Bibi Jum berjalan kaki, pagi-pagi sekali, bukan untuk memulai lebih awal rutinitas bekerjanya di rumah Leo, melainkan pergi ke rumah Mira, sesuai dengan rencana Leo. Kemudian, pintu ruang tamu Mira diketok, membangunkan dan mengagetkan seisi rumah itu.
“Permisi, Mira ada? Saya Bibi Jum pembantu yang bekerja di rumah Mas Leo” kata Bibi Jum kepada Bapak, yang membuka pintu.“Ada, sebentar saya panggilkan,” jawab Bapak.Beberapa menit kemudian, Mira keluar kamar dengan langkah cepat. Dia memang berharap mendapatkan kabar tentang Leo. Dia sangat khawatir.“Saya Mira, Bi. Bagaimana kabar Leo?” tanya Mira tidak sabar.Bibi Jum tersenyum kepada Mira. Dia menatapnya dengan saksama. “Sepertinya anak ini tulus ke Leo,” pikirnya dalam hati.“Leo semakin hari, semakin lemah kondisinya,” jawab Bibi Jum.“Kenapa seperti itu, Bi?” Mira belum puas atas jawaban Bibi Jum.Tangan Mira di pegang oleh Bibi Jum. “Coba kamu cari tahu sendiri?” Bibi Jum memberi senyum penuh misteri kepada Mira.Mira bingung. “Bagaimana caranya?” tanyanya.“Kamu harus mencari jawaban dari orangnya secara langsung, cobalah berpikir bagaimana caranya. Bibi harus bergegas sebelum ketahuan.” Bibi Jum segera berdiri dari duduknya, ditepuknya pundak Mira dua kali dengan sedikit membungkuk. Gadis manis itu hanya termenganga melihat Bibi Jum pergi meninggalkannya.Setelah Bibi Jum pulang, Mira terdiam di ujung tempat tidurnya. Kepalanya tidak henti-hentinya berputar memahami pembicaraan Bibi Jum dan berusaha mencari ide. Ide yang mulus yang tidak bisa dihalangi Mama Leo. “Baiklah Leo, aku akan berjuang untuk menemuimu!” Semangat Mira berapi-api.Kemudian, semangatnya kendor lagi ketika mengingat Mama Leo. Menurutnya, Mama Leo memang menyeramkan, bahkan berpikir kalau cerita yang pernah didengarnya tentang keluarga itu sepertinya benar. “Tidak ... tidak, aku tidak boleh menyerah. Apa yang harus kulakukan?” tanya Mira pada dirinya sendiri, sambil menggigit bibir bawahnya.Mira akhirnya menjentikkan jarinya. “Baiklah, mulai besok pagi, aku harus mengamati gerak gerik di rumah Leo, mencari celah untuk bisa masuk ke dalam. Semangat Mira!” Dia mencoba menyemangati dirinya sendiri.Keesokan harinya, pagi-pagi sekali. Mira dengan memakai atasan kaos hitam, celana hitam, ditambah topi sebagai penutup identitas, mendekati rumah Leo. Dia bersembunyi di antara semak-semak, di lahan kosong sebelah rumah Leo. Walaupun badan penuh gatal karena digigit serangga, Mira tidak gentar mengamati rumah itu dari terbit sampai terbenamnya matahari.Keesokan harinya, Mira melakukan hal yang sama. Bedanya, hanya pada pakaian saja. Dia memakai atasan kaos putih, bawahan kain jarit dan topi capil sebagai penutup identitas, berperilaku seolah-olah petani di sawah. Berbagai gaya dia lakukan, mulai dari mencabuti rumput sambil mengamati, hingga masuk di sawah seolah-olah mencari belut di sana.“Oh ... ternyata setiap pagi selalu ada yang mengantarkan susu. Baiklah aku akan menyamar jadi tukang susu,” gumam Mira.Keesokan paginya, Mira sudah berdandan seperti seragam tukang susu, yang setiap pagi mengantarkan susu ke rumah Leo. Atasan, bawahan dan topi serba putih, tidak lupa sepeda mini yang dipinjamnya dari tetangga sebelah rumah, ditambah lipstik merah dan alis yang dibuat sedikit lebih tebal untuk menutup identitasnya.