Sandi mengantar Nyonya Lusi dan nona Sonia ke kamarnya untuk istirahat. Keadaan pesta sudah kacau makan pestapun dibubarkan demi keselamatan semua tamu undangan. Semua ini membuat Nyonya Lusi kecewa karena orang yang ingin mengahncurkan keluarganya tidak sabar untuk menghabisi putra yang dicintainya. Sandi duduk di samping Nyonya Lusi untuk menenangkan hatinya yang sudah pasti kecewa dengan kekacauan pesta yang dibuatnya.
“Mami tidak perlu khawatir. Aku akan membereskan kekacauan ini dan tidak akan melepaskan pelaku dibaik kekacauan malam ini,” ucap Sandi dengan tegas.
“Kamu baru saja kembali, tapi mereka sudah tidak sabar. Kamu harus berjanji pada mami, tetaplah hidup apapun yang terjadi!” seru Nyonya Lusi.
Nyonya Lusi memang bersedih sekarang. Tapi menangis tidak ada gunanya, dalang dibalik kematian suami juga kerusuhan pesta malam ini pastilah orang yang dekat dengan keluarganya. Beliau meminta Sandi untuk segera menemukan orang itu. Sudah membunuh suaminya juga berusaha menyingkirkan sang putra sudah bisa ditebak dia hanya mengincar harta peninggalan sang suami.
“Sandi berjanji mami, akan segara menemukan pembunuh papi dan orang yang telah mencoba melakukan percobaan pembunuhan terhadapku hari ini,” ucap Sandi sambil mengepalkan tangannya.
Kalimat yang keluar dari mulut Sandi membuat Nyonya Lusi tersentak kaget. Beliau menatap tajam wajah putranya, di hatinya tidak ingin kehilangan lagi orang yang berarti dalam hidupnya. Beliau juga menyadari ada yang berubah dari diri putranya.
“Sandi mami tak ingin kehilangan orang yang mami sayangi untuk kedua kalinya. Kamu harus dengar permintaan mami tadi. Tetaplah hidup apapun yang terjadi!” seru Nyonya Lusi mengulangi kalimatnya.
Sandi berjanji pada maminya kalau ia akan tetap hidup apapun yang terjadi. Tapi Sandi tidak ingin terlarut dalam kesedihan sebagai seorang lelaki dia bertanggung jawab atas kedamaian keluarga ini. Dia anak lelaki satu-satunya harus bisa melindungi mami dan adik perempuan satu-satunya yang ia milik
“Mami ini sudah malam, sebaiknya mami istirahat Sandi tidak ingin mami sakit. Aku akan memanggil pelayan untuk menjaga mami,” ucap Sandi.
Sandi memencet sebuah tombol yang tak jauh dari ranjang Nyonya Lusi untuk memanggil seorang pelayan. Tak lama setelah Sandi menekan tombol pemanggil pada alat terserbut. Suara ketukan pintu pun terdengar.
“Permisi nyonya anda memanggil saya, boleh saya masuk?” tanya seorang pelayan dari luar pintu kamar utama itu.
“Masuk saja pintunya tidak dikunci,” jawab Sandi memrintahkan pelayan itu untuk masuk ke kamar maminya.
Seorang gadis pelayan masuk kedalam kamar utama milik Nyonya Lusi, ia memakai baju pelayan khas keluarga Brawijaya. Ia menundukkan kepala sebagai tanda hormat dan bertanya kepada majikannya.
“Nyonya, tuan muda, apa yang bisa saya bantu untuk kalian?” tanya si pelayan.
Sandi terkejut melihat sosok pelayan yang cantik itu saat mengangkat kepalanya. Kenapa ada pelayan yang berparas cantik di rumahnya. Keliahatanya gadis yang ada dihadapannya saat ini bukanlah seorang gadis yang tidak kekurangan uang melihat penampilan juga perilakunya yang berbeda di mata Sandi. Gadis itu adalah seorang pelayan yang menyiapkan baju serta mengucapkan selamat datang secara resmi di pesta penyambutannya tadi. Membuat Sandi penasaran siapa sebenarnya gadis pelayan cantik itu.
