Xuan Li menyimpan bola kristal merah darah itu ke dalam ruang penyimpanan internalnya tanpa berkata apa-apa. Tangannya bergerak tenang, tapi tatapannya tetap awas. Energi di tempat ini terlalu aneh. Satu kesalahan kecil bisa membuat mereka binasa.“Jangan sentuh apa pun,” ucapnya singkat.Mo Xiang mengangguk. Langkah mereka kembali bergerak, menyusuri lorong gelap dengan dinding batu yang dingin dan berembun. Jejak simbol kuno masih terlihat samar di sepanjang jalan, seperti sisa mantra dari zaman yang telah lama terlupakan.Kabut di sekeliling mereka mulai menipis, tapi kegelapan masih menelan jarak pandang. Xuan Li mengangkat tangan, menyalurkan seberkas energi spiritual ke mata. Irisnya bersinar tipis, dan dunia di sekitarnya perlahan berubah. Kontur, bentuk, dan detail mulai terlihat lebih jelas."Gunakan teknik ini," ujarnya, mengajarkan pola sirkulasi sederhana untuk menyelubungi penglihatan dengan lapisan energi spiritual.Mo Xiang mencoba, dan berhasil. Dalam beberapa detik,
“Tempat ini tidak benar-benar hidup, tapi juga belum mati. Sesuatu di bawah menara itu... menjaga keseimbangan.”Mo Xiang mengernyit, gelisah. “Menjaga dari apa?”Xuan Li menggeleng pelan. “Belum tahu. Tapi jika kita ingin keluar dari sini, kita harus mengerti cara kerja tempat ini.”Diam sesaat. Suara dari luar rumah, raungan rendah, langkah berat makhluk iblis, dan bisikan asing, menjadi latar yang menguatkan suasana.“Apa maksudmu tinggal di sini? Kita menyusup di sarang musuh,” kata Mo Xiang, nada suaranya tertekan.“Bukan menyusup,” jawab Xuan Li. “Kita sedang beradaptasi.”Mo Xiang berdiri, berjalan mondar-mandir. “Aku tahu ini kedengaran gila, tapi… kita bahkan tidak tahu apa yang mereka makan, bagaimana mereka hidup, atau apakah mereka bisa mencium aura manusia!”“Tenang,” Xuan Li memotong, suaranya tajam. “Ras iblis ini bukan satu bangsa. Mereka tercerai-berai. Desa ini terlihat seperti penampungan para pengungsi. Mereka tidak peduli siapa yang datang, asal tidak mengganggu k
Di depan menara, berdiri sosok tinggi besar, tubuhnya dibalut jubah dari kulit hitam kelam, wajahnya tersembunyi di balik topeng bergigi. Energi yang memancar darinya tidak liar, tapi terfokus. Kaku, terlatih."Itu bukan iblis biasa," pikir Xuan Li. "Penjaga. Bukan warga desa. Dan dia sadar akan keberadaanku."Aura pria itu menyapu sekitarnya seperti tombak tajam. Ketika pandangannya menembus kabut dan berhenti tepat ke arah Xuan Li bersembunyi, senyum tipis muncul di wajah sang pemburu.Penjaga menara mengangkat tangannya. Suaranya bergema, tegas dan kasar.“Makhluk asing. Mundur. Desa ini bukan untukmu. Jika kau menolak, kau akan ditandai sebagai pembawa kekacauan.”Suara itu membawa tekanan spiritual ringan, namun jelas mengandung peringatan. Beberapa makhluk desa yang tadinya mendekat kini menjauh, seolah tahu apa yang akan terjadi.Namun Xuan Li tidak melangkah mundur. Ia melangkah keluar dari balik bayangan, perlahan. Langkahnya menginjak batu-batu kasar, tanpa niat menyembunyik