“Permisi pak, mau mengantarkan susu,” kata Mira kepada satpam di rumah Leo.Satpam melihat jam tangannya. “Wah ... setengah jam lebih pagi dari biasanya. Karyawan baru ya, Mbak?”“Iya, Pak.” Mira segera bergegas masuk ke dalam setelah satpam membukakan pagar.Mira akhirnya bisa masuk ke dalam rumah Leo. Dia meletakkan sepedanya di tempat parkir. Kemudian, berjalan sambil membawa dua botol susu segar masuk ke dalam rumah, naik ke lantai dua, untuk mencari kamar Leo. Namun belum sampai menginjak anak tangga terakhir, satpam sudah memergokinya.“Lo ... Mbak, bukan di sana meletakkan susunya. Di dapur Mbak, tidak perlu ke lantai atas. Untung ketahuan saya, kalau ketahuan Nyonya, saya bisa dimarahi. Ayo Mbak, turun!” perintah Pak Satpam.Mira menyeringai menjawab, “I-iya, Pak. Maaf saya tidak tahu? maklum masih baru.” Mira segera turun dari tangga, meletakkan dua botol susunya di dapur dan segera keluar dari rumah itu, dengan mengayunkan sepedanya cepat. Di tengah jalan, dia bertemu dengan pengirim susu sebenarnya. “Untung saja, belum sampai ketahuan fatal,” ucap Mira lega, sambil mengayunkan sepedanya lebih cepat.Pak Satpam menggaruk-garuk kepalanya, saat pengirim susu sebenarnya datang. Dia bingung, berpikir, siapa pengirim susu yang pertama tadi?Rencana Mira yang pertama telah gagal, namun dia tidak gentar, berusaha berpikir apa rencana selanjutnya? Dia ingat, selain tukang susu, pagar rumah Leo akan terbuka jika ada kendaraan yang masuk. Gadis manis itu menjentikkan jarinya sekali lagi, paham dengan rencana selanjutnya.Keesokan harinya, pada waktu sore hari, Mira sudah siap berdandan serba hitam. Dia bersembunyi di antara pepohonan yang tumbuh di depan rumah Leo. Hal yang dinantikan datang juga. Sebuah mobil hitam, membunyikan klaksonnya, meminta satpam untuk membukakan pagar. Pagar kemudian terbuka. Gadis manis itu merayap di tembok pagar, sampai di dekat mobil. Setelah itu, dia jongkok berusaha tidak terlihat oleh satpam maupun supir mobil. Namun, lagi-lagi bernasib sial, Mira ketahuan.“Hei ... sedang apa kamu?” tanya Pak Satpam sambil menunjuk Mira.Gadis manis itu akhirnya lari tunggang langgang, menjauh dari rumah itu, sampai di sebuah rumah kosong. Dia bersembunyi, menunggu sambil mengamati kalau ada yang mengikutinya, tapi ternyata aman. Dia akhirnya bisa duduk mengatur nafasnya yang tidak beraturan, sambil memejamkan mata karena kelelahan. “Leo, seandainya kamu tahu perjuanganku untuk bertemu denganmu,” gumamnya.Rencana kedua juga belum berhasil, Mira hampir putus asa. Tiba-tiba, dia teringat Bibi Jum. Gadis itu menjentikkan jarinya. “Kenapa tidak terpikir dari awal,” pikirnya.Keesokan hari, pagi sekali. Mira yang berdandan serba hitam, bersembunyi di belakang pohon dekat rumah Leo. Dia menunggu kedatangan Bibi Jum. Akhirnya yang ditunggu, menunjukkan batang hidungnya. Mira meloncat kegirangan.“Bi ... Bibi Jum,” bisik Mira di balik pohon.Bibi Jum terdiam sebentar, mencari asal suara yang memanggilnya.“Bi ... sini,” bisik Mira setelah Bibi Jum mengetahui keberadaannya.Bibi Jum mengetahui kalau itu Mira. Dia tersenyum dan datang menghampirinya. “Ada apa Mira?” tanyanya.