Xuan Li bisa saja melawan dan menjatuhkan penyandera itu dengan mudah. Namun, ia memilih untuk menahan diri. Wanita itu terluka, dan dalam situasi seperti ini, lebih baik tidak menambah musuh baru.
"Jangan khawatir." Suara Xuan Li yang rendah tidak membuat wanita itu menurunkan pedangnya, meski kewaspadaannya sedikit mengendur. Di luar kamar terdengar suara langkah kaki mendekat dan tidak lama kemudian pintu diketuk dari luar. Ketegangan kembali terasa, penyandera memberi tatapan tajam pada Xuan Li sebelum akhirnya kembali bersembunyi. Seorang pelayan berdiri di depan pintu dengan satu nampan penuh makanan lezat. Xuan Li tidak membiarkannya masuk. "Berikan padaku!" Xuan Li mengambil nampan berisi makanan dengan satu tangannya. "Kamu boleh pergi!" Xuan Li menarik nampan itu dengan cepat, lalu segera menutup pintu sebelum pelayan sempat berkata lebih jauh. Ia lalu berjalan ke sebuah meja kayu dan meletakkan nampan yang dibawanya. Masih dengan sikapnya yang santai, ia duduk di lantai seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Bayangan hitam berkelebat keluar dari tempat persembunyiannya, pergi begitu saja melalui jendela tanpa berpamitan padanya. "Wanita yang unik. Sayang ia tidak akan berumur panjang," ucap Xuan Li yang tahu jika wanita itu terluka. Benua Tua sangat luas, namun tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk bertemu lagi di lain hari. Dalam sekejap, semua makanan lezat di atas meja telah berpindah ke dalam perut Xuan Li. Malam ini ia tidak ingin pergi ke mana-mana. Ia memilih bermeditasi sejenak lalu beristirahat. Esensi energi spiritual di tempat ini tidak sebesar di Gunung Tulang Naga. Jika ingin menerobos ke ranah kultivasi yang lebih tinggi, Xuan Li tidak bisa terus tinggal di sini. Ia juga harus menemukan batu sumber untuk menyokong. "Aku harus segera menemukan ginseng merah langka untuk membuat pil penyelaras roh. Tubuh terkutuk ini membuatku harus bersusah payah meningkatkan kekuatan." Xuan Li merutuki dirinya sendiri dan merasa Tubuh Giok yang dimilikinya adalah sebuah kesialan. Menurut kabar, ginseng merah langka berusia ribuan tahun hanya dimiliki oleh para raja di benua ini. Kerajaan terdekat adalah Kerajaan Bintang Timur yang berada di arah tenggara Kota Debu Hitam yang disinggahinya saat ini. Xuan Li memikirkan cara untuk bisa masuk ke sana dan mendapatkan ginseng merah langka. *** Di hari berikutnya, Untuk mengusir rasa jenuh, Xuan Li pergi berjalan-jalan menyusuri kota. Aktifitas penduduk membuat kota itu tampak hidup. Bangunan-bangunan tampak kokoh berdiri di sepanjang jalan yang ia lewati. Xuan Li pergi ke pasar yang berada di pusat kota. Saat tiba di sana, terlihat beberapa orang dari pemerintahan kota sedang mengantarkan tamu. Tidak lama kemudian, salah seorang diantaranya berjalan ke papan pengumuman dan menempelkan sebuah kertas. Orang-orang yang berada di sekitar tempat itu berbondong-bondong datang untuk melihat papan pengumuman. Rasa ingin tahu membuat mereka berdesak-desakan agar bisa segera melihatnya. Xuan Li menunggu mereka satu persatu pergi dari tempat itu. Di dalam pengumuman tertulis bahwa Raja Jing, penguasa Kerajaan Bintang Timur sedang mencari tabib hebat yang bisa menyembuhkan putrinya. Senyum simpul terlihat samar di wajah dingin Xuan Li. