Mendapatkan dukungan dari orangtuanya membuat Georgina yakin untuk tinggal di rumah besar Darren. Meskipun sebenarnya dia lebih nyaman tinggal seorang diri di unit apartemennya namun setelah berpikir lagi akhirnya dia setuju. Paling tidak sampai anaknya lahir. Gina pasti membutuhkan mereka. Dia masih buta tentang kehidupan wanita hamil, apalagi tidak ada pasangan yang akan mendampinginya.
Setelah dua hari tinggal bersama di apartemen, Gina akan mengantar ibunya ke bandara. Brittany akan kembali ke Shadowfall tanpa putrinya.
“Nona, Tuan Moore meminta saya untuk mengangkut barang-barang Anda ke rumahnya,” ucap seorang pria. Dia adalah kurir yang ditugaskan Darren untuk memindahkan barang-barang Georgina..
“Hanya dua koper dan dua kotak besar saja.” Gina menunjukkan barang-barang yang telah dia letakkan di ruang tamu. Dia hanya membawa barang-barang yang dia perlukan karena setelah anaknya lahir dia pasti akan kembali ke apartemennya.
Pria itu memanggil rekannya dan mereka mengambil barang-barang itu. “Kami akan mengantar ini ke rumah Tuan Moore. Tolong tanda tangan di sini, Nona.” Pria itu memberikan bukti serah terima sebelum dia memindahkan barang-barang Georgina.
***
Brittany memeluk putrinya sangat erat. Dia tidak bisa menahan air matanya untuk tidak mengalir deras di wajahnya. Dia begitu berat meninggalkan putrinya, namun dia juga tidak bisa meninggalkan tanggung jawab di pekerjaannya. Banyak orang yang bergantung padanya di Shadowfall.
“Ma, aku akan baik-baik saja di sini. Papa dan Lia pasti akan menjagaku dengan baik.” Georgina menenangkan ibunya meski sebenarnya dia pun sedang tidak baik-baik saja sekarang.
“Kamu harus janji akan baik-baik saja. Kamu pun harus menelepon mama setiap hari. Mama akan usahakan datang setiap dua minggu sekali. Pokoknya kamu harus baik-baik saja.”
“Iya, Mama. Aku pasti akan baik-baik saja.”
Brittany menyeka air matanya, dia melambaikan tangan sebelum masuk.
Tidak melihat ibunya lagi, Georgina segera pergi ke toilet. Di dalam kamar kecil itu dia menangis sambil menutup mulutnya agar suaranya tidak terdengar oleh orang lain. Sangat sakit, itulah yang Georgina rasakan sekarang. Georgina mendengar orang lain masuk ke kamar mandi, dia pun menyeka air matanya dan keluar dari ruangan kecil itu. Dia bercermin sambil membasuh tangannya, memastikan jika orang lain tidak akan mengetahui tangisannya sekarang.
Georgina membasuh wajahnya, merias wajahnya dengan bedak dan mewarnai bibirnya dengan lipstik.
***
Mobil Georgina memasuki halaman rumah Darren. Sebelum turun dari mobilnya, dia memperhatikan wajahnya di cermin. Yakin jika dia bisa menunjukkan kegembiraan, Georgina mengembuskan napas untuk menarik keberanian yang sempat pergi dari dirinya.
Georgina masuk ke rumah, ternyata ayahnya dan Lia sudah menunggu di ruang tamu. Melihat putrinya, Darren bangkit dan langsung memeluknya. Sebagai pria, dia tidak terlalu peka tentang apa yang dirasakan Georgina sekarang, namun dia yakin putrinya sedang tidak baik-baik saja sekarang.
“Aku ngantuk, Pa. Bisakah aku istirahat sekarang?” ucap Georgina dan Darren melepaskan pelukannya.
Lia juga bangkit dari sofa dan dia memeluk putri kandung suaminya. Sudah lama mereka meminta Gina tinggal bersama mereka, namun wanita itu selalu menolak tawaran dari mereka. Dari pernikahan Darren, mereka tidak memiliki anak. Meskipun begitu Darren tetap bahagia dengan Lia karena istrinya tidak sibuk dengan kariernya.