Penjaga menara akhirnya mengalah.Ia menatap pemuda di depannya, napasnya kasar namun tidak lagi dipenuhi amarah. Bila ia memaksa menahan Xuan Li lebih lama, bukan hanya dirinya yang hancur, desa buangan ini bisa lenyap bersama fondasinya.“Pergilah,” katanya pelan. “Jangan kembali… jika tidak ingin semuanya berakhir buruk.”Xuan Li hanya mengangguk tipis, tak bicara sepatah kata pun. Tubuhnya masih tenang, tapi mata itu menyimpan sesuatu yang tak bisa ditebak. Dengan satu gerakan, ia mengangkat tangan dan mengirimkan sinyal spiritual.Tak lama, Mo Xiang muncul dari balik kabut. Ia berlari kecil dan berdiri di sisi Xuan Li, napasnya masih sedikit berat karena baru saja menembus penghalang dimensi.“Sudah selesai?” tanya Mo Xiang lirih.“Belum,” jawab Xuan Li. “Tapi kita tak perlu tinggal di sini.”Penjaga menara tidak bicara lagi. Ia mengangkat tangannya, menciptakan pusaran ruang di udara. Sebuah celah terbuka, memancar aura kelam bercampur tekanan spiritual yang menusuk.Tanpa ragu,
Beberapa hari setelah menetap di reruntuhan, apa yang dinanti Xuan Li akhirnya datang.Pagi itu, langit kelam masih menggantung seperti biasa. Mo Xiang duduk bersandar di dinding, telinganya terangkat seperti biasa, tapi tidak bicara sepatah kata pun. Di sisi lain, Xuan Li membuka mata perlahan. Ada gelombang spiritual yang baru saja melewati ambang pengamatannya, bukan kekuatan sembarangan, tapi terarah, mengincar.Langkah kaki terdengar dari kejauhan. Berat, ritmis, bukan sembarang iblis pengembara. Mereka datang dengan maksud.Lima sosok mendekat. Tubuh-tubuh mereka tinggi dan kurus, kulit gelap mengilat dengan guratan seperti bekas luka terbakar. Dua di antaranya membawa senjata berujung bengkok yang tampak dipakai untuk mencabik, bukan menebas. Di tengah kelompok itu berdiri satu makhluk yang mengenakan mantel hitam lusuh, matanya berwarna perak pucat.Begitu mereka cukup dekat, pemimpin kelompok itu mengangkat tangan. Mulutnya bergerak, mengeluarkan suara aneh, serak dan dalam,
Faksi itu tidak memiliki nama, atau setidaknya tidak satu pun yang diucapkan dengan suara keras. Di sepanjang jalan, para anggota tidak banyak bicara. Mereka hanya memberi isyarat dengan tangan atau saling bertukar pandang. Seperti kawanan hewan yang sudah saling memahami tanpa perlu kata.Bao Tingyi, si makhluk bermantel hitam, memimpin perjalanan. Langkahnya tegap, tubuhnya tidak terlalu besar, tapi aura yang memancar dari punggungnya membuat siapa pun enggan mendahuluinya.Xuan Li dan Mo Xiang mengikuti tanpa suara. Di belakang mereka, dua iblis pengintai menjaga jarak, seperti bayangan yang tak punya wajah.Mo Xiang mendekat ke Xuan Li dan berbisik, “Mereka seperti sekumpulan roh yang lupa caranya menjadi hidup.”Xuan Li tidak menanggapi. Pandangannya tertuju ke depan. Bau tanah busuk dan uap darah tipis menyesaki udara. Semakin dalam mereka masuk ke wilayah ini, semakin ia merasa tubuhnya bereaksi aneh. Denyut spiritualnya selaras dengan aliran di sekitarnya, seolah tempat ini m
Xuan Li melesat ke depan. Tanpa suara, tanpa aba-aba. Hanya gerakan secepat bayangan yang meluncur di tengah kabut gelap.Cahaya merah dari sepasang mata iblis menyala tajam, tapi tak sempat bereaksi saat telapak tangan Xuan Li menembus dadanya. Darah hitam menyembur. Mayat itu jatuh tanpa suara.Di sekitarnya, pengintai faksi musuh yang lain mencoba melawan. Tapi di dimensi ini, dunia iblis, tanah yang bukan milik manusia, Xuan Li lebih dari sekadar kuat. Energi spiritualnya menyatu bersama aliran gelap di tanah, udara, dan bahkan tulang yang tersembunyi di balik kabut.Seolah dunia ini mengenalinya. Menerimanya. Memberinya kekuatan.Satu per satu musuh roboh. Tidak ada peringatan. Tidak ada belas kasihan. Xuan Li bergerak cepat, tenang, dan presisi. Setiap serangan mengenai titik vital. Bahkan sebelum mereka menyadari bahwa sedang diserang, tubuh mereka telah terbaring diam selamanya.Dalam waktu tak sampai seperempat jam, kamp pengamatan faksi Aska tinggal reruntuhan dan mayat.Mo
