Home / Horor / TUMBAL PENGANTIN / Bab 6. Pesan Dari Nenek Diah

Share

Bab 6. Pesan Dari Nenek Diah

Author: Kirana Senja
last update Last Updated: 2023-05-11 15:53:57

"Makhluk apa? Jadi penasaran," sahut Elsa. 

Nenek Diah duduk terlebih dahulu di kursi dekat pintu. Tatapan matanya memandang fokus ke arah Edwin. 

"Sebenarnya makhluk itu harus diusir, jangan sampai ada di rumah ini. Kalian mesti nyari orang pintar buat bantuin, nenek gak mau kalian jadi korban. Sudah lama nenek menyimpan rahasia ini dari kalian," terangnya.

"Rahasia?" Edwin mengerutkan keningnya lalu mendekati Nenek Diah. 

Tiba-tiba saja wanita tua itu membuang wajah dari tatapan Edwin. 

"Rahasia apa? Soal tumbal pengantin itu, ya?" Tanya Edwin.

"Bukan! Bukan! Enggak ada tumbal pengantin di keluarga ini! Kusumadinata itu nama kakek kalian, kami terhormat dan sama sekali gak pernah main licik!" Gerutunya. 

Edwin, Elsa, dan Erwin saling bertatapan. Kemudian, mereka memeluk neneknya sambil menyeka air mata di pipi yang sudah bergelambir itu. 

"Saya mau Intan selamat. Tapi, bilang sama saya, apa dulu Papa sempat menikah dengan wanita pertama? Maksud saya apa Papa punya istri pertama yang mati juga?" Tanya Edwin.

Nenek Diah terbelalak, matanya berkaca-kaca. 

"Itu sih mau nenek--"

"Kalian, gak kangen sama Oma Layla yang cantik ini? Sini dong cucu-cucuku, Oma pengen meluk." Oma Layla tiba-tiba memotong pembicaraan. 

Percakapan itu terhenti gara-gara Oma Layla menyapa dengan nada yang keras. 

"Oma," sahut Elsa. Seraya memeluk dengan erat. "Mas Edwin, Erwin, gak kangen sama Oma?"

"Gak apa-apa, Oma mau pulang lagi, ada oleh-oleh tuh di ruang tamu, suruh Nala buat beresin ya, bawa ke dapur, simpen di kulkas biar aman," pinta Oma Layla. 

"Makasih ya, Oma. Senang kenalan sama Oma Layla. Bagi-bagi resep cantik dan awet mudanya dong," canda Intan. 

"Oh, istri Edwin yang baru ya, senang kenalan sama kamu, nak. Lain kali main ya ke rumah, tapi sekarang saya harus pulang, biasa ada urusan penting. Gak apa-apa kan sayang-sayangku? Oma pergi dulu," pamitnya.

Tanpa bersalaman dahulu dengan cucunya, dia pergi begitu saja. Edwin dan Intan mengantarkan beliau sampai ke depan rumah. Namun, Intan merasa canggung karena ada ibu mertuanya yang sudah lebih dulu menunggu.

"Padahal kita masih kangen sama Oma Layla, lain kali nginep ya, Edwin pengen cerita banyak, apalagi soal program anak," ucapnya.

Oma Layla terdiam sejenak. Seraya membuka topinya dahulu lalu menyentuh kening Edwin.

"Gak salah mau program anak? Kalau begitu, ya kalian berdua mesti tenang, sabar, banyak ikhtiar juga ke dokter," pintanya.

"Udahlah, kan mau berangkat ke Aussie, jangan kelamaan di sini," protes Rani. Dia memeluk ibunya terlebih dahulu sebelum pergi.

"Mudah-mudahan bulan depan kita ketemu dan panjang umur ya. Dadah cucuku," pamit Oma Layla sambil melambaikan tangan.

Intan tertawa terbahak-bahak setelah Oma Layla pergi. 

"Aneh banget, panjang umur katanya."

Mereka kembali masuk rumah, menyambangi dapur dan menemukan banyak makanan oleh-oleh dari Oma Layla. Sampai kedua ART kewalahan sibuk membereskan makanan kemasan berisi dodol dan kerupuk.

"Nala, Amel, kalian masukan saja makanan itu ke wadah, kalau di kulkas gak bakalan masuk," suruh Edwin.

"Baik, Pak," sahut Nala.

Kemudian, terdengar suara batuk-batuk dari Nenek Diah sampai berdahak hingga muntah-muntah.

"Nala, tolong bikin air hangat, makanan sama obat batuk buat nenek, bawa ke kamar ya," suruh Edwin. 

