"Teknik Manifestasi Dao: RAUNGAN HARIMAU KUMBANG!"
Raungan menggelegar membelah langit. Sosok raksasa Harimau Kumbang setinggi seratus kaki muncul di belakang Han Su. Mata emasnya bersinar tajam, cakar hitam berkilauan, dan setiap gerakannya membuat bumi di bawah kaki mereka bergetar. Kawanan Serigala Bulan Perak yang semula menggempur tanpa henti kini terdiam membeku. Naluri mereka berteriak bahaya. Beberapa serigala yang lebih kecil mundur instingtif, ekor mereka menekuk di antara kaki.
Han Su melangkah maju. Aura Dao Qi miliknya meledak seolah badai. Setiap langkah yang ia ambil, tanah retak dan udara mendesir liar. Dengan satu teriakan keras, Han Su mengayunkan tombaknya.
"Mundur, makhluk rendahan!"
BRUAAAAK! Cakar Harimau Kumbang raksasa itu menghantam tanah, menciptakan gelombang kejut berbentuk setengah lingkaran. Puluhan Serigala Bulan Perak terlempar seperti daun kering, tubuh mereka membentur pohon, batu, dan tanah keras dengan suara patah yang
"Habisi setiap kepala yang ada di desa ini! Basuh pedang kalian dengan darah segar ini! Yang membunuh paling banyak akan mendapatkan arak segar paling banyak!!"Suara raungan penuh haus darah itu mengguncang langit pagi. Dari balik kabut hutan, ratusan sosok bandit berjubah kulit, bertaring serigala di dada mereka, menerjang dengan senjata berkilat. Panji Taring Serigala berkibar hitam, mengotori udara yang sebelumnya damai.Desa Kayu, tempat sederhana di sudut dunia, kini dibanjiri tawa kejam, jeritan ketakutan, dan denting senjata yang bersimbah darah. Para warga, meski minim latihan bertarung, mengangkat senjata seadanya. Pisau, cangkul, tongkat. Tubuh-tubuh kecil bertarung dengan gigi terkatup dan darah mendidih. Tua, muda, pria, wanita, semua mempertaruhkan hidup mereka.Dari pusat desa, Pak Tua Mozi melangkah maju. Wajah keriputnya dipenuhi guratan waktu, namun matanya bersinar tajam. Ia menghentakkan tongkat bambunya ke tanah."Lindungi desa kayu k
"Bing'er... Aku mohon... tolong aku..."Kabut darah menggantung di atas Desa Kayu. Tubuh Xu Ming terkapar, hampir tanpa nyawa. Dunia berputar di sekelilingnya suara teriakan, benturan senjata, semua memudar menjadi dengung sepi. Dalam kehampaan itu, sebuah suara lembut menggema dari dalam dirinya. Seperti bisikan hangat di musim dingin.“Istirahatlah, Nak. Serahkan sisanya pada yang mulia ini…”Seperti petir dalam keheningan, energi es meledak dari tubuh Xu Ming. Pilar cahaya biru keperakan menghantam langit. Angin menderu. Butiran salju pertama jatuh di musim panas yang membara ini. Xu Ming melayang perlahan, tubuhnya diselimuti kabut es yang bergolak. Luka-lukanya berhenti berdarah. Aura es membekukan udara di sekelilingnya.Matanya membuka, seluruhnya putih, bersinar seperti bintang beku. Sebuah suara, bukan suara Xu Ming, menggema dari bibirnya, berat, penuh wibawa.“Berani sekali kalian para tikus seperti kalian menyen
Suasana dalam pondok kecil Nenek Hua yang sederhana itu terasa hening dan berat. Aroma ramuan pahit dan asap dupa memenuhi udara, membuat napas terasa berat. Di ranjang kayu besar di tengah ruangan, Xu Ming, pahlawan kecil Desa Kayu, masih terbaring dengan wajah pucat pasi. Tubuhnya lemah, namun nafasnya perlahan mulai stabil setelah seminggu penuh dalam ketidaksadaran.Di sisi tempat tidur, Kakek Mozi duduk berjaga. Matanya yang tua namun tajam mengawasi Xu Ming dengan penuh kekhawatiran. Ia belum meninggalkan sisi ranjang itu sejak Xu Ming ambruk pasca pertempuran berdarah oleh organisasi bandit taring serigala yang membantai seluruh desa itu.Tiba-tiba, jari Xu Ming yang kurus bergerak sedikit. Kelopak matanya bergetar... lalu perlahan terbuka. Kakek Mozi, yang hampir tertidur, langsung melonjak berdiri, matanya membelalak penuh kegembiraan. Suaranya pecah, penuh emosi."Hua! Ming'er! Xu Ming terbangun! Hua, cepat kemari! Dia bangun!" teriaknya keras.
