Share

Bukti Cinta Mira

Author: Sari Yu
last update Last Updated: 2021-04-08 06:28:16

Bibi Jum berjalan kaki, pagi-pagi sekali, bukan untuk memulai lebih awal rutinitas bekerjanya di rumah Leo, melainkan pergi ke rumah Mira, sesuai dengan rencana Leo. Kemudian, pintu ruang tamu Mira diketok, membangunkan dan mengagetkan seisi rumah itu.

“Permisi, Mira ada? Saya Bibi Jum pembantu yang bekerja di rumah Mas Leo” kata Bibi Jum kepada Bapak, yang membuka pintu.

“Ada, sebentar saya panggilkan,” jawab Bapak.

Beberapa menit kemudian, Mira keluar kamar dengan langkah cepat. Dia memang berharap mendapatkan kabar tentang Leo. Dia sangat khawatir.

“Saya Mira, Bi. Bagaimana kabar Leo?” tanya Mira tidak sabar.

Bibi Jum tersenyum kepada Mira. Dia menatapnya dengan saksama. “Sepertinya anak ini tulus ke Leo,” pikirnya dalam hati.

“Leo semakin hari, semakin lemah kondisinya,” jawab Bibi Jum.

“Kenapa seperti itu, Bi?” Mira belum puas atas jawaban Bibi Jum.

Tangan Mira di pegang oleh Bibi Jum. “Coba kamu cari tahu sendiri?” Bibi Jum memberi senyum penuh misteri kepada Mira.

Mira bingung. “Bagaimana caranya?” tanyanya.

“Kamu harus mencari jawaban dari orangnya secara langsung, cobalah berpikir bagaimana caranya. Bibi harus bergegas sebelum ketahuan.” Bibi Jum segera berdiri dari duduknya, ditepuknya pundak Mira dua kali dengan sedikit membungkuk. Gadis manis itu hanya termenganga melihat Bibi Jum pergi meninggalkannya.

Setelah Bibi Jum pulang, Mira terdiam di ujung tempat tidurnya. Kepalanya tidak henti-hentinya berputar memahami pembicaraan Bibi Jum dan berusaha mencari ide. Ide yang mulus yang tidak bisa dihalangi Mama Leo. 

“Baiklah Leo, aku akan berjuang untuk menemuimu!” Semangat Mira berapi-api.

Kemudian, semangatnya kendor lagi ketika mengingat Mama Leo. Menurutnya, Mama Leo memang menyeramkan, bahkan berpikir kalau cerita yang pernah didengarnya tentang keluarga itu sepertinya benar. “Tidak ... tidak, aku tidak boleh menyerah. Apa yang harus kulakukan?” tanya Mira pada dirinya sendiri, sambil menggigit bibir bawahnya.

Mira akhirnya menjentikkan jarinya. “Baiklah, mulai besok pagi, aku harus mengamati gerak gerik di rumah Leo, mencari celah untuk bisa masuk ke dalam. Semangat Mira!” Dia mencoba menyemangati dirinya sendiri.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali. Mira dengan memakai atasan kaos hitam, celana hitam, ditambah topi sebagai penutup identitas, mendekati rumah Leo. Dia bersembunyi di antara semak-semak, di lahan kosong sebelah rumah Leo. Walaupun badan penuh gatal karena digigit serangga, Mira tidak gentar mengamati rumah itu dari terbit sampai terbenamnya matahari.

Keesokan harinya, Mira melakukan hal yang sama. Bedanya, hanya pada pakaian saja. Dia memakai atasan kaos putih, bawahan kain jarit dan topi capil sebagai penutup identitas, berperilaku seolah-olah petani di sawah. Berbagai gaya dia lakukan, mulai dari mencabuti rumput sambil mengamati, hingga masuk di sawah seolah-olah mencari belut di sana.

“Oh ... ternyata setiap pagi selalu ada yang mengantarkan susu. Baiklah aku akan menyamar jadi tukang susu,” gumam Mira.