“Pelayan sedang menata barang-barangmu di kamar barumu. Untuk sementara kamu tidur di kamar tamu dulu. Nanti aku akan memanggilmu saat kamarmu sudah layak untuk ditempati,” ucap Lia.
“Terima kasih, Lia. Kamu baik sekali.”
“Iya, sayang.”
Lia mengantar Gina ke salah satu kamar tamu. “Apa kamu baik-baik saja dengan aroma ruangannya? Aku tidak tahu aroma kesukaanmu jadi aku menyamakan dengan aroma di kamar kami.”
“Tidak apa-apa. Kehamilanku tidak menolak aromanya,” jawab Gina tersenyum. Sebenarnya dia tidak terlalu menyukai pewangi ruangannya namun dia sungkan untuk jujur kepada ibu tirinya.
“Kamu pasti haus. Aku akan mengambilkan air minum untukmu.”
Georgina terlentang di atas ranjang setelah Lia meninggalkan kamar tamu. Dia menatap langit-langit kamar berwarna putih sambil memikirkan banyak hal. “Apa aku sanggup menjadi single parent?” dia bergumam sendiri.
Tidak puas terlentang, Georgina duduk dan bersandar di kepala ranjang. Dia mengusap perutnya dan menjadikan kehadiran anaknya sebagai kekuatan untuk bertahan. “Aku pasti bisa. Sesulit apa pun yang akan aku hadapi, aku pasti melewatinya. Aku tidak akan mundur demi anakku.”
***
Delapan bulan kemudian,
Karena berbagai faktor, dokter menyarankan Georgina untuk melakukan operasi sesar. Setelah proses operasi selesai, bayi pun sudah dibersihkan, perawat datang dengan senyuman di wajahnya. “Dia sangat tampan.” Wanita itu membaringkan bayi tampan itu di samping Georgina. Wajahnya masih merah, dan tubuhnya masih sangat lemah.
Georgina meneteskan air mata ketika melihat bayi kecil di sampingnya. Ini masih seperti mimpi baginya. Selama sembilan bulan lebih, satu nyawa berdiam di dalam rahimnya. Ini adalah sebuah keajaiban di saat banyak wanita di luar sana yang berjuang untuk mendapatkan anak.
Georgina dengan hati-hati mencium kepala bayinya. “Aku akan menjagamu dengan baik. Aku akan memberikan yang terbaik untuk masa depanmu. Tapi, maafkan mama karena tidak bisa memberikan seorang ayah untukmu.”
Pintu terbuka, Darren dan Lia langsung masuk. “Kami membawa makanan untukmu,” ucap Lia sambil meletakkan makanan di atas nakas.
“Di mana mama?” Gina menanyakan ibu kandungnya. Dua hari yang lalu Brittany sengaja datang setelah mengetahui jadwal melahirkan putrinya.
“Tany sedang pergi. Dia ingin membelikan kue kesukaanmu,” jelas Darren sambil melihat bayi laki-laki di samping putrinya. “Bisakah papa menggendongnya?” dia meminta izin dan Gina tersenyum.
“Tentu saja, Pa. Zion adalah cucu papa,” jawab Gina. Dia tersenyum meski terkadang air mata masih menetes dari sudut matanya. Gina masih terharu karena kehadiran bayinya. Apa pun yang terjadi, Gina akan semangat untuk menjalani kehidupannya.
“Zion?” sebuah suara muncul dari pintu. Brittany tersenyum dengan sebuah kotak kue di tangannya. “Jadi kau sudah memilih nama untuk putramu?” tanyanya.
“Zion Theodore Moore. Itu adalah namanya,” tambah Gina.
Brittany dan Lia melihat bayi mungil yang sedang digendong oleh Darren. Bayi itu begitu menggemaskan, membuat mereka semua bahagia.
“Selamat datang, Zion. Kami semua sangat menyayangimu,” ucap Brittany.
“Dia akan menjadi pangeran di keluarga kita,” balas Lia.
“Dia akan menjadi pewarisku,” tambah Darren.
