Share

BAB 112

Author: Faisalicious
last update Huling Na-update: 2025-06-26 10:52:58

Zhuge Liang menunduk, jemarinya mengepal di sisi tubuh. Sorot matanya berubah... dari amarah... menjadi kekhawatiran mendalam.

Tanpa membuang waktu, ia berpaling ke salah satu penjaga terdekat. "Cepat... panggil Kepala Tabib Kota." Nada suaranya berat... tapi tegas.

Tak butuh perintah kedua, penjaga itu langsung berlari ke dalam bangunan utama. Beberapa prajurit elit yang berjaga di sisi pelataran segera bergerak mendekat, dengan sikap penuh hormat menunggu instruksi. Zhuge Liang lalu berjalan mendekati Sin Wok Yu yang masih tergeletak di atas punggung Labubu. Ia mengulurkan tangan, hampir menyentuh pundak lelaki tua itu... namun ragu... dan hanya menggenggam udara.

Matanya lalu jatuh pada Sin Yuyu yang hampir tak kuat berdiri, wajahnya penuh keringat, napasnya berat.

"Gadis kecil... kau sudah cukup berjuang..." Suara Zhuge Liang sedikit melembut.

"Biarkan kami yang mengambil alih sekarang."

Tak lama kemudian, seorang lelaki paruh baya dengan jubah panjang hijau zamrud berlari tergesa
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 112

    Zhuge Liang menunduk, jemarinya mengepal di sisi tubuh. Sorot matanya berubah... dari amarah... menjadi kekhawatiran mendalam.Tanpa membuang waktu, ia berpaling ke salah satu penjaga terdekat. "Cepat... panggil Kepala Tabib Kota." Nada suaranya berat... tapi tegas.Tak butuh perintah kedua, penjaga itu langsung berlari ke dalam bangunan utama. Beberapa prajurit elit yang berjaga di sisi pelataran segera bergerak mendekat, dengan sikap penuh hormat menunggu instruksi. Zhuge Liang lalu berjalan mendekati Sin Wok Yu yang masih tergeletak di atas punggung Labubu. Ia mengulurkan tangan, hampir menyentuh pundak lelaki tua itu... namun ragu... dan hanya menggenggam udara.Matanya lalu jatuh pada Sin Yuyu yang hampir tak kuat berdiri, wajahnya penuh keringat, napasnya berat."Gadis kecil... kau sudah cukup berjuang..." Suara Zhuge Liang sedikit melembut."Biarkan kami yang mengambil alih sekarang."Tak lama kemudian, seorang lelaki paruh baya dengan jubah panjang hijau zamrud berlari tergesa

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 111

    Keduanya saling bertukar pandang... lalu salah satunya menjawab dengan nada berat. “Ini semua... dikarenakan sebuah penyakit aneh yang muncul... dua tahun lalu.”Sha Bu menyipitkan mata. “Penyakit aneh?”Penjaga itu menarik napas panjang. Langkahnya melambat, seolah mengingat sesuatu yang enggan ia kenang. “Dua tahun lalu... tepat saat perayaan Tahun Baru... ketika ribuan lampion memenuhi langit Kota Pembantaian... wabah itu... pertama kali muncul.”Xu Ming dan Lin Feng otomatis memperlambat langkah, mendengarkan.“Malam itu... di tengah perayaan yang riuh ramai... seorang pedagang rempah dari distrik barat tiba-tiba... jatuh berlutut. Ia menggenggam bagian belakang lehernya... tepat di pangkal tengkorak.”Penjaga lainnya melanjutkan dengan suara rendah. “Dia mulai mengerang... menggeliat seperti cacing dibakar... Lalu... dalam hitungan napas... wajahnya... menghitam. Kulit di sekujur tubuhnya... mengering... dan dagingnya mulai... mengempis seperti... tengkorak setengah hidup.”Lin F