“Kamu jagalah mamiku malam ini,” perintah Sandi yang matanya masih memperhatikan pelayan itu dari atas sampai bawah.
“Sandi, apa kau meragukan gadis ini. Biar mami perkenalkan dia adalah anak dari bibi Mori, dia menggantikan ibunya bekerja di sini,” ucap nyonya Lusi.
Pelayan muda itu memperkenalkan dirinya, Ani Larasati anak dari Morri mantan kepala pelayan keluarga Brawijaya, ia menggantikan ibunya karena sudah tua dan sakit-sakitan. Nyonya Lusi yang memintanya pensiun untuk beristirahat di rumah saja. Nyonya Lusi memilih Ani Larasati karena sudah terbiasa membantu ibunya bekerja.
“Pantas saja gadis ini terlihat tidak biasa. Tapi kenapa dia mau menjadi pelayan? Sudahlah itu tidak penting. Kamu jagalah mamiku untuk istirahat!” seru Sandi.
“Siap tuan muda,” Jawab Ani sembari menunduk tanda hormat.
Sandi pamitan kepada maminya untuk menemui Sonia. Ia mengecup kening maminya sebagai tanda selamat istirahat. Setelah Sandi keluar dari kamar Maminya Ani bergegas menghampiri Nyonya Sonnia membantu mengganti piyama untuk tidur.
Sampai depan pintu kamar Nyonya Lusi. Tuan muda itu melihat empat pengawal berjaga. Ia melambaikan tangan tanda memberikan perintah.
“Dua pengawal ikuti aku, dua pengawal lagi tetap berjaga di depan pintu kamar. Laporkan siapa saja yang keluar masuk kamar nyonya, pinjamkan aku satu alat percakapan kalian,” Perintah Sandi kepada empat pengawal itu.
“Siap tuan muda,” jawab pengawal bersamaan.
Segera setelah mendapatkan perintah dari tuan muda mereka, salah satu pengawal berkoordinasi dengan pengawal lainnya tentang perintah dari Sandi. sedangkan Sandi dengan dua penjaga lainnya berjalan menuju kamar Sonia yang terletak tepat di samping kamar nyonya Lusi serta berdekataan dengan kamarnya.
Didepan pintu kamar Sonia juga terdapat dua pengwal sedang berdiri tegap. Mereka menyapa Sandi ketika datang.
“Malam tuan muda, apakah anda ingin masuk?” tanya pengawal.
Sandi hanya mengangguk dan langsung membuka pintu kamar adiknya, ia hanya ingin memastikan kondisi sang adik baik-baik saja, ia memerintahkan dua pengawal yang ia bawa dari kamar maminya tadi untuk berjaga di depan pintu. Sonia memeluk kakaknya saat tahu pria tampan itu masuk kedalam kamarnya.
“Kak aku takut,” ucap Sonia kepada sang kakak
“Kamu jangan takut kakak akan melindungimu,” balas Sandi sembari mengusap kepala Sonia.
Sandi mengingatkan berapa usia Sonia sekarang, ia berharap Sonia tumbuh menjadi wanita yang kuat dan tegas seperti maminya bukan jadi wanita yang penakut dan manja. Agar keluarganya tidak lagi diremehkan orang lain atau Sonia tak gampang ditindas oleh sekelompok orang yang menginginkan keluarganya hancur. Sandi mendengus kesal ia berjanji pada dirinya sendiri akan membuat siapa dalang dibalik kejadian ini mepertanggung jawabkan perbuatannya.
“Ta-tapi kak,“ ucap Sonia terbata.
