Share

5. HADIRNYA ZION

Mendapatkan dukungan dari orangtuanya membuat Georgina yakin untuk tinggal di rumah besar Darren.  Meskipun sebenarnya dia lebih nyaman tinggal seorang diri di unit apartemennya namun setelah berpikir lagi akhirnya dia setuju.  Paling tidak sampai anaknya lahir.  Gina pasti membutuhkan mereka.  Dia masih buta tentang kehidupan wanita hamil, apalagi tidak ada pasangan yang akan mendampinginya.

Setelah dua hari tinggal bersama di apartemen, Gina akan mengantar ibunya ke bandara.  Brittany akan kembali ke Shadowfall tanpa putrinya.

“Nona, Tuan Moore meminta saya untuk mengangkut barang-barang Anda ke rumahnya,” ucap seorang pria.  Dia adalah kurir yang ditugaskan Darren untuk memindahkan barang-barang Georgina..

“Hanya dua koper dan dua kotak besar saja.”  Gina menunjukkan barang-barang yang telah dia letakkan di ruang tamu.  Dia hanya membawa barang-barang yang dia perlukan karena setelah anaknya lahir dia pasti akan kembali ke apartemennya.

Pria itu memanggil rekannya dan mereka mengambil barang-barang itu.  “Kami akan mengantar ini ke rumah Tuan Moore.  Tolong tanda tangan di sini, Nona.”  Pria itu memberikan bukti serah terima sebelum dia memindahkan barang-barang Georgina.

***

Brittany memeluk putrinya sangat erat.  Dia tidak bisa menahan air matanya untuk tidak mengalir deras di wajahnya.  Dia begitu berat meninggalkan putrinya, namun dia juga tidak bisa meninggalkan tanggung jawab di pekerjaannya.  Banyak orang yang bergantung padanya di Shadowfall.

“Ma, aku akan baik-baik saja di sini.  Papa dan Lia pasti akan menjagaku dengan baik.”  Georgina menenangkan ibunya meski sebenarnya dia pun sedang tidak baik-baik saja sekarang.

“Kamu harus janji akan baik-baik saja.  Kamu pun harus menelepon mama setiap hari.  Mama akan usahakan datang setiap dua minggu sekali.  Pokoknya kamu harus baik-baik saja.”

“Iya, Mama.  Aku pasti akan baik-baik saja.”

Brittany menyeka air matanya, dia melambaikan tangan sebelum masuk.

Tidak melihat ibunya lagi, Georgina segera pergi ke toilet.  Di dalam kamar kecil itu dia menangis sambil menutup mulutnya agar suaranya tidak terdengar oleh orang lain.  Sangat sakit, itulah yang Georgina rasakan sekarang.  Georgina mendengar orang lain masuk ke kamar mandi, dia pun menyeka air matanya dan keluar dari ruangan kecil itu.  Dia bercermin sambil membasuh tangannya, memastikan jika orang lain tidak akan mengetahui tangisannya sekarang.

Georgina membasuh wajahnya, merias wajahnya dengan bedak dan mewarnai bibirnya dengan lipstik. 

***

Mobil Georgina memasuki halaman rumah Darren.  Sebelum turun dari mobilnya, dia memperhatikan wajahnya di cermin.  Yakin jika dia bisa menunjukkan kegembiraan, Georgina mengembuskan napas untuk menarik keberanian yang sempat pergi dari dirinya. 

Georgina masuk ke rumah, ternyata ayahnya dan Lia sudah menunggu di ruang tamu.  Melihat putrinya, Darren bangkit dan langsung memeluknya.  Sebagai pria, dia tidak terlalu peka tentang apa yang dirasakan Georgina sekarang, namun dia yakin putrinya sedang tidak baik-baik saja sekarang.

“Aku ngantuk, Pa.  Bisakah aku istirahat sekarang?” ucap Georgina dan Darren melepaskan pelukannya.

Lia juga bangkit dari sofa dan dia memeluk putri kandung suaminya.  Sudah lama mereka meminta Gina tinggal bersama mereka, namun wanita itu selalu menolak tawaran dari mereka.  Dari pernikahan Darren, mereka tidak memiliki anak.  Meskipun begitu Darren tetap bahagia dengan Lia karena istrinya tidak sibuk dengan kariernya.

“Pelayan sedang menata barang-barangmu di kamar barumu.  Untuk sementara kamu tidur di kamar tamu dulu.  Nanti aku akan memanggilmu saat kamarmu sudah layak untuk ditempati,” ucap Lia.

“Terima kasih, Lia.  Kamu baik sekali.”

“Iya, sayang.”  

Lia mengantar Gina ke salah satu kamar tamu.  “Apa kamu baik-baik saja dengan aroma ruangannya? Aku tidak tahu aroma kesukaanmu jadi aku menyamakan dengan aroma di kamar kami.”

