagian, untuk apa aku merayu Mas Agus. Aku saja lebih memilih melepas dia. Dan untuk Bu Nur, mulailah menjadi warga yang cerdas."

Aku melenggang santai meninggalkan mereka.

"Sitii … urusan kita belum selesai, janda g*t*l," teriak Rini.

Aku heran kenapa Rini sangat membenciku. Harusnya 'kan aku karena dia sudah menjadi pelakor di rumah tanggaku dengan Mas Agus.

-

"Cilok … cilok …. Cilok lembut dengan isi berbagai varian," ucapku sedikit teriak sambil mendorong gerobak. Pekerjaan yang aku lakukan setelah menyelesaikan pekerjaan pertama, buruh cuci.

"Mbak Siti, cilok," panggil salah satu pekerja toko yang sudah menjadi pelanggan. Aku pun segera menepikan gerobak tak jauh dari tempat dia bekerja.

"Dua hari kok ngga kelihatan, Mbak? Kemarin banyak yang nanyain," terangnya.

"Saya libur, Mbak. Simbok sakit."

"Mbak, mau ciloknya," ucap seorang bapak, lalu beliau duduk di pinggir. Menunggu.

Aku memberitahu beberapa varian isi cilok pada beliau agar bisa memilih. Tapi beliau hanya diam saja. Pandangannya pun terlihat kosong menatap ke arah jalan.

"Pak, Bapak tidak apa-apa?" tanyaku sampai tiga kali mengulang dan baru direspon.

"O-oh maaf-maaf. Ciloknya sudah jadi?" tanya'nya.

"Belum saya buatkan, Pak. Karena tadi Bapak tidak menjawab saat saya tanya ciloknya mau yang isi apa."

"Astaga … maaf sekali, Mbak." Bapak tersebut melepas kaca mata yang dikenakan dan mengusap wajah dengan kedua tangannya.

Kalau dilihat dari penampilannya, beliau sepertinya orang berada. Tapi kenapa jajan cilok di pinggiran seperti ini? Memang tidak ada yang salah, aku hanya heran saja.

Akhirnya aku duduk di samping beliau dengan menjaga jarak. Rasanya tidak sopan kalau tetap berdiri di depan beliau.

"Bapak baik-baik saja 'kan?"

Beliau menoleh dan tersenyum. "Apa saya terlihat tidak baik-baik saja? Sampai Mbak mengajukan pertanyaan seperti barusan?"

"Ma-maaf, bukan maksud saya lancang. Cuma … raut wajah Bapak menunjukkan ada beban."

Bapak tersebut tertawa terpingkal sampai terbatuk. Entah kata-kata mana yang lucu.

"Mbak itu mengingatkan saya dengan seseorang."

"Seseorang?"

"Iya, seseorang yang sangat berarti dalam hidup saya dan selalu membuat saya bisa tertawa lepas."

Di tengah-tengah obrolan kami, beliau mendapat telepon. Beliau langsung berdiri menjauh dariku.

"Anak itu, selalu saja bikin ulah. Saya akan segera pulang." Sebuah jawaban yang kudengar.

"Maaf, Mbak. Saya tidak jadi beli ciloknya. Mungkin lain kali kalau kita bertemu lagi. Terima kasih karena sudah membuat otot di wajah saya tidak kaku lagi dengan pertanyaan yang membuat saya tertawa."

Bapak yang aku tidak tahu dia siapa masuk ke dalam mobil berwarna putih yang terparkir beberapa langkah dari tempatku berdiri.

-

"Assalamu'alaikum."

Tidak berapa lama Zizah muncul dari balik pintu. "Wa'alaikumsalam, Mak." Dia mencium punggung tanganku.

Aku sedikit berjongkok. "Emak ada jajan untuk Zizah." Aku memberikan sebungkus roti bakar rasa cokelat kesukaannya.

"Terima kasih, Mak." Zizah lari sambil memanggil neneknya. "Mbah, Zizah dibeliin roti bakar."

Aku mengikuti langkah Zizah masuk ke dalam kamar simbok.

"Assalamu'alaikum, Mbok."

"Wa'alaikumsalam. Kok sudah pulang, Sit?"

"Iya, Mbok."

Hari ini memang pulang lebih awal dari biasanya. Tadi cilok yang aku jual habis lebih cepat.

"Ini Siti bawa nasi bungkus sama buah jeruk untuk Simbok."

"Kamu tidak usah beli apa-apa untuk Simbok. Uangnya untuk keperluan yang lain saja."

"Keperluan yang lain besok pasti ada rezeki lagi, Mbok. Yang penting Simbok cepat sehat."