Mereka lantas ke lantai dua untuk melihat kondisi neneknya. Namun, Intan dan Edwin dikejutkan oleh pemandangan langka. Ayahnya, Erik Kusumadinata rupanya sedang berhadapan dengan ibunya sendiri yaitu Nenek Diah. 

Tampak pemandangan yang mengharukan, Nenek Diah mengusap kepala Erik dengan lembut. "Kamu yang sabar, kuat dan harus tangguh. Ada yang mesti kamu katakan sama mereka."

"Nenek, bukannya barusan batuk, ya? Minum obat ya," pinta Edwin.

Tak berselang lama, muncul Nala membawakan air hangat, makanan dan obat di atas baki emas. Seraya menyimpannya di meja, tepat di hadapan Nenek Diah.

"Silahkan dimakan, dodolnya enak," ucap Nala. Dia kembali lagi ke lantai utama.

Intan menghampiri Nenek Diah, memijat tangannya yang sudah bergelambir, ia berkata," Suatu saat aku pasti begini."

Lantas, Nenek Diah meneguk segelas air hangat itu lalu menyantap dodol manis separuhnya saja. Sisanya dia celupkan ke dalam cangkir.

"Obatnya, nek. Biar sembuh," pinta Edwin. 

Cucu yang paling besar itu sudi menaruh satu sendok obat batuk lalu dia suapkan ke mulut neneknya. 

"Kangen begini lagi, kayak dulu waktu kecil," ucap Edwin. "Oh, iya. Nenek mau bilang apa sama kita? Mumpung ada saya sama Intan di sini."

Nenek Diah berurai air mata, terisak-isak dan menyeka bulir bening yang menetes. 

"Kenapa?"

"Edwin, nenek cuma bisa ngasih alamat orang ini dulu," ucap beliau. Nenek Diah menuliskan sesuatu di atas secarik kertas, dia berikan pada cucunya. Lalu, dia berkata dengan berbisik. "Cari alamat Ibu Idah ya, dan ada lubang rahasia di kamar Papa kamu. Cari saja, ada isinya."

Nenek Diah malah batuk-batuk dan hampir muntah sampai memegang perutnya.

"Aduh, boleh nenek istirahat dulu? Nanti saja ceritanya ya," pintanya.

Intan bergegas mengantarkan beliau ke kamar khusus. Sementara itu, Edwin masih melirik alamat yang tertulis di secarik kertas sambil menghadap ayahnya, Papa Erik.

"Ibu Idah itu siapa ya? Papa kenal dia?"

Papa Erik malah menitikkan air mata. 

"Kita ke dokter lagi besok, Papa harus sembuh ya, Edwin pasti kasih cucu buat Papa dan Mama," ucapnya sambil memeluk ayahnya.

Sore hari tiba, Edwin mengajak ayahnya ke lantai utama. Dengan murah hati dia mendorong kursi roda untuk menyambangi dapur.

"Mas, mau makan snack dari Oma Layla, gak?" Tanya Intan. 

"Mana dong, mau sini!" Teriak Erwin.

"Aku juga, jangan dihabisin lo!" Protes Elsa.

"Makanan dari Ibu Layla sudah saya simpan di wadah," ucap Nala sambil membawa wadah besar berisi makanan itu.

Nahas, Edwin tak sengaja menyenggol panci berisi air lalu menumpahi semua makanan itu. 

"Yah, Mas Edwin, gimana ini!" Keluh Elsa.

"Maaf, gak sengaja. Aduh, kalau kalian mau, Mas bisa order, ini udah gak bisa dimakan lagi. Buang saja ke tong sampah," pinta Edwin.

Akhirnya, ART membuang makanan itu ke tong sampah yang ada di depan rumah. 

"Kasihan Oma Layla, udah capek-capek bawain makanan buat kita malah kebuang percuma," keluh Elsa. 

Malam harinya, Edwin dan Intan menengok Nenek Diah ke kamarnya. Sesepuh yang mereka hormati masih terdengar batuk-batuk dan hampir mau muntah. 

"Nenek tidur di kamar saya ya, mau?" Tanya Edwin.

"Kita ke rumah sakit sekarang, nenek udah pucat," pinta Intan. Seraya menyentuh kening wanita tua itu untuk memeriksa suhu badan.

"Enggak usah, nenek mau di sini saja. Minum obat saja sudah bikin nenek tidur, mana obatnya?" Tanya beliau. 

Seraya meneguk obatnya langsung dari botol, ditutup dengan seteguk air hangat. 