Keesokan paginya, Mira sudah berdandan seperti seragam tukang susu, yang setiap pagi mengantarkan susu ke rumah Leo. Atasan, bawahan dan topi serba putih, tidak lupa sepeda mini yang dipinjamnya dari tetangga sebelah rumah, ditambah lipstik merah dan alis yang dibuat sedikit lebih tebal untuk menutup identitasnya.

“Permisi pak, mau mengantarkan susu,” kata Mira kepada satpam di rumah Leo.

Satpam melihat jam tangannya. “Wah ... setengah jam lebih pagi dari biasanya. Karyawan baru ya, Mbak?”

“Iya, Pak.” Mira segera bergegas masuk ke dalam setelah satpam membukakan pagar.

Mira akhirnya bisa masuk ke dalam rumah Leo. Dia meletakkan sepedanya di tempat parkir. Kemudian, berjalan sambil membawa dua botol susu segar masuk ke dalam rumah, naik ke lantai dua, untuk mencari kamar Leo. Namun belum sampai menginjak anak tangga terakhir, satpam sudah memergokinya.

“Lo ... Mbak, bukan di sana meletakkan susunya. Di dapur Mbak, tidak perlu ke lantai atas. Untung ketahuan saya, kalau ketahuan Nyonya, saya bisa dimarahi. Ayo Mbak, turun!” perintah Pak Satpam.

Mira menyeringai menjawab, “I-iya, Pak. Maaf saya tidak tahu? maklum masih baru.” 

Mira segera turun dari tangga, meletakkan dua botol susunya di dapur dan segera keluar dari rumah itu, dengan mengayunkan sepedanya cepat. Di tengah jalan, dia bertemu dengan pengirim susu sebenarnya. “Untung saja, belum sampai ketahuan fatal,” ucap Mira lega, sambil mengayunkan sepedanya lebih cepat.

Pak Satpam menggaruk-garuk kepalanya, saat pengirim susu sebenarnya datang. Dia bingung, berpikir, siapa pengirim susu yang pertama tadi?

Rencana Mira yang pertama telah gagal, namun dia tidak gentar, berusaha berpikir apa rencana selanjutnya? Dia ingat, selain tukang susu, pagar rumah Leo akan terbuka jika ada kendaraan yang masuk. Gadis manis itu menjentikkan jarinya sekali lagi, paham dengan rencana selanjutnya.

Keesokan harinya, pada waktu sore hari, Mira sudah siap berdandan serba hitam. Dia bersembunyi di antara pepohonan yang tumbuh di depan rumah Leo. Hal yang dinantikan datang juga. Sebuah mobil hitam, membunyikan klaksonnya, meminta satpam untuk membukakan pagar. Pagar kemudian terbuka. Gadis manis itu merayap di tembok pagar, sampai di dekat mobil. Setelah itu, dia jongkok berusaha tidak terlihat oleh satpam maupun supir mobil. Namun, lagi-lagi bernasib sial, Mira ketahuan.

“Hei ... sedang apa kamu?” tanya Pak Satpam sambil menunjuk Mira.

Gadis manis itu akhirnya lari tunggang langgang, menjauh dari rumah itu, sampai di sebuah rumah kosong. Dia bersembunyi, menunggu sambil mengamati kalau ada yang mengikutinya, tapi ternyata aman. Dia akhirnya bisa duduk mengatur nafasnya yang tidak beraturan, sambil memejamkan mata karena kelelahan. “Leo, seandainya kamu tahu perjuanganku untuk bertemu denganmu,” gumamnya.

Rencana kedua juga belum berhasil, Mira hampir putus asa. Tiba-tiba, dia teringat Bibi Jum. Gadis itu menjentikkan jarinya. “Kenapa tidak terpikir dari awal,” pikirnya.