“Tolong bantu Mira, untuk bisa masuk ke dalam rumah, bertemu Leo,” pinta Mira lirih. Gadis manis itu menceritakan kepada Bibi Jum, tentang kegagalan dua rencana yang telah dijalankannya.Bibi Jum tersenyum senang mendengarnya. “Baiklah. Bibi minta nomer telepon Mira. Pak Satpam hanya meninggalkan posnya ketika buang air saja. Nanti kalau sudah waktunya, akan Bibi telepon, selalu siaga, ya!” pinta Bibi.Mira senang sekali, akhirnya ada jalan untuk masuk ke rumah Leo. “Baiklah, Bi,” katanya dengan riang.Saat siang hari, Bibi Jum menyapu sambil melihat ke arah pos satpam, jikalau sudah waktunya Pak Satpam untuk buang air ke kamar mandi. Akhirnya, waktu yang di nanti tiba, segera Bibi Jum menelepon Mira. Gadis manis itu sudah siap akan panggilan Bi Jum, segera dia berada di depan pagar, dan pagar pun terbuka, Mira bisa masuk ke dalam rumah itu.Bibi Jum memberi kode Mira untuk segera bergerak ke lantai dua, karena Bi Jum harus melanjutkan pekerjaannya. Mira segera naik ke lantai dua. Setelah berada di sana, dia lupa menanyakan dimana kamar Leo kepada Bi Jum. Gadis manis itu ingin turun, namun dia berpikir ulang takut ketahuan, jadi dia memutuskan untuk mencari sendiri letak kamar Leo.Di lantai dua, terdapat tiga kamar. Mira tahu persis yang di dekat tangga adalah kamar tamu, jadi tinggal memilih salah satu dari dua kamar. Tiba-tiba, terdengar suara pintu mau dibuka pada salah satu kamar. Mira kaget seketika, keringatnya bercucuran. “Aku harus bersembunyi dimana?” pikirnya.Mira mengamati sekitar dengan cepat, ketika melihat kolong kursi panjang, otaknya segera memerintah untuk bersembunyi di sana. Gadis manis itu diam dalam persembunyiannya di bawah kursi, sampai terdengar langkah kaki orang melewatinya. Mira mengeluarkan nafas lega, karena tidak ketahuan.Kemudian gadis manis itu keluar dari tempat persembunyiannya. Tadi sekilas dia sudah melihat pintu mana yang terbuka, tentu saja itu bukan kamar Leo, karena Leo masih berbaring di tempat tidur. Jadi, dia sudah memastikan, pintu mana yang akan diketuknya di lantai dua itu.Di kamarnya di lantai tiga, Leo sedang berbaring, memikirkan Mira. “Aku menunggumu, sejak lima hari yang lalu, tapi sampai sekarang, kamu belum datang juga. Apa benar yang dikatakan mama?” gumam Leo berbicara dengan dirinya sendiri. Hatinya terasa pedih penuh keraguan karena penantian yang cukup lama. Tiba-tiba,Tok! Tok! Tok!Pintunya diketok oleh seseorang. “Masuk!” kata Leo sambil berbaring.Di waktu yang sama, Mira juga mengetok pintu kamar, yang dipikirnya adalah kamar Leo di lantai dua. Kemudian, seseorang membuka pintu itu.“Astaga.” Ucap Mira lirih, sambil menutup kedua mulutnya saat mengetahui orang yang berada di kamar itu.Papa Leo keluar dari pintu yang diketuk oleh Mira. “Mira ... sedang apa kamu di sini?” Papa Leo mengingat sesuatu, segera dia tarik tangan Mira untuk masuk ke dalam kamar itu.“Tunggu sebentar di sini! Mamanya Leo sedang berada di kamar Leo lantai tiga. Om akan mengamati keadaan di luar, kalau sudah aman, akan om beritahu,” perintah Papa Leo. Setelah itu dia langsung keluar kamar, Mira duduk di ujung tempat tidur untuk menunggu kabar darinya.Selama menunggu kabar dari Papa Leo, Mira berjalan mondar mandir di kamar itu, terkadang dia meletakkan daun telinganya ke pintu kamar berharap mendengar sesuatu, dan selalu terus bersikap waspada, jikalau tiba-tiba Mamanya Leo muncul dihadapannya. Otaknya dengan sigap sudah menemukan tempat sembunyi yang tepat, kalau memang itu terjadi.Akhirnya Papa Leo membuka pintu kamar itu, membuat Mira terperanjat. Dia memberi kabar kalau istrinya sudah turun ke lantai satu, jadi Mira bisa segera naik ke lantai tiga ke