Kabut hitam menyelimuti jalan setapak yang mulai berubah menjadi bebatuan hitam halus. Xuan Li melangkah diam-diam, pikirannya masih dipenuhi gema suara yang berasal dari dalam dirinya. Ia menoleh ke arah Mo Xiang yang berjalan setengah langkah di belakangnya. Mereka tak berbicara, tapi keduanya tahu: mereka tersesat."Bao Tingyi sudah terlalu jauh," gumam Mo Xiang, matanya menatap ke kejauhan yang buram. "Kita tak bisa menyusul."Xuan Li tidak menjawab. Matanya menyisir lingkungan sekitar. Tidak ada jejak pertempuran, tidak ada tanda keberadaan tim mereka. Apa yang barusan terjadi, serangan dari dua faksi berbeda, membuyarkan formasi dan arah mereka. Kini mereka sendirian, di jantung wilayah iblis.Langkah mereka membawa mereka ke dataran lebih rendah. Kabut mulai menipis, berganti dengan hawa dingin yang menusuk tulang. Di hadapan mereka, berdiri sebuah kota, terlihat lebih tertata dibandingkan reruntuhan yang mereka lalui sebelumnya. Pilar-pilar batu berukir, rumah-rumah tinggi de
Kabut hitam menyelimuti jalan setapak yang mulai berubah menjadi bebatuan hitam halus. Xuan Li melangkah diam-diam, pikirannya masih dipenuhi gema suara yang berasal dari dalam dirinya. Ia menoleh ke arah Mo Xiang yang berjalan setengah langkah di belakangnya. Mereka tak berbicara, tapi keduanya tahu: mereka tersesat."Bao Tingyi sudah terlalu jauh," gumam Mo Xiang, matanya menatap ke kejauhan yang buram. "Kita tak bisa menyusul."Xuan Li tidak menjawab. Matanya menyisir lingkungan sekitar. Tidak ada jejak pertempuran, tidak ada tanda keberadaan tim mereka. Apa yang barusan terjadi, serangan dari dua faksi berbeda, membuyarkan formasi dan arah mereka. Kini mereka sendirian, di jantung wilayah iblis.Langkah mereka membawa mereka ke dataran lebih rendah. Kabut mulai menipis, berganti dengan hawa dingin yang menusuk tulang. Di hadapan mereka, berdiri sebuah kota, terlihat lebih tertata dibandingkan reruntuhan yang mereka lalui sebelumnya. Pilar-pilar batu berukir, rumah-rumah tinggi de
Xuan Li melesat ke depan. Tanpa suara, tanpa aba-aba. Hanya gerakan secepat bayangan yang meluncur di tengah kabut gelap.Cahaya merah dari sepasang mata iblis menyala tajam, tapi tak sempat bereaksi saat telapak tangan Xuan Li menembus dadanya. Darah hitam menyembur. Mayat itu jatuh tanpa suara.Di sekitarnya, pengintai faksi musuh yang lain mencoba melawan. Tapi di dimensi ini, dunia iblis, tanah yang bukan milik manusia, Xuan Li lebih dari sekadar kuat. Energi spiritualnya menyatu bersama aliran gelap di tanah, udara, dan bahkan tulang yang tersembunyi di balik kabut.Seolah dunia ini mengenalinya. Menerimanya. Memberinya kekuatan.Satu per satu musuh roboh. Tidak ada peringatan. Tidak ada belas kasihan. Xuan Li bergerak cepat, tenang, dan presisi. Setiap serangan mengenai titik vital. Bahkan sebelum mereka menyadari bahwa sedang diserang, tubuh mereka telah terbaring diam selamanya.Dalam waktu tak sampai seperempat jam, kamp pengamatan faksi Aska tinggal reruntuhan dan mayat.Mo