"Nenek mau tidur," pintanya. "Ingat pesan nenek ya, nak."

Edwin tersenyum sambil mengangguk, menyelimuti neneknya sebelum keluar kamar. Beberapa saat kemudian, dia langsung tertidur pulas. 

***

Jam dua belas malam, Nenek Diah dibangunkan oleh ketukan pintu yang nyaring disertai dengan suara wanita yang memanggil namanya.

"Nenek, nenek."

Sambil batuk-batuk, Nenek Diah beranjak dan hendak membuka pintu. Sayangnya, kaki terpeleset sampai tersungkur. 

Dia batuk-batuk lagi lalu memuntahkan cairan hitam. 

"Kenapa aneh ya? Jangan-jangan ini perbuatan si--"

Duk!

Suara hentakan di depan pintu terdengar kencang. Kemudian, terlihat ada bayangan hitam menelusup masuk ke kamar lewat celah-celah lubang udara. Dia merayap seperti ular dan berhenti tepat di hadapan Nenek Diah.

"Apakah ini pertanda bahwa saya akan--"

Wush...

Makhluk itu menerkam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 36. Gangguan Baru Mulai Muncul

    Saking kagetnya, Edwin sampai menampar wajah Nala karena yang dia lihat adalah sosok hitam berwajah datar."Pak, hentikan! Jangan pukul saya!" Teriak Nala."Kamu setan di rumah ini, pergi kamu!" Teriak Edwin.Suara teriakan Edwin dan Nala sampai menggema di seluruh ruangan, terdengar hingga ke lantai utama. Tak lama kemudian, datang Erwin dan Amel sampai berlari menyambangi lantai dua dan mereka menemukan Edwin sedang menjambak Nala. Erwin bergegas memisahkan mereka berdua. Sampai Erwin terkena hantaman tangan Edwin."Mas, jangan, Mas! Kasihan dia, Mas!" Pinta Erwin."Diam, dia setan. Ngapain juga ada di kamar Mama!" Teriak Edwin."Mas, dia Nala. Hentikan!" Teriak Erwin. Saking emosinya, dia sampai menghantam tangan Edwin yang menjambak rambut Nala.Sejenak, suasana kembali tenang. Namun, rambut Nala sudah gimbal dan wajahnya agak lebam. Amel memeluknya dengan erat dan menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.Edwin pun baru sadar bahwa yang baru saja dia jambak adalah Nala. Dia langsung

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 35. Ada Dengan Rudi?

    Kemudian, beberapa warga berkerumun di depan rumah. Mereka hendak menghentikan Rudi yang akan melesatkan peluru. Nahas, Rudi memberontak dan memaki-maki orang sekitarnya."Pergi kalian semua! Jangan diem di depan rumah gue, sialan!"Salah satu warga menghampiri Edwin. Seorang pria berambut putih berkata," Pak, dia memang agak stress, sebaiknya bapak pulang saja."Semua warga yang berkerumun menyuruh Edwin untuk pulang demi keamanan. Namun, langkahnya terhenti oleh wanita gemuk yang bernama Mpok Mia yang baru saja datang."Rud, lo kenapa marah-marah gitu?""Mpok, itu anak-anak Kusumadinata yang dulu jadi majikan anak lo yang mati, itu dia!"Mpok Mia menoleh, tapi seperti ragu mendekat."Bu, boleh kita bicara sebentar saja," pinta Edwin. "Iya, iya, boleh. Tapi jangan di sini, ini rumah adik saya," jawab Mpok Mia. Tiba-tiba Rudi mengerang kesakitan di bagian dada kirinya. Dia melunglai lemas dan memuntahkan darah.Mpok Mia bergegas menolong adiknya yang berteriak-teriak kesakitan. Semu

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 34. Mengincar Rudi

    Intan bersikeras mendekati Nala. ART itu belum juga menyahut meski majikan sudah meninggikan suara untuk memanggil. Intan pun hendak mencolek punggung Nala. Namun dia ragu. Lantas, Nala tertawa cekikikan dan mulai menengadahkan kepalanya ke atas. "Nala, kamu baik-baik saja, kan?" "Babu kayak saya ini nggak ada artinya buat kalian," sahut Nala lantang. "Apalagi di depan nenek tua yang haus kekayaan." "Maksud kamu apa, Nala?" Tanya Intan. "Dasar majikan bodoh!" Hardik Nala. Amel baru saja masuk kamar, dia tersentak kaget menyaksikan Nala yang bergelagat aneh sampai membuatnya bernafas tersengal-sengal. "Bu, kayaknya Nala kerasukan deh," ucapnya. Kemudian, Nala menoleh, menunjukkan wajah yang pucat dan mata yang putih. Dia menyeringai dan tertawa cekikikan. Tiba-tiba saja, Nala muntah, lehernya seperti tercekik, dia berteriak kesakitan sampai terjatuh dan menggulingkan badannya di lantai. "Astaghfirullah, Nala!" Teriak Intan. Akhirnya, Nala batuk-batuk, memuntahkan cairan hi