“Kamu tahu Mira, aku menyukaimu sejak SMA. Dulu, diriku tidak percaya diri seperti sekarang, hanya bisa melihatmu dari jauh, memendam rasa.”“Kamu menghilang saat kuliah di kota. Setelah lulus dan kembali ke desa ini lagi, ternyata sudah memiliki kekasih. Hatiku patah rasanya. Akhirnya aku berusaha mencari cara agar bisa bersamamu”Leo mendekati Mira, memandang dan menggenggam tangannya, berusaha meyakinkan bahwa yang dikatakannya adalah benar. “Maafkan aku, caraku memang salah.” Leo mencium tangan Mira dengan penuh perasaan.“Namun, berhasilkan?!” seru Leo tiba-tiba, mengagetkan sekaligus membuat Mira akhirnya tertawa melayangkan tangannya ke lengan Leo dengan mesra.“Aduh ...” canda Leo sambil mengelus tangannya.Keduanya saling tertawa lepas, hingga tak sadar kalau Mama Leo telah berdiri mengamati mereka sambil menyilangkan tangannya.“Bagaimana kamu bisa masuk ke sini, Mira?” tanya Mama Leo, mengagetkan mereka berdua.
Mira mengamati Nenek yang semakin jauh dari pandangannya, sambil terus memegangi perutnya. Ketika hampir mendekati apotek, Mira langsung berkata kepada Leo kalau perutnya tidak sakit lagi.Leo kemudian berkata kepada Mira. “Lebih baik kita pulang saja, kamu istirahatlah di rumah. Aku takut kalau nekat pergi ke kota, perutmu sakit lagi.”Mira mengganggukkan kepala pertanda setuju dengan yang dikatakan Leo.Mira terus memutar otak selama perjalanan menuju ke rumahnya, tentang bagaimana cara mengenalkan Leo kepada neneknya? Dia berpikir, tidak mungkin menyembunyikan Leo terus menerus. Gadis manis itu menarik nafas panjang berkali-kali.Leo melihat kegelisahan di wajah Mira. “Ada apa, Mir? Apa ada masalah?” tanya Leo sambil memegang salah satu tangan Mira.Mira memandang Leo penuh rasa iba. “Bagaimana mungkin aku tega menceritakan ini kepadamu Leo? Aku takut nanti kamu sakit hati,” batinnya.Leo melihat Mira semakin berta
“Operasi plastik. Apa kamu gila!” teriak Leo sambil mondar mandir di depan Mira. Nafasnya bergerak cepat, dadanya kembang kempis, naik turun, wajahnya memerah. Dia benar- benar tidak terima, merasa terhina, namun tidak bisa membalas.“Sabar, Leo. Nenekku memang seperti itu. Segala perkataannya, sangat sulit untuk dipatahkan.”“Kalau aku mau, dari dulu sudah aku lakukan.” Leo masih saja tersulut emosi.“Kalau boleh tahu. Kenapa dari dulu, tidak kamu lakukan?” tanya Mira dengan hati-hati, berharap kekasihnya itu tidak semakin emosi.Leo kemudian duduk di sebelah Mira. Kepalanya mulai dingin. “Mamaku adalah orang yang paling tidak menginginkan itu. Dia selalu berkata kepadaku kalau tompelku adalah jimat keberuntungannya. Sebenarnya aku sendiri tidak paham maksudnya,” kata Leo. Bibirnya bisa sedikit tersenyum jika mengingat perkataan mamanya saat itu.“Mama berkata tompel ini adalah anugerah dari sang pencipta untukku, agar a