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mendapatkan ginseng merah langka. Dengan langkah pasti, ia bergegas menuju ke Kerajaan Bintang Timur. Penampilannya yang biasa tidak banyak menarik perhatian di Ibukota Bintang Timur, hanya beberapa wanita muda yang tersihir oleh ketampanannya. Lagi-lagi Xuan Li tidak peduli dan terus fokus pada tujuannya. Para tabib dan ahli pengobatan mulai berdatangan dan berkumpul di halaman luar istana. Kebanyakan dari mereka telah berusia lanjut dan hanya beberapa yang terlihat masih muda. Awalnya mereka berpikir jika Xuan Li hanya orang luar yang tidak akan ikut dalam sayembara, mereka sangat terkejut ketika ia ikut bergabung dalam barisan. "Anak muda, apakah kamu yakin memiliki kemampuan?" Seorang tabib yang berdiri tepat di belakang Xuan Li tidak tahan untuk bertanya. Xuan Li mengangguk. Tempat itu begitu senyap dan penuh dengan ketegangan. Sedikit saja suara akan menjadi pusat perhatian. Pertanyaan tabib itu terdengar oleh semua orang dan membuat tatapan mereka mengarah pada Xuan Li. Sorot kebencian dan merendahkan membuat Xuan Li merasa tidak nyaman. Namun, ia berusaha untuk terlihat tenang. "Nyawa Tuan Putri bukanlah mainan. Lebih baik kamu nikmati masa mudamu dan lupakan khayalanmu!" seru salah seorang tabib yang cukup terkenal di kota itu. "Benar. Sadarlah, Nak. Jangan membuat orang tuamu malu." "Sudahlah, jangan berisik. Untuk apa kita memikirkan nasib bocah gila ini." Para tabib yang merasa dirinya hebat terus berkomentar. Sebagian lain memilih berbisik dan berbicara dengan isyarat pada temannya. Xuan Li sangat mengerti, sedikit kesalahan saja akan membuat nyawanya melayang, namun dia sangat membutuhkan ginseng merah langka. Dengan langkah tergesa seorang pegawai istana datang ke tempat para tabib berkumpul. Mendadak suasana kembali senyap. Tabib yang hadir dipanggil satu persatu dari yang paling depan untuk diseleksi. Raja Jing tidak ingin sembarangan orang menyentuh putrinya. Mereka juga diuji dengan memeriksa beberapa orang pasien, mengenali jenis-jenis obat dan racun serta efisiensi tenaga dalam. Mengejutkan, dari puluhan tabib yang diseleksi, hampir semuanya kembali dengan wajah yang muram. Giliran Xuan Li pun tiba. Pegawai istana menatapnya tidak percaya. Sama seperti yang lainnya, ia juga meragukan kemampuan Xuan Li. "Apakah kamu yakin ingin mengikuti seleksi?" Pegawai istana memastikan keikutsertaan Xuan Li. "Aku akan mencobanya." Pegawai istana menggeleng ringan lalu mempersilakan Xuan Li untuk mengikutinya masuk ke dalam ruangan pengujian. Dua orang tabib yang lolos seleksi memberinya tatapan merendahkan dan meremehkannya. "Masuklah!" Pegawai istana hanya mengantar hingga depan pintu. "Hemm." Xuan Li mengangguk. Di dalam ruangan, ia kembali membuat semua orang tercengang dan merasa tidak yakin. Tanpa banyak komentar, penguji pertama memintanya untuk menyebutkan nama-nama bahan obat langka yang sudah jarang beredar di pasaran maupun ke pelelangan. Bagi Xuan Li itu bukanlah hal yang sulit, ia menyebutkan semuanya tanpa ada kesalahan. Penguji pertama terpukau dengan kemampuannya dan memintanya untuk pergi ke penguji kedua. Di sana Xuan Li diminta untuk memeriksa dan mendiagnosis beberapa orang pasien yang berbaring di tempat itu. Dengan penuh kehati-hatian ia menjelaskan secara mendetail mengenai penyakit yang diderita dan bagaimana cara pengobatan yang harus dilakukan. Saat mendapati penjelasan dan