Zion artinya titik tertinggi, Theodore artinya hadiah. Georgina menganggap jika Zion adalah hadiah terindah dan akan menjadi tujuan tertinggi dalam hidupnya. Apa pun yang akan Gina lakukan, tujuannya hanya untuk kebahagiaan putra tercintanya.
***
“Kenapa aku merasa ingin menangis sejak tadi?” tanya Joel pada dirinya sendiri. Dia sedang menghadap layar laptop namun sejak tadi dia tidak bisa mengumpulkan konsentrasinya. Laptop itu terabaikan karena dia bersedih tanpa tahu apa yang menyebabkan hatinya merasakan itu.
Joel menghubungi orangtuanya. Sudah hampir tiga bulan dia tidak mengunjungi mereka di Rosetown. Satu tahun yang lalu, Harold dan Diane memutuskan untuk pindah ke kota lain.
“Papa dan mama baik-baik saja, kan?” tanya Joel ketika wajah ibunya muncul di layar ponselnya. Dia pikir alasan kesedihannya adalah orangtuanya.
“Kami baik-baik saja, Joel.”
Joel memperhatikan Diane, memang dia tampak baik-baik saja sekarang. Lalu apa yang membuatnya bersedih? Pertanyaan itu mengganggu dan Joel tidak mendapatkan jawabannya.
Usai menemui dokter, Georgina mengajak Joel ke toko kue. Dia menginginkan kue coklat dan Joel mau mewujudkannya. Sopir telah menunggu mereka di depan rumah sakit. Joel tidak bisa menyetir tanpa SIM sementara dia tidak mengizinkan Georgina yang sedang hamil menyetir. Untung saja Gabriel berbaik hati, dia memberikan salah satu sopir dari kantornya untuk membantu mereka. “Kita akan mampir di toko kue,” ucap Joel pada sopir yang sedang membukakan pintu untuk mereka. “Baik, Tuan.” Hanya membutuhkan sepuluh menit, akhirnya mereka tiba di toko kue. Joel dan Georgina turun dari mobil, membiarkan sopir memarkir mobil di tempat yang telah tersedia. Karena ingin makan kue di tempatnya langsung, Joel mencari meja kosong untuk mereka. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” pelayan toko bertanya saat melihat Joel dan Georgina kebingungan. “Sepertinya semua meja sudah penuh tapi kami ingin makan kue di sini.” “Ada satu ruangan khusus di lantai tiga. Dari ruangan itu Anda bisa melihat pemand
Joel tidak bisa membendung kebahagiaannya. Dia memeluk Georgina sangat erat, mengalirkan semua kebahagiaannya kepada wanita itu. Joel tidak menyangka jika Brittany akan mengatakan hal itu, tetapi dia tahu Georgina tidak mungkin berbohong padanya. “Mama kamu tidak akan berubah pikiran, kan?” tanya Joel untuk memastikan, meskipun dia yakin hal itu tidak akan terjadi. Georgina tertawa melihat reaksi Joel. Dia pun sangat bahagia, akhirnya hubungan mereka mendapatkan restu dari Brittany. “Aku yakin mama tidak akan berubah pikiran, Jo. Aku sangat mengenalnya. Dia pasti sudah memikirkan ini dengan baik.” “Ya, aku tahu itu. Akhirnya aku mendapatkan restu dari ibumu.” “Aku ingin meyakinkan papa lagi, Jo. Kamu mau menemaniku, kan?” tanya Georgina, masih tersenyum sambil menyaksikan kebahagiaan Joel. “Tentu saja aku mau. Aku juga akan memberitahu orangtuaku tentang hal ini.” Joel sangat tidak sabar, dia ingin segera menikah dengan Georgina. “Sepertinya kita tidak perlu memberitah