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 33. Halusinasi Terasa Nyata

    Elsa meringis ketika mendapati kedua tangan kakak kandungnya yang berlumuran darah sambil melambaikan tangannya seperti meminta tolong. "Elsa!" Teriak Edwin.Elsa bergegas menolong. Kemudian, menghampiri jendela. Sayangnya, Edwin semakin menjauh sampai Elsa kesulitan meraih tangan kakaknya itu."Elsa! Sadar, Els!" Teriak Dhea.Dalam pandangannya, Elsa menyaksikan Edwin hendak melompat, seperti mau bunuh diri. Di saat itulah, Elsa nekad meraih tangan kakaknya. "Mas, jangan lompat!" "Elsa, jangan lompat!" Teriak mahasiswa yang menolongnya.Elsa terus memberontak ketika semua mahasiswa menahan badannya. "Itu kakak gue jatuh ke bawah! Mas Edwin, jangan lompat, Mas!"Bruk!Akhirnya, Elsa berhasil melompat lalu terjatuh ke atap lantai satu dan tergeletak pingsan.Satu jam kemudian, Elsa baru bisa membuka kedua matanya. Yang dia lihat hanya ruangan serba putih dan lampu neon yang menerangi ruangan."Elsa, syukurlah, kamu udah sadar," ucap Intan. "Kak, mana Mas Edwin? Dia baik-baik saja,

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 32. Boneka Voodoo Baru

    Kamar mendiang Nenek Diah tampak berantakan, kumuh dan bau pesing. Ada air menggenang di lantai dan dikerumuni kumbang. "Mas, ada apa?" Sahut Elsa. Baru saja membuka pintu, dia langsung muntah-muntah. "Bau banget!""Mas, pagi-pagi udah teriak," keluh Intan. "Ada apa--"Intan terbelalak dan langsung menutup hidungnya. Dia bergegas mengambil masker untuk menutupi mulut dan penciumannya."Mas, gue mau ngopi, ngapain manggil gue?""Lihat, perbuatan siapa di sini?" Spontan, Erwin menyemburkan kopi dari mulutnya. "Bau banget!"Tak lama kemudian, Intan menghampiri sambil menyodorkan masker penutup mulut dan hidung. Kendati, agar mereka leluasa memeriksa kondisi di dalam kamar yang sudah kosong itu."Ini bukan air biasa, ini air seni," gumam Edwin. "Masa di sini ada yang pipis," gerutu Elsa. "Jijik banget!"Lalu, mereka mendongak ke atas, mendapati CCTV yang sudah pecah dan serpihannya berhamburan di lantai. "Oh, dia merusak cctv dulu sebelum beraksi, itu pelaku cerdik juga ya," gumam Er

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 31. Siluet Bayangan Wanita Di Tengah Malam

    Tiba-tiba saja Elsa memuntahkan cairan berwarna cokelat. Dia batuk-batuk sampai tidak kuat menahan rasa sakitnya. "Kita ke RS sekarang, sambil nengok Papa," ajak Intan. Malam yang gelap, terpaksa mereka bertandang ke RS. Semula, Elsa tampak parah dan pucat pasi, namun ketika di perjalanan dia seperti bukan orang sakit.Setelah diobservasi dan cek laboratorium, hasilnya tidak ditemukan penyakit apapun. "Kalau begini ya enggak usah ke RS," protes Elsa. "Aku mau nengok Papa dulu."Mereka bertiga lantas mengunjungi ruang ICU. Orang tua yang mereka rindukan masih terkapar lemah di atas ranjang, berselimut kain putih dan hidung yang dipasang selang oksigen."Mau sampai kapan Papa kayak gini! Sadar dong, Pa!" Gerutu Elsa. "Papa harus pulang, harus sehat lagi, jangan pergi dulu, Pa! Elsa kangen."Elsa meringis, terisak-isak sampai suara tangisnya menggema di seluruh ruangan."Elsa, udah kita pulang sekarang. Jangan nangis di sini, Papa kan udah ada yang ngurus, kita percayakan urusan sama

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status