diagnosis yang berbeda dengan tabib-tabib sebelumnya, penguji meminta penjelasan yang lebih rinci kepada Xuan Li. Dalam hal ini, ia merasa menemukan metode baru dalam pengobatan dan kemungkinan kesembuhan yang lebih efektif. Tanpa berpikir banyak ia pun menyatakan jika Xuan Li lolos seleksi darinya. Penguji terakhir menyambut Xuan Li dengan tatapan yang berbeda. Ia adalah penasehat istana yang ditunjuk secara khusus oleh Raja Jing. "Aku tidak bisa merasakan aura energi spiritual anak ini. Melihatnya begitu tenang, rasanya tidak mungkin jika ia tidak memiliki kualifikasi." Penasihat istana bermonolog dalam hati, mencoba memecahkan misteri kultivasi Xuan Li. Keduanya berdiri berhadapan dalam diam hingga beberapa saat. "Tuan, silakan duduk di sini!" Salah seorang asisten penasehat istana meminta Xuan Li untuk duduk dan membuat kebekuan mencair seketika. "Baik, terima kasih." Saat Xuan Li hendak duduk, penasehat istana mencegahnya. "Tunggu! Tunjukkan tanganmu padaku!" Kekhawatiran mulai merayapi hatinya, Xuan Li berharap penasehat istana tidak mengetahui rahasia besar yang disembunyikannya.Jejak kesadaran yang terpatri pada artefak batu hitam, peninggalan dari Tabib Hantu Wu, bergetar. Panggilan halus namun tegas menyusup ke dalam kesadaran pemiliknya, seolah menjerit dari ujung dunia.Di tengah kesunyian Paviliun Gunung Sunyi, Tabib Hantu Wu membuka matanya. Sinar gelap memantul di bola matanya yang tajam. Ia telah merasakan sinyal itu... bahaya, kerusakan, dan kehancuran yang mengancam sesuatu yang ia anggap tak ternilai."Xuan Li..." gumamnya pelan, suara seperti desir angin dingin.Ia berdiri tanpa banyak bicara. Jubah hitam panjangnya melambai ringan saat ia melangkah keluar dari ruang meditasi. Lin Gong, yang tengah tertidur sambil memeluk kendi arak, langsung terbangun saat merasakan tekanan spiritual yang tiba-tiba muncul.“Guru?” tanya Lin Gong sambil mengucek matanya, kebingungan.“Jaga Paviliun Gunung Sunyi. Jangan biarkan siapa pun masuk, bahkan tetua langit sekalipun.”Jian Cheng, yang berdiri tak jauh, segera menunduk hormat. Ia bisa merasakan aura genting
Dewa Langit Surgawi memandangi kedua tangannya. Di ujung kuku jari tengahnya masih tersisa darah Xuan Li, merah tua dan pekat. Ia mengerutkan alis, lalu tanpa ragu menempelkan darah itu ke luka di lengannya. Seketika, luka itu tertutup, dan darah Xuan Li meresap masuk, menyatu dengan aliran darahnya sendiri.Tubuhnya bergidik. Rasa asing menyusup ke dalam daging dan tulangnya, namun tubuhnya tak menolak. Sebaliknya, darah itu terasa... cocok. Berpadu dengan tubuhnya dan memberi kekuatan baru.Ia melangkah mundur perlahan. Napasnya memburu. Tatapannya kosong, namun jauh di dalam pupil emasnya, berkecamuk sesuatu yang belum pernah ia rasakan selama ribuan tahun... penyesalan."Jika darah ini benar-benar dari garis utama... jika itu benar..."Ia menutup matanya. Tidak, para iblis memang haus kuasa, tetapi mereka tidak membunuh darah dagingnya sendiri. Bahkan yang paling kejam pun menjaga garis keturunan mereka seperti pusaka kuno.Langkahnya gontai, seolah kekuatan tak lagi penting. Lon