Joel terkesiap saat melihat siapa yang berdiri di depan pintu rumah Georgina. Brittany datang ke Italia tanpa memberitahu siapa pun. Tentu saja Joel tidak keberatan, tetapi di sisi lain dia memikirkan orangtuanya yang menginap di rumah Georgina. “Kapan mama datang? Kenapa tidak memberitahu kami? apakah mama naik taksi?” hujan pertanyaan keluar dari mulut Joel, masih terkejut melihat calon ibu mertuanya. Seandainya Joel tahu, dia pasti menjemput Brittany di bandara. Brittany tak menjawab semua pertanyaan Joel. Dia masuk, reflek Joel menyingkir dan memberikan jalan padanya. Brittany menelusuri rumah itu dengan matanya, mulutnya tak berhenti memanggil Georgina dan Zion. “Ma, mereka sedang keluar bersama mama dan papa.” Joel memberitahu Brittany tetapi wanita itu masih mengabaikannya. Menganggap Joel tidak ada, Brittany masuk ke kamar Georgina. Ternyata benar, dia tidak menemukan putrinya di sana. Brittany pergi ke kamar tamu dan dia menemukan koper dan barang-barang milik Har
“Hari ini Anda sudah bisa pulang. Kehamilan Anda baik-baik saja, tidak perlu khawatir.” Dokter tersenyum setelah melakukan pemeriksaan terakhir terhadap Georgina. “Terima kasih, Dokter.” Georgina tersenyum ke arah Joel dan pria itu mengambil tangannya. “Apakah Gina bisa makan apa saja yang dia mau? dia tidak memiliki pantangan, kan?” tanya Joel. Dia khawatir wanitanya akan mengidam tetapi makanan yang dia inginkan tidak sesuai dengan anjuran dokter. “Tidak ada larangan, asalkan tetap makan dalam porsi yang wajar.” Gabriel masuk ke ruangan, Georgina terkejut melihatnya. Dia tidak memberitahu Gabriel apa pun tetapi pria itu mengetahui keberadaannya. “Mobil sudah menunggu di depan. Ayo turun!” ajak Gabriel, sepertinya dia sengaja datang untuk menjemput Georgina. “Dari mana kau tahu kalau aku ada di rumah sakit? Apakah Syera memberitahumu?” Georgina mencurigai asistennya. Kemungkinan besar hanya Syera yang memberitahu Gabriel. “Aku meminta Gabriel untuk menjemput kita. Aku
“Darren membutuhkan bukti, bukan kata-kata manis. Jika kau berhasil membuat Gina bahagia, aku yakin hatinya akan luluh. Selama ini Darren masih merasa bersalah karena perceraiannya dengan Brittany telah membuat dia berpisah dengan Gina. Darren hanya ingin melihat Gina menikah dengan pria yang bertanggung jawab, mencintai, dan bisa menjaga Gina seumur hidupnya. Dia tidak ingin Gina bercerai seperti dirinya.” Camelia memberikan saran kepada Joel.“Aku tidak akan bercerai dari Gina. Jika dia menginginkannya maka aku akan memakai ribuan cara untuk membatalkan keinginannya.”Camelia tersenyum sambil menepuk pundak Joel. “Darren dan Brittany ingin kau berjuang lebih keras karena mereka ingin kau menghargai Gina. Kelak, ketika kalian memiliki masalah besar, kalian tidak akan mudah menyerah karena perjuangan itu.”“Aku mengerti.”“Jangan menyerah, Joel. Suamiku memang keras kepala tapi sebenarnya dia memiliki hati yang lembut. Dia hanya takut orang-orang yang dia cintai tersakiti.