"Simbok bikin kamu susah, ya, Sit."

"Bikin susah apanya, sih, Mbok. Justru Siti yang minta maaf karena belum bisa membahagiakan orang tua. Sampai Bapak sudah meninggal."

"Jangan bicara seperti itu. Kamu itu anak yang baik, Sit. Berbakti."

"Insyaa Allah, Mbok."

Aku menatap Zizah yang tiba-tiba diam.

"Zizah … kok tidak dimakan rotinya?"

"Mak, Zizah ngga punya Bapak, ya, Mak?" Pertanyaan Zizah membuat dadaku bergetar.

"Kok Zizah bilang begitu? Bapaknya Zizah, ya, Bapak Agus."

Zizah menggelengkan kepala.

Aku dan simbok menatap satu sama lain.

"Tadi, Zizah panggil Bapak, tapi Zizah dibentak sama Ibu Rini."

"Dibentak? Oh … Ibu Rini tidak bentak Zizah. Dia memang suaranya besar." Berusaha menjelaskan sebisaku.

"Tadi begini, Mak." Zizah memperagakan Rini.

Apa? Rini tega berkata seperti itu pada anak kecil. Dia juga menjewer Zizah?

Kali ini Rini benar-benar sudah kelewat batas.

"Sit, maafin Simbok karena tidak bisa menjaga Zizah."

Bersambung

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • TIDAK ADA NAMAKU   Bab 25 TAMAT

    TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)Kurang lebih tiga puluh menit perjalanan, kami pun sampai di sebuah masjid yang tak jauh dari tempat resepsi akan digelar. Kami disambut hangat oleh keluarga Pak Baskoro yang ada di luar masjid. Memang aku belum mengenal semua keluarga beliau. Hanya beberapa saja yang aku tahu. Karena Aarav pernah mengajakku. Pak Baskoro dan Aarav sendiri sudah menunggu di dalam beserta penghulu dan beberapa saksi. Pak RT, Bu RT, serta rombongan yang datang tidak lama setelah kami langsung menghampiri. Pun dengan Mbak Dira. Sedangkan perias langsung menuju tempat resepsi. Kami semua sama-sama masuk ke dalam masjid karena ijab qobul sebentar lagi dimulai. Doa serta salam tidak lupa kami ucapkan. Serentak semua orang yang ada di dalam masjid pun menjawab salam dari kami. Aku merasa semua tatapan mengarah padaku yang membuat jantung ini berdegup semakin cepat.Kini aku telah duduk di samping Aarav. Sedikitpun tidak berani menatapnya. Pandangan

  • TIDAK ADA NAMAKU   Bab 24

    TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Kok bisa, ya. Pria seperti Aarav suka sama kamu, Sit. Mana janda pula. Memangnya dia tidak bisa cari perempuan yang sepadan apa." Sepanjang perjalanan pulang dari butik, Mbak Tiwi bicara tanpa henti. Aku sampai merasa tidak enak hati dengan sopir keluarga Pak Baskoro yang mengantar kami. "Jodoh tidak ada yang tahu. Semua rahasia Allah. Harusnya kamu ikut bahagia karena adik iparmu mendapat calon suami yang baik seperti Nak Aarav," jawab simbok."Tapi Tiwi masih tidak habis pikir. Sampai sekarang rasanya tidak percaya kalau Siti mau menikah sama anak orang kaya.""Memangnya kenapa, Mbak? Ada yang salah?" sahutku yang dari tadi sudah berusaha diam. "Aku yang anak juragan beras malah cuma dapet suami ngga punya apa-apa," celetuk Mbak Tiwi membuat Mas Agus yang duduk di depan langsung menoleh ke arah belakang. "Maksud kamu apa bicara seperti itu, Dek?"Mbak Tiwi melengos memalingkan wajah ke arah jalan. Dia tidak menggubris uc

  • TIDAK ADA NAMAKU   Bab 23

    TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)Berusaha memupus rasa takut, bimbang dan kekhawatiran yang selama ini kurasakan. Dengan mengucap Basmallah, aku pun memberi sebuah jawaban.Setelah memohon petunjuk pada Allah. Akhirnya aku memantapkan hati untuk melanjutkan hubungan bersama Aarav ke jenjang yang serius yaitu pernikahan. "Alhamdulillah." terucap rasa syukur dari simbok, Pak Baskoro dan Aarav. Senyum mengembang membingkai bibir mereka."Soal pernikahan ini, Ibu dan kamu tidak perlu khawatir. Saya akan mengurus semuanya," terang Pak Baskoro pada kami.—------------Aku dan simbok datang ke rumah Mas Antok dan Mbak Tiwi untuk memberi kabar. Karena nantinya Mas Antok juga akan menjadi wali'ku–pengganti bapak."Apa, Mbok. Siti mau menikah?""Sudah kuduga, pasti mau menikah siri dengan Agus 'kan," sahut Mbak Tiwi sebelum simbok menjawab."Astaghfirullah, Wi. Jaga ucapan kamu. Adikmu mau menikah dengan anaknya Pak Baskoro–Aarav.""Pak Baskoro? Baskoro … Aarav …," Mas