Keesokan hari, pagi sekali. Mira yang berdandan serba hitam, bersembunyi di belakang pohon dekat rumah Leo. Dia menunggu kedatangan Bibi Jum. Akhirnya yang ditunggu, menunjukkan batang hidungnya. Mira meloncat kegirangan.

“Bi ... Bibi Jum,” bisik Mira di balik pohon.

Bibi Jum terdiam sebentar, mencari asal suara yang memanggilnya.

“Bi ... sini,” bisik Mira setelah Bibi Jum mengetahui keberadaannya.

Bibi Jum mengetahui kalau itu Mira. Dia tersenyum dan datang menghampirinya. “Ada apa Mira?” tanyanya.

“Tolong bantu Mira, untuk bisa masuk ke dalam rumah, bertemu Leo,” pinta Mira lirih. Gadis manis itu menceritakan kepada Bibi Jum, tentang kegagalan dua rencana yang telah dijalankannya.

Bibi Jum tersenyum senang mendengarnya. “Baiklah. Bibi minta nomer telepon Mira. Pak Satpam hanya meninggalkan posnya ketika buang air saja. Nanti kalau sudah waktunya, akan Bibi telepon, selalu siaga, ya!” pinta Bibi.

Mira senang sekali, akhirnya ada jalan untuk masuk ke rumah Leo. “Baiklah, Bi,” katanya dengan riang.

Saat siang hari, Bibi Jum menyapu sambil melihat ke arah pos satpam, jikalau sudah waktunya Pak Satpam untuk buang air ke kamar mandi. Akhirnya, waktu yang di nanti tiba, segera Bibi Jum menelepon Mira. Gadis manis itu sudah siap akan panggilan Bi Jum, segera dia berada di depan pagar, dan pagar pun terbuka, Mira bisa masuk ke dalam rumah itu.

Bibi Jum memberi kode Mira untuk segera bergerak ke lantai dua, karena Bi Jum harus melanjutkan pekerjaannya. Mira segera naik ke lantai dua. Setelah berada di sana, dia lupa menanyakan dimana kamar Leo kepada Bi Jum. Gadis manis itu ingin turun, namun dia berpikir ulang takut ketahuan, jadi dia memutuskan untuk mencari sendiri letak kamar Leo.

Di lantai dua, terdapat tiga kamar. Mira tahu persis yang di dekat tangga adalah kamar tamu, jadi tinggal memilih salah satu dari dua kamar. Tiba-tiba, terdengar suara pintu mau dibuka pada salah satu kamar. Mira kaget seketika, keringatnya bercucuran. “Aku harus bersembunyi dimana?” pikirnya.

Mira mengamati sekitar dengan cepat, ketika melihat kolong kursi panjang, otaknya segera memerintah untuk bersembunyi di sana. Gadis manis itu diam dalam persembunyiannya di bawah kursi, sampai terdengar langkah kaki orang melewatinya. Mira mengeluarkan nafas lega, karena tidak ketahuan.

Kemudian gadis manis itu keluar dari tempat persembunyiannya. Tadi sekilas dia sudah melihat pintu mana yang terbuka, tentu saja itu bukan kamar Leo, karena Leo masih berbaring di tempat tidur. Jadi, dia sudah memastikan, pintu mana yang akan diketuknya di lantai dua itu.

Di kamarnya di lantai tiga, Leo sedang berbaring, memikirkan Mira. “Aku menunggumu, sejak lima hari yang lalu, tapi sampai sekarang, kamu belum datang juga. Apa benar yang dikatakan mama?” gumam Leo berbicara dengan dirinya sendiri. Hatinya terasa pedih penuh keraguan karena penantian yang cukup lama. Tiba-tiba,

Tok! Tok! Tok!

Pintunya diketok oleh seseorang. “Masuk!” kata Leo sambil berbaring.

Di waktu yang sama, Mira juga mengetok pintu kamar, yang dipikirnya adalah kamar Leo di lantai dua. Kemudian, seseorang membuka pintu itu.