Kesadaran Xuan Li diliputi kabut pekat. Ia menyadari bahwa kekuatannya telah habis tak bersisa. Bahkan napasnya mulai tersendat, tak beraturan. Dalam kehampaan yang seakan menelannya, terdengar suara, bukan berasal dari dunia ini, melainkan suara yang muncul dari kedalaman jiwanya sendiri."Jika kau terjatuh di ambang kematian... maka aku akan datang. Sekali saja."Sebuah kilatan hitam samar perlahan muncul di balik tubuhnya. Artefak batu hitam, warisan dari Tabib Hantu Wu, bergetar lembut. Cahaya hitam merayap, memancar tenang, menyelubungi tubuh Xuan Li sebelum semuanya menghilang dalam sekejap, lenyap tanpa bekas.Di tempat yang sama, Dewa Langit Surgawi baru saja menyalurkan kekuatan ke dalam tombak energi barunya. Aura iblis mengental di udara, dan kilatan petir hitam menjalar liar di sekitar altar.Namun sebelum tombak itu sempat dilemparkan, Xuan Li telah lenyap sepenuhnya.Mata Dewa Langit Surgawi menyipit curiga. Ia melangkah pelan ke depan, menatap kosong ke tempat yang tadi
Xuan Li tahu, waktu hampir habis.Darah masih menetes dari luka di dadanya, menguap dalam hawa panas yang memenuhi ruangan. Wu Hei dan Wu Rong telah memberikan sisa kekuatan mereka. Tidak ada lagi cadangan. Tidak ada lagi tempat untuk lari.Di hadapannya, Dewa Langit Surgawi berdiri tegak. Aura hitam keemasannya, menekan semua yang hidup. Wujud lonceng raksasa di belakangnya terus berputar, mengeluarkan suara gemuruh rendah yang menusuk hingga ke dasar jiwa.Xuan Li mengangkat tangan kirinya. Retakan yang belum sepenuhnya pulih memancarkan cahaya keperakan samar. Aura gabungan Wu Hei dan Wu Rong menyelimuti tubuhnya, membentuk pusaran energi kontras, gelap dan terang, kematian dan kehidupan.Ia tidak bisa membiarkan tubuhnya jatuh ke tangan Dewa Langit Surgawi.Sekali itu terjadi, maka entitas baru akan lahir, makhluk iblis surgawi yang akan menyatu dengan tubuh giok dan darah jiwanya, menciptakan kekuatan yang mampu menembus hukum dunia.Dan tak ada yang bisa menghentikannya.Xuan Li
Lonceng Pengubah Takdir bukanlah artefak yang bisa dikendalikan semudah merebut pedang dari tangan lawan. Ia adalah hukum itu sendiri. Keberadaan yang lahir dari benturan takdir dan waktu, mengandung kekuatan yang tidak bisa dijinakkan oleh kehendak semata, sekalipun oleh tubuh giok.Saat Xuan Li mencoba meraih kendali atasnya, kekuatan mengerikan meledak dari inti lonceng. Aura itu memukul balik, mengalir seperti banjir yang membalik arus sungai dan menelan dirinya mentah-mentah.Dewa Langit Surgawi tertawa. Suaranya menggema di seluruh ruangan, kasar dan menindas, bagai petir yang menertawakan petani di tengah badai.“Lonceng itu bukan milikmu, bocah,” katanya sambil melangkah maju. “Itu adalah milik surga. Dan surga tunduk padaku.”Tubuh Xuan Li terlempar ke belakang. Retakan muncul di permukaan tubuh gioknya, merambat seperti sarang laba-laba. Aura yang sebelumnya kokoh kini terguncang. Suara geraman lirih keluar dari tenggorokannya saat lututnya menyentuh lantai batu altar.Di d
Ketika Dewa Langit Surgawi perlahan membalikkan badan, menatap Xuan Li yang seharusnya masih terbelenggu. Namun yang ia dapati justru hal sebaliknya.Pola cahaya yang tadinya mengikat tubuh Xuan Li kini telah retak dan runtuh sepenuhnya. Suara patahan halus menyertai pecahnya belenggu, seperti kaca yang jatuh di ruang hening. Aura tubuh giok menyembur keluar, dingin dan mematikan, bercampur dengan gelombang energi jiwa yang tak wajar.Xuan Li berdiri tegak. Tubuhnya tak lagi diguncang tekanan. Matanya tenang, namun dalam kedalaman sorotnya, menyala kilatan yang belum pernah ada sebelumnya.“Sudah cukup,” ucapnya lirih.Lalu ia bergerak.Tanpa peringatan. Tanpa basa-basi.Tubuh giok Xuan Li menyala hitam kebiruan. Energi spiritual yang berputar di dalamnya seperti gelombang bintang yang terkompresi dalam ruang kecil. Ia meninju ke depan, langsung ke arah dada Dewa Langit Surgawi.Ledakan udara tercipta seketika. Ruangan altar bergetar. Cahaya merah yang tadinya bersinar dari pecahan l