Suasana di pondok Nenek Hua membeku dalam ketegangan. Kata-kata tentang "seratus monster taraf tiga" bergema dalam pikiran semua orang, menimbulkan rasa takut yang mencekik. Namun Xu Ming, yang masih bersandar lemah di ranjang, perlahan menggenggam erat selimutnya. Tatapan matanya yang buram kini mulai menunjukkan kilatan tekad."Aku... akan bertarung," bisiknya.Nenek Hua membungkuk, wajahnya penuh kekhawatiran. "Ming'er, kau bahkan berdiri saja belum kuat. Bagaimana mungkin…"Han Su maju selangkah, wajahnya serius. "Tidak. Kali ini kami yang berburu." Ia menghela napas berat sebelum melanjutkan, "Tapi kami tak bisa berjanji seberapa lama waktu yang kami butuhkan untuk menyelesaikan pemburuan seratus esensi monster taraf tiga. Kami hanya bisa menjanjikan, paling banyak dua esensi dalam sehari, dan paling sedikit satu."Xu Ming terdiam. Di matanya tergambar konflik batin yang dalam. Ia tahu, setiap hari yang berlalu adalah taruhan pada harapan tipi
"T-Tim pemburu kembali!" teriak seorang anak kecil dari menara kayu di utara desa.Teriakan itu langsung menggema ke seluruh penjuru Desa Kayu. Dalam hitungan detik, penduduk yang sedang memperbaiki pagar, menambal atap, atau mengolah ladang, semua berlarian menuju lapangan tengah. Di tengah riuh itu, Xu Ming yang masih bersandar di ranjang pondok, menggenggam tongkat kayu di sisinya. Wajahnya pucat, tapi matanya bersinar penuh semangat."Nenek Hua... tolong tuntun aku ke sana," pintanya, suaranya lirih namun tegas.Nenek Hua mendengus seolah ingin memarahinya, tapi pada akhirnya ia hanya menghela napas panjang. Dengan sabar, ia memapah Xu Ming berdiri, membiarkannya bersandar di tongkat, dan bersama-sama mereka berjalan menuju kerumunan yang semakin padat.Saat mereka tiba, pemandangan yang menghangatkan hati terbentang di hadapan mereka. Liang Fei, Qi Bao, Lei Shan, dan Duan Wu seluruh anggota Tim Pemburu tengah berdiri gagah, meskipun tubuh mereka lusu
Perburuan seratus esensi monster dihentikan sementara waktu, Desa kayu hari ini Tengah menghadapi kejadian besar yang akan dilakukan. Terobosan para anggota tim pemburu, akan dimulai hari ini. Di sisi lapangan, Han Su berdiri dengan tangan bertolak pinggang, tatapannya penuh semangat. Ia melirik ke empat sahabatnya yang duduk santai di atas batu besar."Bagaimana kondisi kalian?" serunya sambil merangkul bahu Liang Fei. "Sudah siap melakukan terobosan, bukan?"Liang Fei, yang wajahnya sedikit tegang hanya menyeringai dan menepuk dada berpura-pura seperti pria kuat. "Siap kapan saja, Kakak Han! Tubuh ini sudah gatal ingin meledak."Lei Shan, yang duduk tak jauh, tertawa mengejek, "Hmph, jangan membual. Kakak Kedua ini semalaman tak bisa tidur! Istrinya sampai menggerutu di depan rumahku. Katanya, 'Suamiku grasak-grusuk kayak anak kecil, muter-muter terus, gak mau tidur!'"Suara cekikikan kecil terdengar. Qi Bao hanya menahan tawanya sambil mengangguk setuj