Faksi itu tidak memiliki nama, atau setidaknya tidak satu pun yang diucapkan dengan suara keras. Di sepanjang jalan, para anggota tidak banyak bicara. Mereka hanya memberi isyarat dengan tangan atau saling bertukar pandang. Seperti kawanan hewan yang sudah saling memahami tanpa perlu kata.Bao Tingyi, si makhluk bermantel hitam, memimpin perjalanan. Langkahnya tegap, tubuhnya tidak terlalu besar, tapi aura yang memancar dari punggungnya membuat siapa pun enggan mendahuluinya.Xuan Li dan Mo Xiang mengikuti tanpa suara. Di belakang mereka, dua iblis pengintai menjaga jarak, seperti bayangan yang tak punya wajah.Mo Xiang mendekat ke Xuan Li dan berbisik, “Mereka seperti sekumpulan roh yang lupa caranya menjadi hidup.”Xuan Li tidak menanggapi. Pandangannya tertuju ke depan. Bau tanah busuk dan uap darah tipis menyesaki udara. Semakin dalam mereka masuk ke wilayah ini, semakin ia merasa tubuhnya bereaksi aneh. Denyut spiritualnya selaras dengan aliran di sekitarnya, seolah tempat ini m
Beberapa hari setelah menetap di reruntuhan, apa yang dinanti Xuan Li akhirnya datang.Pagi itu, langit kelam masih menggantung seperti biasa. Mo Xiang duduk bersandar di dinding, telinganya terangkat seperti biasa, tapi tidak bicara sepatah kata pun. Di sisi lain, Xuan Li membuka mata perlahan. Ada gelombang spiritual yang baru saja melewati ambang pengamatannya, bukan kekuatan sembarangan, tapi terarah, mengincar.Langkah kaki terdengar dari kejauhan. Berat, ritmis, bukan sembarang iblis pengembara. Mereka datang dengan maksud.Lima sosok mendekat. Tubuh-tubuh mereka tinggi dan kurus, kulit gelap mengilat dengan guratan seperti bekas luka terbakar. Dua di antaranya membawa senjata berujung bengkok yang tampak dipakai untuk mencabik, bukan menebas. Di tengah kelompok itu berdiri satu makhluk yang mengenakan mantel hitam lusuh, matanya berwarna perak pucat.Begitu mereka cukup dekat, pemimpin kelompok itu mengangkat tangan. Mulutnya bergerak, mengeluarkan suara aneh, serak dan dalam,
Penjaga menara akhirnya mengalah.Ia menatap pemuda di depannya, napasnya kasar namun tidak lagi dipenuhi amarah. Bila ia memaksa menahan Xuan Li lebih lama, bukan hanya dirinya yang hancur, desa buangan ini bisa lenyap bersama fondasinya.“Pergilah,” katanya pelan. “Jangan kembali… jika tidak ingin semuanya berakhir buruk.”Xuan Li hanya mengangguk tipis, tak bicara sepatah kata pun. Tubuhnya masih tenang, tapi mata itu menyimpan sesuatu yang tak bisa ditebak. Dengan satu gerakan, ia mengangkat tangan dan mengirimkan sinyal spiritual.Tak lama, Mo Xiang muncul dari balik kabut. Ia berlari kecil dan berdiri di sisi Xuan Li, napasnya masih sedikit berat karena baru saja menembus penghalang dimensi.“Sudah selesai?” tanya Mo Xiang lirih.“Belum,” jawab Xuan Li. “Tapi kita tak perlu tinggal di sini.”Penjaga menara tidak bicara lagi. Ia mengangkat tangannya, menciptakan pusaran ruang di udara. Sebuah celah terbuka, memancar aura kelam bercampur tekanan spiritual yang menusuk.Tanpa ragu,
Di depan menara, berdiri sosok tinggi besar, tubuhnya dibalut jubah dari kulit hitam kelam, wajahnya tersembunyi di balik topeng bergigi. Energi yang memancar darinya tidak liar, tapi terfokus. Kaku, terlatih."Itu bukan iblis biasa," pikir Xuan Li. "Penjaga. Bukan warga desa. Dan dia sadar akan keberadaanku."Aura pria itu menyapu sekitarnya seperti tombak tajam. Ketika pandangannya menembus kabut dan berhenti tepat ke arah Xuan Li bersembunyi, senyum tipis muncul di wajah sang pemburu.Penjaga menara mengangkat tangannya. Suaranya bergema, tegas dan kasar.“Makhluk asing. Mundur. Desa ini bukan untukmu. Jika kau menolak, kau akan ditandai sebagai pembawa kekacauan.”Suara itu membawa tekanan spiritual ringan, namun jelas mengandung peringatan. Beberapa makhluk desa yang tadinya mendekat kini menjauh, seolah tahu apa yang akan terjadi.Namun Xuan Li tidak melangkah mundur. Ia melangkah keluar dari balik bayangan, perlahan. Langkahnya menginjak batu-batu kasar, tanpa niat menyembunyik