“Astaga.” Ucap Mira lirih, sambil menutup kedua mulutnya saat mengetahui orang yang berada di kamar itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ichan Kaori
Ceritanya seru.. Puebinya rapi bgt.. Sukakk
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • TRUE LOVE BEAST HUSBAND   Akhir Yang Indah

    Wajah Mira menegang, terpaku dengan bercak merah itu. Namun, dia segera menyelesaikan memandikan bayinya. Takut kalau terlalu lama kena air, sang bayi bisa sakit karena masuk angin.Setelah selesai memakaikan baju, dia menggendong anaknya dengan wajah panik dan turun ke lantai dua menuju ke kamar Papa Leo. Kebetulan saat itu Mama Leo sedang ada arisan. “Pa, Mira minta tolong anterin ke dokter anak, ya?”“Lo, ada apa Mira? Apa cucu Papa sakit demam?”“Nanti aja jelasinnya ya, Pa,” jawab Mira dengan wajah panik dan cemas.Papa langsung menjawab, “Oke, oke. Ayo, Mir.”Mereka berdua kemudian berjalan cepat menuju ke mobil. Seorang sopir pribadi Papa Leo yang selalu siaga, telah berada di depan mobil dan ikut bergerak cepat mengantarkan majikannya. “Ke Dokter Anak terdekat, ya!” perintah Papa Leo.“Siap, Pak.”Akhirnya me

  • TRUE LOVE BEAST HUSBAND   Bercak Merah

    Papa dan Mama Leo tercengang menyaksikan kepergian anak semata wayangnya. Papa Leo sampai ikut melongo, bingung harus berbuat apa. “Kita harus ngomong apa ke Mira, Ma?” Mama menghela napas dengan kasar. “Mama sendiri pusing rasanya, Pa. Terus setelah ini gimana?” “Lebih baik kita bicara jujur saja, Ma. Anak itu, masih saja emosional apalagi menyangkut Mira,” jelas Papa Leo sambil menggandeng pundak Mama Leo menuju ke kamar Mira. Di salah satu kamar terbaik Rumah Sakit Bersalin itu, Mira mulai pulih keadaannya. Mungkin karena bantuan selang infus dan segala yang dimasukkan ke dalam selang itu, oleh Dokter Spesialis Kandungan dan juga bidannya. Sedangkan, sang bayi memang belum berada di sisinya karena masih dalam pengawasan. Mama dan Papa akhirnya masuk juga ke dalam ruangan itu. Mereka kemudian berdiri berbarengan di sebelah Mira. “Selamat, ya. Bayimu tampan sekali,” ucap Mama dengan senyuman bangga. “Makasih, Ma,” jawab Mi

  • TRUE LOVE BEAST HUSBAND   Kecurigaan Leo

    “Sebentar-sebentar.” Mira mendekati suaminya dan merangkulnya dari belakang. “Kalau mau pingsan sekarang. Aku sudah siap.” “Beneran sudah siap? Oke, aku pingsan sekarang, ya?” Leo menjatuhkan tubuhnya di dekapan Mira sambil menutup mata. Itu pun dengan kekuatan separuh. Mira berusaha menahannya dengan sekuat tenaga. “Argh ... aku gak kuat!” teriaknya dengan manja. Leo terkekeh melihat ulah istrinya sambil mengembalikan posisinya untuk duduk kembali. “haha ... enggak pingsan lah. Ini ‘kan kabar bahagia, sayang.” Leo menarik tangan istrinya yang sedang melingkar di perutnya agar berada di dekapannya. “Selamat ya, sayang. Semoga sehat terus sampai waktu melahirkan nanti,” doa Leo sambil mengelus perut Mira. Istrinya mengamini sambil mengangguk dengan wajah tersenyum bahagia. Senyuman itu sama sekali tidak memudar sejak tadi. Sebulan yang lalu, Leo membimbing Mira untuk mau berhubungan badan lagi. Awalnya Mira sanga