Sesampainya di rumah sakit, Darren buru-buru bertanya di mana ruangan Georgina Moore. “Terima kasih,” ucapnya setelah mendapatkan apa yang dia inginkan.Darren dan Camelia berjalan cepat, tidak mempedulikan Harold dan Diane yang mengikuti mereka. Sesampainya di ruangan, mereka melihat Joel sedang memperhatikan anak dan istrinya yang sedang tidur.“Bagaimana keadaan Gina?” tanya Darren, tiba-tiba melupakan kemarahannya kepada Joel. Kekhawatirannya pada Georgina mengalahkan kebenciannya pada mereka.“Pa, jangan terlalu berisik. Dokter mengatakan kalau Gina membutuhkan tidur nyenyak.” Joel menegur, tampak seperti anak menantu dan ayah mertua yang akrab.Darren berdiri di samping ranjang sambil melihat putri dan cucunya. “Apa yang terjadi? Kenapa Gina tiba-tiba dirawat di rumah sakit?” tanya Darren dengan suara yang lebih lembut dari sebelumnya. Dia masih mendengarkan teguran Joel meski tidak menyukainya.“Bisakah kita bicara di luar? Aku tidak ingin Gina terbangun karena suara kit
Dua hari telah berlalu tetapi Georgina masih bersikap dingin pada Joel. Tidak ada ciuman dan pelukan, bahkan mereka tidak tidur di kamar yang sama. Georgina ingin sampai batas mana Joel akan memperjuangkan dirinya. Diane dan Harold memilih tinggal di hotel karena mereka tidak mau membuat Georgina merasa tidak nyaman. Sejak kejadian di rumah Darren, Georgina masih bersikap dingin kepada mereka. Untuk menghindari kesalahpahaman yang lebih banyak, akhirnya mereka mengalah. Mungkin Georgina akan memaafkan saat mereka tidak memaksa. Georgina sedang duduk di depan cermin. Dia memperhatikan wajahnya sambil menghela napas. Pagi ini mereka akan bertemu dengan seorang terapis frekuensi darah, hal itu membuat jantung Georgina berdebar. Sebagai seorang ibu, dia hanya menginginkan yang terbaik untuk putranya. Lamunan Georgina menghilang saat ketukan pintu menyentuh telinganya. Georgina beranjak dari tempat duduknya, membuka pintu, dan menghela napas lagi saat melihat Joel di depannya.
Satu jam kemudian Georgina membuka matanya dan dia terkejut saat matanya bertemu dengan mata Joel. Dia hendak duduk tetapi Joel menahan tubuhnya. “Kamu masih mengantuk. Jangan meninggalkan ranjang ini.” “Aku harus pergi,” ucap Georgina tetapi Joel tetap menahan tubuhnya. “Kamu tidak bisa pergi tanpa izinku.” Joel harus bersikap tegas karena dia tidak mau melepaskan Georgina lagi. “Simpan kepercayaan dirimu untuk dirimu sendiri. Aku tidak mau mendengarnya.” Joel tertawa dan mendekatkan wajahnya ke wajah Georgina. “Aku sangat merindukanmu,” ucapnya dan segera mencium bibir Georgina. “Joel, aku tidak mau melihat wajahmu. Aku sangat membencimu.” Joel terkekeh mendengar kata-kata Georgina. “Aku tahu kamu sangat mencintaiku. Kamu hanya marah padaku.” Georgina hendak protes tetapi kata-katanya tertahan saat mereka mendengar suara dari pintu. Zion memukul pintu sambil memanggil mereka. “Joel, Zion memanggilku,” ucap Georgina, berharap Joel akan melepaskannya. “Zion tidak
Syera menghampiri Georgina yang masih meringkuk di sofa. Beberapa menit yang lalu Zion tertidur di sofa dan Syera memindahkannya ke kamar. Kesempatan itu pun dia gunakan untuk bertanya kepada Georgina. Awalnya Syera marah tetapi kemudian dia mencoba mengendalikan dirinya. “Apa kau yakin, Gina? Aku yakin Joel pasti panik dan mencarimu sekarang.” Georgina menggelengkan kepalanya. “Jangan memberitahunya, Syera. Aku belum siap untuk menemuinya. Ini terlalu menyakitkan.” Syera hanya bisa menghela napas, tidak bisa memaksa Georgina. “Istirahatlah. Kau harus memikirkan bayi yang ada di dalam perutmu.” Georgina mengusap perutnya dan dia menangis lagi. Georgina takut akan mengalami hal yang sama tetapi dia belum siap untuk menemui Joel. Melihat tangisan Georgina, Syera mendekat dan memeluknya. “Kau tidak sendirian, Gina. Kau memiliki keluarga dan aku akan selalu membantumu.” Georgina menangis di dalam pelukan Syera, mengeluarkan sakit hatinya melalui air mata. “Aku takut, Sy