“Tempat ini tidak benar-benar hidup, tapi juga belum mati. Sesuatu di bawah menara itu... menjaga keseimbangan.”Mo Xiang mengernyit, gelisah. “Menjaga dari apa?”Xuan Li menggeleng pelan. “Belum tahu. Tapi jika kita ingin keluar dari sini, kita harus mengerti cara kerja tempat ini.”Diam sesaat. Suara dari luar rumah, raungan rendah, langkah berat makhluk iblis, dan bisikan asing, menjadi latar yang menguatkan suasana.“Apa maksudmu tinggal di sini? Kita menyusup di sarang musuh,” kata Mo Xiang, nada suaranya tertekan.“Bukan menyusup,” jawab Xuan Li. “Kita sedang beradaptasi.”Mo Xiang berdiri, berjalan mondar-mandir. “Aku tahu ini kedengaran gila, tapi… kita bahkan tidak tahu apa yang mereka makan, bagaimana mereka hidup, atau apakah mereka bisa mencium aura manusia!”“Tenang,” Xuan Li memotong, suaranya tajam. “Ras iblis ini bukan satu bangsa. Mereka tercerai-berai. Desa ini terlihat seperti penampungan para pengungsi. Mereka tidak peduli siapa yang datang, asal tidak mengganggu k
Xuan Li menyimpan bola kristal merah darah itu ke dalam ruang penyimpanan internalnya tanpa berkata apa-apa. Tangannya bergerak tenang, tapi tatapannya tetap awas. Energi di tempat ini terlalu aneh. Satu kesalahan kecil bisa membuat mereka binasa.“Jangan sentuh apa pun,” ucapnya singkat.Mo Xiang mengangguk. Langkah mereka kembali bergerak, menyusuri lorong gelap dengan dinding batu yang dingin dan berembun. Jejak simbol kuno masih terlihat samar di sepanjang jalan, seperti sisa mantra dari zaman yang telah lama terlupakan.Kabut di sekeliling mereka mulai menipis, tapi kegelapan masih menelan jarak pandang. Xuan Li mengangkat tangan, menyalurkan seberkas energi spiritual ke mata. Irisnya bersinar tipis, dan dunia di sekitarnya perlahan berubah. Kontur, bentuk, dan detail mulai terlihat lebih jelas."Gunakan teknik ini," ujarnya, mengajarkan pola sirkulasi sederhana untuk menyelubungi penglihatan dengan lapisan energi spiritual.Mo Xiang mencoba, dan berhasil. Dalam beberapa detik,
Setelah melewati lorong-lorong yang berliku tanpa arah pasti, Xuan Li dan Mo Xiang akhirnya tiba di sebuah dataran cekung yang nyaris tertutup puing reruntuhan. Di tengahnya, tersembunyi di balik batu-batu patah dan debu, terdapat sebuah platform bundar dari batu hitam. Permukaannya dipenuhi ukiran-ukiran melingkar yang membentuk pola formasi, meski sebagian besar telah tertutup lumpur dan pecahan kristal mati.Xuan Li mengerutkan alis. Ia menatap sebentar ke arah pola yang tersisa, lalu mengangguk pelan. “Formasi teleportasi,” gumamnya. “Model kuno... tapi masih utuh.”Mereka mulai menyingkirkan puing-puing yang menghalangi. Pilar-pilar kecil di sekeliling platform akhirnya terlihat. Tingginya hanya setinggi pinggang, namun masing-masing dipenuhi ukiran garis-garis yang membentuk simpul energi. Saat cahaya samar langit kelabu menyentuh formasi itu, pola-pola itu perlahan menyala.Mo Xiang menyeka keringat dari dahinya. “Apa ini masih bisa digunakan?”Xuan Li tidak menjawab. Ia mero