“Kakak telah kembali. tak akan kakak biarkan satu orangpun mnyakiti keluarga brawiajya lagi,” sahut Sandi menyakinkan sang adik
Raut wajah Sonia yang tadinya tegang kini perlahan membaik. Rasa nyaman akan kehadiran sosok sang kakak membuat Sonia tenang. Sembari mengobrol dengan sang adik mata Sandi memutar memperhatikan seluruh ruangan kamar Sonia yang tertata rapi dan harum. Mata Sandi terhenti di meja rias berwana merah muda yang teletak di pojok kamar Sonia
“Sonia siapa laki-laki yang ada di figura itu, apakah kau sudah punya kekasih?” Sandi mengambil figura dan menggoda adiknya.
Sonia kaget atas pertanyaan kakaknya, ia tertawa melihat figura foto yang dibawa oleh sang kakak. Dia mengatai kakaknya sendiri dengan sebutan bodoh. Sandi tidak terima karena adiknya mengatainya bodoh, ia melihat lagi figura foto yang merupakan kolase beberapa foto tersebut.
“Sonia kau tidak boleh menjadi seorang play girl. Tapi sepertinya aku sangat familiar dengan wajah-wajah pria ini.” Sandi memperhatikan lebih seksama figura foto yang dipegangnya.
“Kakak apa kau tidak mengenali mereka, kau memang sudah lama menghilang, tapi mereka adalah orang yang paling merasa kehilangan kakak saat kakak dinyatakan hilang dan meninggal beberapa tahun lalu!” ucap Sonia dengan kesal karena sang kakak tidak mengingat siapa mereka.
Sandi sangat terkejut dengan ucapan sang adik. Tuan muda yang ingatan masa lalunya hilang ini mencoba mengingat lagi siapa pria-pria yang berada di figura foto itu, semakin mencoba mengingat semakin kepalanya sakit.
“Siapa mereka Sonia?” tanya Sandi sambil memegang kepalanya.
Terlintas samar-samar ingatan Sandi tentang sosok tiga lelaki muda di bingkai foto yang dipegang olehnya.Sandi kembali mengigat ingatannya yang lalu saat berada di bangku kuliah bersama tiga temannya. Dalam ingatannya dia dan ketiga pemuda itu sering bercanda bersama, berpesta ke club malam, karaoke bersama ditemani para wanita cantik tentunya. Ingatan yang muncul membuat Sandi mual ingin muntah. Tak kuat lagi mengingatnya Sandi memutuskan untuk berhenti mengingat masa lalunya yang ia rasa cukup menjijikkan.Setiap kali Sandi mencoba mengingat masa lalunya, rasa mual atau muntah akan terasa bahkan sampai pinsan. Sakit yang Sandi rasakan adalah salah satu rasa sakit yang di deritanya sejak ia mengalami kecelakaan di laut saat itu.“Kak, apa yang terjadi denganmu?” tanya Sonia ketakutan karena melihat Sandi yang kesakitan sambil memegangi kepala.“Kakak!” seru Sonia sembari menampar perlahan pipi kakaknya, yang kemudian membuat Sandi Sadar, nafasnya terengah-engah seakan habis berlari
Suasana di ruangan yang pencahayaannya kurang terang itu semakin menakutkan. Udara yang pengap karena tidak ada ventilasipun ikut menyelimuti. Mata Sandi samar-samar melihat raut wajah ketakutan yang jelas dari seseorang yang mencoba menikamnya tadi. Wajahnya pun ikut memucat tatkala Sandi mengancam pria itu dengan sebuah keluarga.“Ini semua tak ada hubungannya dengan keluargaku. Jangan libatkan mereka,” jawab pria yang belum diketahui nama da nasal usulnya itu.“Siapa yang menyuruhmu?!” bentak Sandi yang kesal karena pria yang mencoba mencelakainya masih enggan menyebut siapa dalang dibalik semua ini.“Srakkkk…”. Suara belati tersayat pada tubuh sang penikam dan darah kembali keluar dari tubuh pria itu.“Ahhhh!” jeritan kesakitan dari pria yang terikat tangannya itu kembali menggema di ruangan gelap nan pengap itu. Sandi mendekatkan wajahnya ke pembunuh bayaran yang masih amatir itu dan bertanya siapa namanya.“Je-jeri tuan,” ucapnya terbata sambil menahan kesakitan pada tubuhnya. B