Xuan Li menutup mata, lalu menyelam masuk ke dalam kesadaran batinnya."Wu Hei," bisiknya dalam hati. "Bantu aku. Belenggu ini tidak bisa kutembus."Sosok bayangan kelam muncul dalam lautan kesadaran. Wu Hei berdiri di atas pusaran energi hitam, wajahnya menyiratkan keraguan."Kau tahu aku tidak bisa menghancurkannya," jawab Wu Hei dengan suara dalam. "Belenggu ini dibentuk dari hukum dimensi milik Raja Iblis itu sendiri. Itu bukan sesuatu yang bisa dikoyak begitu saja."Xuan Li membuka matanya perlahan di dunia nyata. Nafasnya tetap teratur. Tapi dalam hati ia kembali bertanya, "Kalau begitu, adakah cara lain?"Wu Hei diam sejenak. Kemudian ia mengangguk pelan. "Ada. Tapi tidak mudah. Energi dari mantra pengikat itu bisa diserap. Tapi untuk menyerapnya, aku butuh bantuan Wu Rong.""Lakukan," jawab Xuan Li tanpa ragu. "Sebelum Dewa Langit Surgawi mengambil pecahan Lonceng Pengubah Takdir atau tubuh ini."Namun Wu Hei justru menatapnya tajam. "Kita butuh pengalih perhatian. Serahkan pe
Lorong itu sunyi dan diselimuti kabut pekat. Setiap langkah Xuan Li dan Mo Xiang hanya menghasilkan gema samar, seperti suara mereka ditelan ruang hampa. Udara di sekitarnya terasa berat, bukan karena tekanan energi, tetapi karena sesuatu yang lebih dalam, sebuah keterasingan dimensi yang tidak wajar.Mereka telah berjalan cukup lama tanpa berbicara. Tidak ada cahaya selain kilau samar dari dinding kabut yang sesekali berkedip. Tak satu pun dari mereka berani mengedarkan energi spiritualnya. Kewaspadaan terhadap sosok yang mengawasi mereka sebelumnya masih tertanam kuat.Namun, setelah beberapa saat, mereka berhenti.Mo Xiang menatap sekeliling, dahinya mengernyit. “Kita sudah pernah melewati bagian ini.”Xuan Li memejamkan mata sejenak. Ia menelusuri kembali jejak energi di pikirannya. Hasilnya sama, mereka tidak maju. Hanya berjalan dalam lingkaran.“Formasi ilusi,” gumamnya. “Tapi ini bukan sekadar jebakan visual. Ada unsur dimensi yang ikut diputar.”Ia merentangkan tangan, menc
Mo Xiang membuka mata perlahan. Pandangannya kabur sesaat sebelum akhirnya fokus pada sosok Xuan Li yang duduk tak jauh darinya. Ekspresi Xuan Li tidak seperti biasanya. Wajahnya tegang, sorot matanya penuh perhitungan, dan napasnya sedikit berat.“Ada apa?” tanya Mo Xiang, suaranya serak. “Kau terlihat... tidak tenang.”Xuan Li tak langsung menjawab. Ia memutar pandangan ke sudut ruangan, lalu menatap balik ke Mo Xiang.“Kita sedang diawasi,” ucapnya pelan. “Aku merasakan seseorang masuk ke ruangan ini tadi. Ia tidak menyerang, hanya mengamati. Tapi aura yang ia bawa, itu milik ras iblis tingkat tinggi. Sangat terlatih, dan... sangat berbahaya.”Mo Xiang mengerutkan dahi. “Kenapa tidak langsung menyerang kita?”“Belum tahu,” jawab Xuan Li sambil menutup matanya sejenak, mencoba menenangkan pikirannya. “Mungkin sedang menilai sesuatu.”Mo Xiang mencoba duduk tegak, namun tiba-tiba tubuhnya tersentak. Ia terbatuk, menahan rasa sakit dari dalam tubuhnya. Meski cadangan energi spiritual