  • TRUE LOVE BEAST HUSBAND   Mata-mata Noval

    “Siapa, Pak?” tanya bagian keamanan itu penasaran. “Benar ... saya yakin dari postur tubuhnya. Dia Noval. Mantan pacar istri saya.” “Apa Bapak punya fotonya. Agar kami bisa berjaga-jaga kalau dia datang lagi ke sini.” “Tidak. Saya tidak memilikinya. Baiklah, Pak. Terima kasih kerja samanya.” “Tentu, apa pun itu. Kalau bisa membantu.” Dahi Leo mulai berkerut samar. “Si sialan itu tidak kapok juga. Awas, kamu.” Sambil berlalu tangannya semakin mengepal karena menahan marah. Selama di Rumah Sakit Jiwa, Mira mengalami perkembangan yang baik. Dia sudah tidak depresi lagi. Sudah bisa menerima kenyataan kalau apa yang telah terjadi dengannya adalah sebuah takdir yang harus di sikapi dengan bijaksana. Sikap sabar dan kasih sayang suaminya juga yang telah membuatnya bisa menerima kenyataan dengan baik. Setelah tambahan di sana selama satu minggu. Akhirnya, “Mira, ada kabar bagus hari ini.” “Apa itu, Leo?”

  • TRUE LOVE BEAST HUSBAND   Masuk Rumah Sakit Jiwa

    Teriakan Leo membuat Noval terpaksa keluar dengan dahi mengernyit. “Tutup mulutmu. Kau bisa membuat semua orang berkumpul di sini.” “Benar dugaanku. Apa kamu yang telah menabrak istriku, hah?!” teriak Leo penuh luapan amarah sambil menggerak-gerakkan pagar rumah itu. Ibnu langsung membuka pagarnya. Dia dengan wajah dibuat seolah-olah tidak mengetahui apa-apa dan berusaha ramah. Mendekati Leo. “Ada apa denganmu, Pak. Kalau mau bertanya langsung ke dalam saja. Jangan di luar seperti ini.” Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Leo. Dia langsung masuk ke dalam pagar rumah itu dan berjalan menuju ke Noval. Menarik kerah bajunya. Matanya membulat garang dan giginya gemeretak. Tangannya yang dari tadi mengepal menahan amarah akhirnya mengayun keras tepat di pipi kiri Noval. Dia meringis kesakitan dan duduk terjatuh ke lantai. Wanita cantik seksi dan Ibnu teman Noval, hanya bisa berdiri diam di sisinya. Leo memiliki postur tubuh lebih t

  • TRUE LOVE BEAST HUSBAND   Mira Depresi

    Suara teriakan Mira yang parau dan dalam mengagetkan seisi ruangan. Hatinya sangat perih. Tangannya yang gemetaran berada di atas perutnya. Dia menangis tersedu-sedu. “Anakku! Anakku!” teriaknya. Seolah tidak bisa menerima kenyataan kalau anak yang selama ini berada dalam perutnya sudah tidak ada lagi. Semua anggota keluarga mengerubungi Mira kembali. Mereka saling pandang dengan wajah penuh tanya tentang apa yang telah terjadi. Sejak keluar dari ruangan dokter itu, Leo tidak bercerita kepada siapa pun di sana. Kalau anak dalam kandungan Mira sudah tidak bisa tertolong. Dia takut mengagetkan mereka semua. Apalagi Ibu Mira yang syok melihat putrinya seperti itu. Bayangkan saja, apa yang akan terjadi jika mereka semua tahu yang sebenarnya. Menanggapi kecelakaan yang menimpa Mira saja, sudah membuat mereka syok, apalagi lebih dari itu. “Ada apa, Leo?” tanya Mama Leo penasaran. Namun teriakan Mira dan gerakan tangan di perutnya membuat para oran

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status