Sandi hanya ingin menggoda Ani yang menggemaskan. Ia segera melepaskan pelukannya saat merasa jantungnya berdebar kencang saat menatap Ani yang berwajah cantik itu.“Kamu sungguh menggemaskan. Kedepannya kamu bisa melayaniku secara pribadi!” seru Sandi.“Tuan ada banyak pelayan di rumah ini. Tugasku hanya melakukan perintah dari nyonya,” ucap Ani dengan sopan.Sandi melirik wajah kepala pelayannya itu sambil tersenyum. Ani terlihat tampak salah tingkah dan itu membuat Sandi merasa gemas ingin terus menggodanya tapi dia ingin terlihat dingin dan tak membutuhkan wanita di depan Ani.“Apa kamu di suruh mami untuk mengawasiku? Ingat ya jangan pernah berkata sembarangan mengenai luka dipunggungku. Kamu silahkan keluar!” ucap Sandi dengan tegas.“Baiklah tuan muda aku akan menutup mulutku sementara, selamat beristirahat,” balas Ani sembari meninggalkan kamar Sandi.Ani sudah keluar dari kamar Sandi. Pria tampan itu tidur nyenyak dan bermimpi yang sangat menakutkan. Saat itu perjalanan libur
Sandi menggelengkan kepalanya dia sudah cukup menderita sebaiknya tidak usah menambah pendertiaan yang dialami oleh Jerri. Seseorang yang ia kurung di dalam gudang yang sudah lama tidak terpakai itu. Di dalam ruangan yang penerangannya tidak begitu terang dan udaranya pengap itu Hazel, Martin, dan Leon melihat seseorang duduk terikat dengan mulut tersumpal Sandi melepas sumpalan pada mulut lelaki bernama Jerry itu.“Tuan aku mohon jangan bunuh aku. Aku masih mempunyai seorang ibu yang sakit-sakitan dan juga anak yang masih kecil. Tolong kasihani aku anakku akan menjadi anak yatim kalau aku mati,” ucap Jerry ketakutan.“Kenapa kamu baru memikirkan anak setelah ketahuan ingin membunuh?” tanya Martin kesal sembari menendangnya.“Cukup Martin dia masih berguna buatku. Biarkan dia hidup!” seru Sandi.Sandi mendekati Jerry dan mengamati seluruh tubuhnya. Matanya fokus pada luka pada tangan yang tertusuk pisau kecil miliknya. Ketiga sahabat Sandi menatap dengan tatapan membunuh ke arah Jerri
Ani menggelengkan kepalanya ia hanya mempersilahkannya untuk menunggu di ruang tamu. Ani menyebutkan ciri-ciri wanita yang datang ingin menemui Sandi. Mendengar ciri-ciri yang disebutkan Ani, Leon langsung siapa dia dan langsung merangku Sandi kalau itu adalah gadis yang diceritakan oleh Martin tadi.“Sandi sepertinya gadis itu adalah yang dimaksud oleh Martin tadi. Seseorang yang mencintaimu dan selau menunggu kepulanganmu!” seru Leon.“Aku tidak ingat siapa dia. Terlalu banyak wanita cantik disekelilingku,” jawab Sandi.“Kalau begitu ayo kita ke ruang tamu apakah kamu masih bisa menolak kecantikan gadis yang datang khusus hanya untuk menemuimu itu,” ajak Martin sambil menggandeng Sandi ke ruang tamu.Di ruang tamu terlihat seorang wanita cantik dengan kaki jenjang memakai dress sexy dengan belahan di paha memperlihatkan paha mulusnya. Lelaki mana yang tak terpesona dan hasratnya memuncak melihat wanita itu. Tapi tidak dengan Sandi yang hasrat menikmati wanita cantiknya sudah meredup