Liang Fei menggosok tengkuknya, lalu mendesah pelan. “Itu... benar-benar lebih parah dari yang kuperkirakan.”Ia melirik sejenak ke arah tangan kanannya, mengencangkan kepalan, memastikan semuanya masih utuh. Kulit di beberapa ruas jarinya masih memerah, tapi rasa nyeri yang tersisa seperti pengingat: bahwa ia telah melewati sesuatu yang nyaris tak mungkin.Lei Shan, yang duduk bersandar di batang pohon tua tak jauh darinya, hanya mengangguk sambil membenarkan ikat kepalanya yang longgar. “Tapi syukurlah, Kakak Kedua. Setelah kau berhasil, kita berempat akhirnya resmi menjadi pendekar Taraf Empat.”Suasana diam sejenak, seperti membiarkan kalimat itu mendarat di dada masing-masing. Pelan, Duan Wu berdiri, meregangkan bahu yang masih terasa kaku. Sendi bahunya berbunyi pelan saat diputar.“Hampir saja...,” gumamnya. “Tak terasa, genap enam puluh lima hari kita berkutat di sini.” Ia melirik ke arah Qi Bao yang
“Hnghh... ada yang aneh... aliran Dao di tubuhmu meningkat?” suara serak Liang Fei terdengar memecah keheningan senja. Matanya menyipit, mengamati Xu Ming yang duduk bersila di atas batu datar.Aura hangat dan gemuruh halus mengalir dari tubuh pemuda itu, seperti suara sungai kecil yang baru menemukan jalur alirannya. Daun-daun kering bergetar lembut di sekelilingnya, digerakkan oleh hembusan angin tipis bercampur esensi Dao yang tersebar di udara.Xu Ming membuka matanya perlahan. Sorot matanya kini jauh lebih dalam, seperti cermin yang baru diasah kembali. Kilau cahaya senja terpantul samar di pupilnya. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya pelan. Seberkas cahaya tipis melapisi energi Dao yang berkilat di kulitnya sebelum menghilang, meninggalkan jejak keheningan yang sarat makna.“Aku menembus Taraf Dua tingkat menengah,” ujarnya pelan, seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri. “Sepertinya... karena pertarungan bert
Langit pagi menggeliat perlahan, menyapu perbukitan dengan warna pucat keperakan. Kabut tipis masih menempel di rerumputan saat kereta kayu tua menuruni jalanan berbatu dari Desa Batu. Roda-rodanya mencicit pelan, menyanyikan lagu kepergian yang tak tahu kapan akan kembali terdengar.Xu Ming duduk di sisi belakang, tubuhnya berguncang mengikuti irama roda. Ia memeluk lutut, diam sejak satu jam lalu. Tatapannya menerobos ke kejauhan, melampaui ladang kecil dan jalan desa, menembus cakrawala yang mulai membuka diri pada dunia yang asing dan tak terjamah.Di depan, Paman Han duduk tegak. Tangan-tangannya kokoh menggenggam kendali kuda. Angin pagi meniup janggut pendeknya ke samping, membuat sosok lelaki paruh baya itu tampak seperti pahatan batu yang hidup dari zaman lampau. Wajahnya keras, tapi ada sesuatu dalam keheningan itu seperti seseorang yang menyimpan banyak, namun memilih untuk menahan.Sesekali, matanya melirik ke arah Xu Ming dari balik bahunya. Tapi ia
“Cepat, jangan sampai terlambat! Keretanya sudah siap di gerbang!”“Ada yang lihat di mana anak itu? Xu Ming?!”“Anak-anak, beri jalan! Jangan lari-lari dekat kuda!”Udara pagi di gerbang Desa Batu tak seperti biasanya. Riuh rendah suara warga menyesaki ruang antara rumah-rumah jerami dan jalanan tanah yang berdebu. Kabut tipis belum sepenuhnya mengangkat, namun sinar mentari mulai menyusup di sela-sela pohon bambu, menggambar bayang-bayang panjang di atas tanah. Seekor kuda cokelat besar berdiri tenang, tapi sesekali menghentakkan kaki, menarik kereta kayu sederhana yang sudah menunggu sejak sebelum fajar menyingsing.Di sisi kereta, Paman Han membungkuk, sibuk mengecek kekencangan tali dan roda. Tubuhnya besar, namun gerakannya cekatan. Tangannya sudah kotor oleh debu dan peluh sejak lama.“Hah, kalau saja anak itu telat lima menit lagi, aku pergi sendiri,” gumamnya sembari menyeka keringat dengan p