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 110

    Ketika mereka mendekat ke mulut gerbang, dua penjaga berbaju hitam berdiri sigap. Mereka bukan pasukan biasa. Postur tubuh mereka tegak, langkah mereka stabil. Di sabuk pinggang mereka, tergantung lencana perunggu berbentuk piringan dengan lima titik cahaya kecil simbol otoritas dalam kota ini.Salah satu penjaga melangkah maju. Suaranya tenang, tapi berwibawa. “Tunggu.”Suara gesekan batu menggema saat gerbang utama Kota Pembantaian perlahan terbuka. Udara dingin dari dalam kota bertemu dengan hawa luar... menimbulkan gelombang kabut tipis di batas gerbang.Dua penjaga berbaju hitam berdiri tegak, menahan langkah rombongan Xu Ming.“Berhenti di sana.” Salah seorang dari mereka mengacungkan tombak menyilang, menahan langkah rombongan Xu Ming agar tidak melangkah lebih jauh.“Siapa kalian?! Tunjukan identitas kalian, dan bersikaplah kooperatif!”Langkah mereka terhenti. Xu Ming yang berdiri paling depan sudah bersiap bicara, namun suara dari atas punggung Labubu lebih dulu memecah kesu

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 109

    Di tengah medan yang bersalju, sisa-sisa pasukan musuh mulai goyah. Mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri pemimpin mereka tertebas dalam satu serangan.Tubuh tegap itu rebah tanpa kepala. Dan darah yang masih menguap perlahan menjadi kabut dingin. Beberapa langsung berbalik arah. Melarikan diri. Sisanya... terpaku. Tak percaya. Dalam barisan mereka, ketakutan mulai menyebar seperti racun tak kasatmata.“P-Pemimpin...”Tanpa aba-aba, formasi buyar. Liu Mei berdiri, matanya tajam mengawasi gerakan musuh yang tersisa. Tapi tak ada satu pun yang berani mendekat lagi. Sha Bu mengayunkan kapaknya ke udara, memberi isyarat.“Biarkan mereka lari. Kita sudah cukup membuat mereka jera.”Liu Mei mengangguk, lalu segera membungkuk ke arah Xu Ming, yang kini tersandar di bahunya. Tanpa banyak bicara, mereka membopong Xu Ming ke pinggiran medan, menuju tempat Nona Sin dan tetuanya berlindung.Di sisi lain, Lin Feng dan Lalabu menyusul. Tubuh keduanya masih penuh goresan pertempuran, tapi ma

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 108

    Dan ia membuka matanya. Dalam hening, suara yang sangat kecil terdengar. Suara tubuhnya sendiri. Jantungnya. Napasnya. Suara medan. Ia mulai mengatur ulang tempo napasnya. Menyamakan iramanya dengan pergeseran suhu di sekelilingnya. Dia berhenti bertarung sebagai pendekar... dan mulai bertarung sebagai bagian dari medan.Pria itu menoleh sedikit. Seakan menyadari perubahan kecil itu. "Hm?"Xu Ming tersenyum. Lalu berdiri pelan, tapi tegak. Dan uap dari tubuhnya... menghilang.Butiran salju turun perlahan dari langit kelabu. Di tengah medan yang membeku, Xu Ming berdiri tegak. Sorot matanya bukan lagi milik seorang pemuda yang bertarung karena terdesak. Tatapannya kini sunyi. Dalam. Penuh kalkulasi.Tubuhnya diam, tapi pikirannya menembus lapisan kulit lawannya. Jejak-jejak samar dari energi pemurnian tubuh yang merembes dari tiap meridian pendekar hitam itu… kini terlihat di hadapannya seperti aliran samar dalam air jernih. Jalur-jalur otot, sendi, dan urat menyala bukan dengan cahaya

  • TULANG SUCI NAGA ABADI   BAB 107

    Denting pedang menyatu dengan desau angin es. Xu Ming mundur tiga langkah. Lututnya sedikit goyah saat kakinya menapak kembali pada lantai es yang keras. Di sekelilingnya, kabut tipis menggantung dari napas-napas yang membeku. Udara terasa kaku, tidak hanya karena suhu... tapi karena tekanan dari pria di hadapannya.Lawan itu berdiri tegak. Diam. Tidak satu tetes keringat, tidak satu tarikan napas terdengar dari balik tudung hitamnya. Hanya matanya gelap, sunyi, seperti ruang kosong di tengah badai. Dan kosong itulah yang mengancam Xu Ming.Xu Ming menyesuaikan posisi kuda-kuda. Pundak kirinya terasa nyeri tumpul. Di sisi tubuhnya, jubahnya robek lebar, dan darah tipis merembes dari bekas hantaman sebelumnya. Itu bukan tebasan. Bukan serangan energi. Hanya sebuah pukulan lurus, namun cukup untuk membuat tulangnya nyaris retak."Apa kau mulai merasakan perbedaan kekuatan kita bocah?" Suara pria itu datar, tidak meninggi, tidak menantang. Hanya sebuah pernyataan yang seperti palu yang m

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status