Nyonya Lusi dan Sonia segera mendatangi sumber suara. Mereka juga memapah Sandi ke kamarnya mereka melihat Sandi memegangi kepalanya yang terlihat sangat kesakitan."Apa yang terjadi sebenarnya Velope?" tanya nyonya Lusi."Aku menceritakan saat pertama kali Sandi hilang tapi tiba-tiba Sandi memegangi kepalanya dan berteriak kesakitan. Tante ini semua salahku aku mau tinggal di sini dan merawat Sandi. Aku takut terjadi apa-apa dengan Sandi," jawab Velope.Dokter yang dipanggil oleh keluarga Brawijaya sudah datang dan memeriksa Sandi. Pria tampan itu sudah tenang dan Dokter menyarankan untuk istirahat."Nyonya Lusi, tuan muda tidak boleh banyak berpikir dulu. Saya rasa di mencoba mengingat segalanya tentang hidupnya dulu. Jadi aku peringatkan pelan-pelan saja menceritakan masa lalunya," ucap Dokter."Aku mengerti Dokter," balas nyonya Lusi sembari mengucapkan terima kasih.Dokter menyarankan jangan mengganggu dulu tuan muda beberapa saat. Biarkan dia istirahat dengan tenang, Dokter juga
Sandi mengatakan dia sudah yakin dengan apa ia tentukan. Menjadikan Jerri sebagai asistennya mungkin akan membuat orang yang menyuruhnay untuk melakukan tindak kejahatan kepada Sandi akan bermunculan satu demi satu. "Aku sudah yakin dengan keputusanku. Aku titipkan dia padamu selama satu bulan nanti aku akan datang menjemputnya sendiri!" tegas Sandi sambil menyesap teh yang disediakan untuknya. "Baik tuan kalau begitu sesuai dengan perintah tuan akan saya didik dia dengan baik," ucap Rudi. Sandi pergi tanpa pamit kepada Jerri sebelumnya ia hanya menitipkan secarik kertas untuk Jerri. Sampai kediaman utama keluarga Brawijaya terlihat keributan kecil di sana. Apa yang sebenarnya terjadi Sandi juga bingung dan langsung mendekati tempat kejadian yang sudah banyak orang itu. "Baru aku tinggal pergi sebentar kenapa kalian sudah ribut di halaman rumah orang?" tanya Sandi sambil menyeka keringatnya. "Lihat itu dia ada disana kenapa kalian menuduhku yang bukan-bukan bahkan Sandi terlihat
Tuan Toni mengatakan bahwa sesulit apapun membawa Velope harus ia dapatkan malam ini. Karena keinginannya hanya satu yakni ingin merebut semua yang dimiliki oleh Sandi Brawijaya keponakannya sendiri. "Aku tidak mau tahu pokoknya malam ini Velope harus menjadi milikku," ucap tuan Toni Brawijaya. "Baik tuan akan saya usahakan," jawab asisten tuan Toni. Joy selaku asisten tuan Toni menyusun siasat untuk membawa Velope apapun yang terjadi malam ini kepada tuannya. Tidak peduli Velope mau menolak dan memberontak seperti apapun dia harus tetap membawa ke kediaman tuannya. *** "Kamu sudah menghabiskan dua botol anggur merah apa perutmu tidak sakit. Dan kamu tidak mengatakan sepatah apapun kalimat padaku. Membuatku kesal saja!" seru Martin. "Sebentar lagi kamu tidak akan merasa kesal karena ada yang membuatmu senang," balas Sandi. Martin mendengus kesal karena tak mengerti apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu. Lebih baik ikut minum anggur daripada dibuat gila oleh Sandi. Tak beberapa