“Tidak apa-apa.  Kehamilanku tidak menolak aromanya,” jawab Gina tersenyum.  Sebenarnya dia tidak terlalu menyukai pewangi ruangannya namun dia sungkan untuk jujur kepada ibu tirinya.

“Kamu pasti haus.  Aku akan mengambilkan air minum untukmu.”

Georgina terlentang di atas ranjang setelah Lia meninggalkan kamar tamu.  Dia menatap langit-langit kamar berwarna putih sambil memikirkan banyak hal.  “Apa aku sanggup menjadi single parent?” dia bergumam sendiri. 

Tidak puas terlentang, Georgina duduk dan bersandar di kepala ranjang.  Dia mengusap perutnya dan menjadikan kehadiran anaknya sebagai kekuatan untuk bertahan.  “Aku pasti bisa.   Sesulit apa pun yang akan aku hadapi, aku pasti melewatinya.  Aku tidak akan mundur demi anakku.”

***

Delapan bulan kemudian,

Karena berbagai faktor, dokter menyarankan Georgina untuk melakukan operasi sesar.  Setelah proses operasi selesai, bayi pun sudah dibersihkan, perawat datang dengan senyuman di wajahnya.  “Dia sangat tampan.”  Wanita itu membaringkan bayi tampan itu di samping Georgina.  Wajahnya masih merah, dan tubuhnya masih sangat lemah. 

Georgina meneteskan air mata ketika melihat bayi kecil di sampingnya.  Ini masih seperti mimpi baginya.  Selama sembilan bulan lebih, satu nyawa berdiam di dalam rahimnya.  Ini adalah sebuah keajaiban di saat banyak wanita di luar sana yang berjuang untuk mendapatkan anak.

Georgina dengan hati-hati mencium kepala bayinya.  “Aku akan menjagamu dengan baik.  Aku akan memberikan yang terbaik untuk masa depanmu. Tapi, maafkan mama karena tidak bisa memberikan seorang ayah untukmu.”

Pintu terbuka, Darren dan Lia langsung masuk.  “Kami membawa makanan untukmu,” ucap Lia sambil meletakkan makanan di atas nakas.

“Di mana mama?” Gina menanyakan ibu kandungnya.  Dua hari yang lalu Brittany sengaja datang setelah mengetahui jadwal melahirkan putrinya.

“Tany sedang pergi.  Dia ingin membelikan kue kesukaanmu,” jelas Darren sambil melihat bayi laki-laki di samping putrinya.  “Bisakah papa menggendongnya?” dia meminta izin dan Gina tersenyum.

“Tentu saja, Pa. Zion adalah cucu papa,” jawab Gina.  Dia tersenyum meski terkadang air mata masih menetes dari sudut matanya.  Gina masih terharu karena kehadiran bayinya.  Apa pun yang terjadi, Gina akan semangat untuk menjalani kehidupannya.

“Zion?” sebuah suara muncul dari pintu.  Brittany tersenyum dengan sebuah kotak kue di tangannya.  “Jadi kau sudah memilih nama untuk putramu?” tanyanya.

“Zion Theodore Moore.  Itu adalah namanya,” tambah Gina.

Brittany dan Lia melihat bayi mungil yang sedang digendong oleh Darren.  Bayi itu begitu menggemaskan, membuat mereka semua bahagia.   

“Selamat datang, Zion.  Kami semua sangat menyayangimu,” ucap Brittany.

“Dia akan menjadi pangeran di keluarga kita,” balas Lia.

“Dia akan menjadi pewarisku,” tambah Darren.

Zion artinya titik tertinggi, Theodore artinya hadiah. Georgina menganggap jika Zion adalah hadiah terindah dan akan menjadi tujuan tertinggi dalam hidupnya.  Apa pun yang akan Gina lakukan, tujuannya hanya untuk kebahagiaan putra tercintanya.

***

“Kenapa aku merasa ingin menangis sejak tadi?” tanya Joel pada dirinya sendiri.  Dia sedang menghadap layar laptop namun sejak tadi dia tidak bisa mengumpulkan konsentrasinya.  Laptop itu terabaikan karena dia bersedih tanpa tahu apa yang menyebabkan hatinya merasakan itu.

Joel menghubungi orangtuanya.  Sudah hampir tiga bulan dia tidak mengunjungi mereka di Rosetown.  Satu tahun yang lalu, Harold dan Diane memutuskan untuk pindah ke kota lain.

“Papa dan mama baik-baik saja, kan?” tanya Joel ketika wajah ibunya muncul di layar ponselnya.  Dia pikir alasan kesedihannya adalah orangtuanya.

“Kami baik-baik saja, Joel.”

Joel memperhatikan Diane, memang dia tampak baik-baik saja sekarang.  Lalu apa yang membuatnya bersedih? Pertanyaan itu mengganggu dan Joel tidak mendapatkan jawabannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status