“Akhirnya, fluktuasi energi dao pada tulang belakangmu mulai stabil, bocah…” Suara Bing-Bing memecah kesunyian ruangan kecil itu, terdengar lebih pelan dan hati-hati dari biasanya. Di hadapannya, Xu Ming duduk bersila dengan tubuh yang tampak begitu tegang, wajahnya pucat dan basah oleh peluh. Setiap tarikan napas terdengar berat, seolah sedang menanggung beban yang amat besar.Di sekeliling Xu Ming, riak-riak energi biru keperakan masih berkecamuk, kadang meletup tak terduga hingga membuat batu-batu kecil di lantai bergetar. Bing-Bing memandanginya dengan waspada. Sudah lebih dari tiga bulan Xu Ming mengurung diri, berusaha menyerap Fussion Essence Pill dan membangunkan Bing Bing, dan beberapa hari ini harus terkendala karena fluktuasi energi Dao dari Tulang Suci Naga Abadi yang mengamuk hebat di dalam tubuhnya, energi itu begitu liar, seperti naga yang menolak dijinakkan.“Ayo… bertahan sedikit lagi…” bisik Bing-Bing, meli
“Tunggu… Ini… tidak mungkin…” Bing-Bing memicingkan mata, tatapannya tajam menelusuri punggung Xu Ming yang masih berkeringat deras. Sorot matanya tiba-tiba membesar, tubuh mungilnya membeku sejenak sebelum akhirnya berteriak kaget, “Bocah bau! Tulang belakangmu… itu… bersinar?!”Xu Ming yang masih meringis kesakitan hanya bisa memejamkan mata, napas terengah-engah. Tapi di sela rasa sakit yang menghantam keras dari punggungnya, ia bisa merasakan sesuatu yang aneh, getaran halus, seolah ada sesuatu yang bangkit dari dasar sumsum tulangnya, menyebar panas tapi juga penuh kekuatan yang menggetarkan.Bing-Bing mendekat dengan cepat, wajahnya setengah galak, setengah waspada. Ia menempelkan tangannya yang mungil ke punggung Xu Ming. Mata birunya memantulkan sinar keemasan yang berdenyut pelan di sepanjang tulang belakang bocah itu. Seketika, Bing-Bing mendengus keras, bibir mungilnya bergetar kesal.Bing-Bin
“Nenek… bisakah kau… meninggalkanku sendiri malam ini?”Nenek Hua yang tengah memeriksa kuali pemurnian menoleh cepat, alisnya berkerut. “Tunggu… Apa ada sesuatu yang salah? Bukankah Nenek perlu berjaga selagi dirimu menyerap Fussion Essence Pill itu?Xu Ming menggenggam pil penyatu esensi Dao erat, matanya menunduk dalam. “Aku tahu Nek… Tapi kali ini, aku harus menyerapnya sendirian. Ada… hal yang harus kulakukan. Sesuatu yang… untuk saat ini perlu dirahasiakan dari siapapun.”Nenek Hua memandangnya lama, napasnya berat seolah ingin membantah, tapi akhirnya hanya menghela panjang. “Baiklah… Nenek akan menuruti permintaanmu kali ini. Tapi ingat, jangan ceroboh dan mencelakai diri sendiri. Segera panggil nenek, jika sesuatu yang buru terjadi, mengerti?”Xu Ming mengangguk pelan. “Terima kasih, Nek.”Pintu kayu tertutup perlahan, menyisakan ruangan yang tiba-tiba terasa jauh lebih hening dan dingin. Angin malam menyelinap masuk melalui celah dinding, menyisakan desir tipis yang menyentu
“Inti monster Taraf Tiga yang ke-91,” ucap Xu Ming sambil menyerahkan batu kristal merah keunguan itu ke tangan Nenek Hua.Wanita tua itu menerima dengan anggukan ringan. “Sembilan lagi. Pastikan tidak retak atau menghitam. Kalau energi dasarnya rusak, akan mengganggu kestabilan kuali.”Xu Ming duduk bersila di lantai batu. Napasnya masih terengah, sisa latihan aliran Qi pagi tadi belum sepenuhnya pulih. Kalung kristal es tergantung di lehernya, diam dan dingin seperti biasanya. Sudah hampir dua minggu sejak mereka kembali dari misi pengumpulan. Seratus inti monster Taraf Tiga itu bahan utama yang paling sulit dalam penyulingan Pil Penyatu Esensi Dao. Tim pemburu melakukannya bersama-sama, dan tidak mudah. Beberapa luka, beberapa hari terjebak, dan banyak tenaga terbuang.Nenek Hua tidak tahu pil ini sebenarnya bukan untuk apinya. Xu Ming kembali mengingat janjinya. Ia tidak boleh membocorkan siapa Bing-Bing sebenarnya. “Akhirnya 100 esensi monster taraf 3 ini sudah diperiksa satu pe