  • TIDAK ADA NAMAKU   Bab 22

    TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Cuiihh …." Rini mencibirkan bibir ketika bertemu denganku saat berangkat kerja. Hari ini hari pertama aku kembali kerja di tempat Bu Anggit setelah tiga bulan digantikan Rini. Tadi malam beliau menelepon. "Nyosor terus sama suami orang," ucapnya sambil berjalan"Biarin saja, Sit, penyakit hatinya ngga sembuh-sembuh tuh orang."Alhamdulillah, sekarang warga RT 01 beserta Bu RT bersikap sangat baik padaku. Hanya Rini saja yang tidak berubah. Entah apa maunya.Baru juga menarik napas panjang atas sikap Rini. Mas Agus tiba-tiba nongol dan mengikuti langkahku. "Mana mungkin seorang pengusaha kaya membiarkan calon mantunya jalan kaki dan kerja keras menjadi buruh cuci serta jualan cilok. Ini sudah menunjukkan kalau dia hanya omong kosong. Sudahlah, Sit. Mendingan kita memperbaiki hubungan yang pernah hancur. Kita mulai dari awal, membuka lembaran baru dan hidup bahagia bersama Zizah," ucapnya panjang lebar. Sekalipun aku tidak m

  • TIDAK ADA NAMAKU   Bab 21

    TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Tambah apa lagi, Mas? Biar ngga bolak-balik belinya," tanyaku pada Mas Agus yang sehari ini sudah tiga kali datang membeli pecel. Sebenarnya aku merasa kurang nyaman, tapi namanya pembeli harus dilayani sebaik mungkin."Cantik," celetuknya."Apa, Mas?""Kamu sekarang kok semakin cantik, Sit. Berubah drastis. Penampilan kamu juga.""Maaf, ya, Mas. Kalau sudah tidak ada yang dipesan, mending Mas Agus segera pulang.""Kenapa? Sekarang kita 'kan sama-sama single.""Maksud Mas Agus bicara seperti itu apa?""Aku tahu, kamu khawatir 'kan kalau sampai Rini tahu aku di sini.""Bukan khawatir, lebih tepatnya aku malas terseret dalam masalah kalian. Lagipula kamu belum resmi bercerai secara hukum, Mas.""Kalau sudah resmi bercerai secara hukum, apa boleh mendekati kamu lagi?"Semakin ditanggapi, Mas Agus semakin ngelantur bicaranya. "Siti sudah punya calon suami. Jadi jangan ganggu anak Simbok." Lagi-lagi simbok memberitahu hal tersebu

  • TIDAK ADA NAMAKU   Bab 20

    TIDAK ADA NAMAKU(Aku Tidak Terdaftar di Acara Piknik RT)"Apa benar, Sit, kamu penyebab perceraian Rini dengan Agus?" ucap Mbak Tiwi yang datang dan langsung menuduhku."Maksud kamu apa, Wi? Kenapa bilang begitu.""Rini sudah cerita semua sama Tiwi, Mbok. Katanya dia diceraikan Agus gara-gara Siti.""Gara-gara aku kenapa, Mbak? Mereka cerai tidak ada sangkut pautnya dengan Siti, Mbak.""Halah, Rini itu sampai nangis-nangis lho cerita sama aku.""Wi … Wi. Dari dulu sampai sekarang, selalu saja berpikiran tidak baik sama keluarga sendiri." Simbok mengusap dada. "Bilang sama Rini, jangan pernah menuduh Siti seperti itu. Karena Siti sudah memiliki calon suami," terang simbok.Mbak Tiwi tertawa. Entah perkataan simbok mana yang menurutnya lucu. "Mbok, Mbok. Sudah tua jangan suka bohong. Calon suami dari mana."Aku memang belum cerita pada Mas Antok dan Mbak Tiwi soal Pak Baskoro yang melamarku. Menggelengkan kepala ke arah simbok agar tidak meneruskan pembicaraan tersebut. "Biar, Sit.

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status