Nenek menutup mulutnya dengan kedua tangan, merasa tidak percaya dengan yang baru saja dia dengar. “Apakah aku bermimpi? Leo ini berbeda sekali dengan yang pertama kulihat. Apakah dia benar-benar operasi plastik?” batin Nenek, sambil menelan salivanya.Leo berjalan satu langkah ke depan dari tempat dia berdiri. “Perkenalkan, saya adalah Leo, kekasih Mira,” ucap Leo sambil melihat ke kanan dan ke kiri memastikan setiap orang mengamatinya. Dia berbicara dengan gagahnya penuh percaya diri.Perkataan Leo disambut riuh oleh saudara Nenek Mira. Ada yang merasa sial karena terlambat mendekati Mira, wajahnya penuh penyesalan, ada yang ikut bangga dengan Mira karena memiliki kekasih sangat tampan, ada pula yang iri dengannya.Mira mendekati Leo, menggenggam tangannya dengan mesra dan memandang kedua matanya penuh takjub sambil memberikan senyuman terindah. Menjadikan mereka berdua seperti sejoli yang baru jatuh cinta.Setelah itu, suasana menjadi
“Hallo Leo, bisakah kamu ke sini siang nanti, pukul dua. Nenek yang meminta,” ucap Mira melalui teleponnya.“Oh ... oke, aku akan ke sana nanti siang,” jawab Leo sambil menutup teleponnya. Sesaat kemudian, dia berpikir sebentar, di kepalanya terselip pertanyaan, tentang apa yang akan diinginkan Nenek Mira kali ini?Di rumah Mira, Nenek menelepon seseorang untuk diminta datang pukul satu siang nanti, satu jam lebih awal dari kedatangan Leo.Tepat pukul satu siang, dua orang laki-laki telah datang menemui Nenek di ruang tamu. Mira mengintip dari kamarnya karena sangat penasaran dengan gerak gerik neneknya, namun sayang, dia tidak mendengar apapun dari sana.Tiba-tiba Nenek berdiri dari sikap duduknya dan berjalan ke arah kamar Mira, dengan segera gadis manis itu berjalan menjauhi pintu dan duduk di tepi kasur, seolah-olah bersikap tidak terjadi apa-apa barusan.“Mira, apakah Leo nanti bisa datang?” tanya Nenek Mira sambil membuka
Ternyata Kakek mengerjai Leo. Setelah itu mereka berdua saling bersua. Leo sangat bahagia karena kakeknya sangat merindukannya. Kemudian Leo bercerita tentang kisah cintanya dengan Mira dan sikap Nenek Mira sebagai rintangan cinta mereka berdua. Kakek sangat memahaminya, karena pernah merasakan yang dirasakan oleh Leo ketika masih muda dulu.“Baiklah Leo, Kakek akan datang ke rumahmu. Kakek ingin melihat Mira secara langsung, dan menilainya, untuk tahu, apakah kamu pantas memperjuangkan cintamu atau tidak dengannya?” kata Kakek Leo yang sudah lima belas tahun belum bertemu dengan Leo.“Iya, Kek. Semoga Mira bisa datang untuk bertemu Kakek. Kalaupun tidak bisa, maka Leo akan mencari cara agar Kakek bisa bertemu dengannya,” ucap Leo.“Bagus, kamu benar-benar cucu Kakek, punya banyak akal. Siapkan rencanamu Leo,” kata Kakek dengan tegas.“Siap, Kek. Laksanakan.” Leo menutup teleponnya sa
Setelah bersih-bersih, Mira segera mandi dan bersiap pergi ke rumah Leo. Hatinya saat itu sangat berbahagia karena akan menghadiri acara reuni teman-teman kuliahnya, dan yang paling membuatnya lebih bahagia adalah dia bisa ke acara itu bersama Leo, kekasihnya.Tiba di rumah Leo, seperti biasa, dia akan disambut hangat oleh kekasihnya itu. Saat berada di ruang keluarga, Mira mulai menceritakan tujuannya bertemu dengan Leo.“Leo, besok sabtu, akan ada acara reuni teman-teman kuliahku. Aku bahagia sekali ... dan yang paling membuatku senang, kamu boleh ikut. Kamu ada waktu ‘kan?” tanya Mira dengan wajah berseri-seri.Leo berpikir sebentar, kemudian dia menjawab pertanyaan Mira. “Hmm ... sabtu ya. Sepertinya aku bisa ikut,” jawabnya datar.“Kenapa responmu biasa saja? Apa kamu tidak bahagia pergi bersamaku?” tanya Mira sambil memajukan bibirnya.“Bukan begitu Mir. Entahlah, sesuatu yang baru buatku ... tapi semuanya pasti akan menyenangk