“Hnghh... ada yang aneh... aliran Dao di tubuhmu meningkat?” suara serak Liang Fei terdengar memecah keheningan senja. Matanya menyipit, mengamati Xu Ming yang duduk bersila di atas batu datar.Aura hangat dan gemuruh halus mengalir dari tubuh pemuda itu, seperti suara sungai kecil yang baru menemukan jalur alirannya. Daun-daun kering bergetar lembut di sekelilingnya, digerakkan oleh hembusan angin tipis bercampur esensi Dao yang tersebar di udara.Xu Ming membuka matanya perlahan. Sorot matanya kini jauh lebih dalam, seperti cermin yang baru diasah kembali. Kilau cahaya senja terpantul samar di pupilnya. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya pelan. Seberkas cahaya tipis melapisi energi Dao yang berkilat di kulitnya sebelum menghilang, meninggalkan jejak keheningan yang sarat makna.“Aku menembus Taraf Dua tingkat menengah,” ujarnya pelan, seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri. “Sepertinya... karena pertarungan bert
Liang Fei menggosok tengkuknya, lalu mendesah pelan. “Itu... benar-benar lebih parah dari yang kuperkirakan.”Ia melirik sejenak ke arah tangan kanannya, mengencangkan kepalan, memastikan semuanya masih utuh. Kulit di beberapa ruas jarinya masih memerah, tapi rasa nyeri yang tersisa seperti pengingat: bahwa ia telah melewati sesuatu yang nyaris tak mungkin.Lei Shan, yang duduk bersandar di batang pohon tua tak jauh darinya, hanya mengangguk sambil membenarkan ikat kepalanya yang longgar. “Tapi syukurlah, Kakak Kedua. Setelah kau berhasil, kita berempat akhirnya resmi menjadi pendekar Taraf Empat.”Suasana diam sejenak, seperti membiarkan kalimat itu mendarat di dada masing-masing. Pelan, Duan Wu berdiri, meregangkan bahu yang masih terasa kaku. Sendi bahunya berbunyi pelan saat diputar.“Hampir saja...,” gumamnya. “Tak terasa, genap enam puluh lima hari kita berkutat di sini.” Ia melirik ke arah Qi Bao yang
Perburuan seratus esensi monster dihentikan sementara waktu, Desa kayu hari ini Tengah menghadapi kejadian besar yang akan dilakukan. Terobosan para anggota tim pemburu, akan dimulai hari ini. Di sisi lapangan, Han Su berdiri dengan tangan bertolak pinggang, tatapannya penuh semangat. Ia melirik ke empat sahabatnya yang duduk santai di atas batu besar."Bagaimana kondisi kalian?" serunya sambil merangkul bahu Liang Fei. "Sudah siap melakukan terobosan, bukan?"Liang Fei, yang wajahnya sedikit tegang hanya menyeringai dan menepuk dada berpura-pura seperti pria kuat. "Siap kapan saja, Kakak Han! Tubuh ini sudah gatal ingin meledak."Lei Shan, yang duduk tak jauh, tertawa mengejek, "Hmph, jangan membual. Kakak Kedua ini semalaman tak bisa tidur! Istrinya sampai menggerutu di depan rumahku. Katanya, 'Suamiku grasak-grusuk kayak anak kecil, muter-muter terus, gak mau tidur!'"Suara cekikikan kecil terdengar. Qi Bao hanya menahan tawanya sambil mengangguk setuj